Menghafal Asma’ul Husna Adalah Pokok Bagi Pengetahuan (Ilmu)
Menghafal Asma’ul Husna dan memahaminya merupakan dasar untuk mengetahui segala maklummat (yang diketahui). Maka sesungguhnya seluruh yang diketahui selain-Nya bisa berupa ciptaan-Nya atau perintah-Nya. Bisa jadi hal itu adalah pengetahuan tentang sesuatu yang telah diciptakan-Nya. Bisa jadi hal itu adalah pengetahuan-Nya. Sumber dari ciptaan dan perintah berasal dari asma’-Nya Yang Maha Indah. Keduanya berhubungan dengan Asma’ul-Husna seperti hubungan subjek dengan objek. Maka semua perkara sumbernya dari Asma’ul-Husna. Semuanya indah, tidak keluar dari mashlahat (kepentingan) hamba, kasih sayang dan rahmat terhadap mereka. Berbuat baik kepada mereka dengan menyempurnakan perintah dan larangan-Nya kepada mereka. Semua perintah-Nya adalah mashlahat, hikmah, rahmat, lemah lembut, dan kebaikan karena sumbernya adalah asma’-Nya yang sangat indah.
Semua perbuatan-Nya tidak keluar dari keadilan, hikmah, mashlahat, dan rahmat (kasih sayang) karena sumbernya adalah asma’-Nya Yang Maha Indah. Maka tidak ada perbedaan pada makhluk-Nya (ciptaan-Nya) dan tiada yang sia-sia. Dia tidak menciptakan setiap yang maujud (ada) selain-Nya, maka keberadaannya (di dunia ini) adalah karena Dia yang mengadakannya. Adanya segala sesuatu selain Dia mengikuti keberadaan-Nya sebagaimana maf’ul (objek) yang diciptakan mengikuti yang menciptakannya. Demikian pula ilmu tentang Asma’ul-Husna, yang merupakan dasar bagi pengetahuan dan segala sesuatu yang lainnya. Mengetahui asma’-Nya dan menghafalnya merupakan dasar bagi semua ilmu. Maka dari itu siapa yang menghafal asma’-Nya, dengan sebagaimana mestinya, niscaya ia menghafal seluruh ilmu. Sebab menghafal asma’-Nya adalah pokok menghafal seluruh maklummat (diketahui), karena ia adalah bagian dari tuntunan asma’-Nya dan berhubungan dengannya. Sesungguhnya kekeliruan yang terjadi pada apa yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya atau yang ia perbuat, boleh jadi karena ketidaktahuan hamba-Nya tentang perkara itu atau karena ketiadaan hikmah pada dirinya. Adapun Rabb, Dialah Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, maka tidak ada kesalahan, perbedaan, dan pertentangan dalam perbuatan dan perintah-Nya.
Semua Asma’ Allah Adalah Indah
Asma’ Allah semuanya indah, sama sekali tidak ada padanya nama selain yang demikian itu. Pada pembicaraan yang lalu disebutkan bahwasanya sebagian dari asma’-Nya ada yang dipandang dari perbuatan, seperti al-Khaaliq (Yang Menciptakan), ar-Raaziq (Yang Memberi Rizqi), al-Muhyi (Yang Menghidupkan), dan al-Muumit (Yang Mematikan). Ini menunjukkan (mengindikasikan) bahwasanya semua perbuatan-Nya merupakan kebaikan yang mutlak, tiada kejahatan padanya. Kalau Dia melakukan perbuatan jahat, niscaya diambil bagi-Nya nama dari perbuatan itu sehingga berarti asma’-Nya tidak semuanya indah/baik. Ini adalah pendapat yang bathil (salah). Maka kejahatan tidak terpulang kepada-Nya sebagaimana kejahatan tidak termasuk dalam sifat dan Dzat-Nya, kejahatan juga tidak masuk pada perbuatan-Nya. Kejahatan tidak terpulang kepada-Nya dan tidak disandarkan kepada-Nya, baik pada perbuatan maupun pada sifat, namun hanya masuk pada maf’ul-Nya (objek-objek-Nya).
Bedakanlah antara fi’il (perbuatan) dan maf’ul (yang diperbuat). Kejahatan yang terjadi, itu dilakukan maf’ul-Nya (makhluk-makhluk-Nya) yang sangat berbeda dengan-Nya. Dalam arti lain, kejahatan itu tidak terjadi karena Dia yang melakukannya. Banyak pula orang yang tergelincir dalam masalah ini dan banyak juga yang tersesat. Allah memberi petunjuk kepada ahlul haq (orang-orang yang benar) ketika mereka berselisih padanya dengan izin-Nya. Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya menuju ke jalan yang lurus.
Sumber: DR. Sa’id Ali bin Wahf al-Qahthani. Syarah Asma’ul Husna”. Terj. Abu Fatimah Muhammad Iqbal Ahmad Ghazali. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2005.