Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Diutusnya Aku dan (datangnya) Kiamat seperti kedua (jari) ini.”
Menurut riwayat Muslim, perawi hadits ini menyatakan bahwa dia mendengar Sahl Radliyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi isyarat dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah, seraya bersabda seperti hadits di atas.
Imam Muslim dalam Shahihnya juga membawakan riwayat lain dari Aisyah Radliyallahu ‘anhaa, beliau berkata,
“Orang-orang Badui itu jika datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang Kiamat. Beliau melihat kepada salah seorang yang termuda di antara mereka, lalu bersabda,
‘Jika orang ini berumur panjang, belum lagi dia pikun, maka Kiamat kamu sekalian pun terjadi.’” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri.
Dan menurut riwayat Muslim dari Anas Radliyallahu ‘anhu, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan Kiamat terjadi?”
Pada waktu itu di sisi Rasulullah ada seorang anak laki-laki Anshar bernama Muhammad. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika anak laki-laki ini berumur panjang, barangkali belum lagi dia pikun, maka Kiamat pun telah terjadi.”
Hadits ini pun hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri dari jalur sanad ini.
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan betapa seringnya pertanyaan mengenai kapan datangnya kiamat diajukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau selalu menjawab dengan jawaban demikian. Namun bukan berarti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu menentukan waktunya Kiamat Kubra itu sampai anak tersebut pikun. Tetapi bahwa umur yang ditetapkan untuk generasi mereka, secara umum takkan sampai dengan masa pikunnya anak itu. Adapun mengenai kapankah datangnya Kiamat Kubra, tetap seperti yang telah ditanyakan dalam hadits terdahulu.
Hal ini dikuatkan dengan hadits riwayat Aisyah,
“Telah datang kepadamu Kiamatmu.”
Maksudnya, barangsiapa meninggal dunia, berarti dia sudah bisa disebut mengalami Kiamat. Karena alam Barzakh itu hampir sama suasananya dengan suasana Hari Kiamat. Tetapi masih memuat suasana dunia. Hanya saja ia lebih mirip dengan alam akhirat.
Tiupan-tiupan sangkakala
Tiupan sangkakala akan terjadi tiga kali, yaitu tiupan mengejutkan (Nafkatul-faza’). Tiupan mematikan (Nafkhatul Sha’iq), dan tiupan kebangkitan (Nafkhatul Ba’ats).
Secara rinci Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Jarak antara dua tiupan adalah empat puluh.” Orang-orang bertanya, “Hai Abu Hurairah, empat puluh hari?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya pula, “Empat puluh bulan?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Empat puluh tahun?” Tanya mereka lagi. Dia menjawab, “Aku tidak tahu, kemudian turunlah air dari langit, lalu mereka (penghuni kubur) tumbuh seperti tumbuhnya sayuran.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak satu pun anggota tubuh manusia kecuali hancur, selain satu tulang saja, yaitu tulang ekor. Dan dari tulang itulah penciptaan (tubuh manusia) disusun kembali pada Hari Kiamat.”
Nafkhatul Faza’ merupakan permulaan dari rangkaian seluruh kejadian Kiamat, maka tepat sekali bila tiupan ini disebut sebagai Hari Kiamat.
Demikian, sebagaimana dinyatakan dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan Kiamat benar-benar terjadi di kala dua orang laki-laki baru saja merentangkan selembar kain antara keduanya, dan belum lagi sempat berjual beli ataupun melipat kain itu. Dan Kiamat benar-benar terjadi, di kala seseorang baru saja pulang dengan susu yang diperahnya, dan belum lagi sempat mencicipinya. Dan Kiamat benar-benar terjadi, di kala seseorang baru saja melepa kolamnya dan belum sempat mengisinya dengan air. Dan Kiamat benar-benar terjadi, di kala seseorang baru saja mengangkat makanannya ke mulut, dan belum lagi sempat memakannya.”
Hal-hal tersebut di atas maksudnya tentu kejadian-kejadian yang terjadi sebelum ditiupkannya Nafkhatul Faza’. Tetapi sudah disebut sebagai Kiamat. Karena memang merupakan permulaan dari serangkaian kejadian-kejadian berikutnya yang terjadi di hari maha dahsyat itu.
Dalam hadits di atas, Ibnu Rafi’ menjelaskan bahwa terbelahnya langit terjadi antara dua tiupan, Nafkhatul Faza’ dan Nafkhatul Sha’iq. Tapi, menurut zhahirnya –tentu Allah jualah yang Maha Tahu- tampaknya semua itu terjadi sesudah Nafkhatus-Sha’iq.
Manusia akhir zaman dihalau menuju Syam
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Manusia akan dikumpulkan dengan tiga cara, ada yang (berjalan) dengan penuh semangat, ada yang merasa takut, dan ada pula dua orang yang menaiki seekor unta secara bergantian, atau tiga orang bergantian menaiki seekor unta. Dan selebihnya dihalau dengan api. Api itu menunggu saat mereka tidur di siang hari maupun saat mereka menginap di malam hari.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Pada hari Kiamat manusia dikumpulkan dalam tiga golongan. Satu golongan berjalan kaki, satu golongan berkendaraan, dan satu golongan berjalan dengan wajah mereka.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara mereka berjalan dengan wajahnya?” Rasul menjawab, “Sesungguhnya Allah yang telah membuat mereka bisa berjalan dengan kakinya, kuasa pula membuat mereka berjalan dengan wajahnya. Adapun mereka, sesungguhnya dengan wajahnya, mereka berupaya menghindari setiap gundukan tanah dan duri.”
Masih riwayat Imam Ahmad, dari Abdullah bin Umar, bahwa dia pernah mendengar Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan ada hijrah setelah hijrah. Manusia akan menuju ke tempat hijrah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam. Waktu itu yang masih hidup di muka bumi tinggal orang-orang yang jahat saja. Mereka terusir dari negeri mereka masing-masing. Dihalau oleh api bersama dengan monyet-monyet dan babi-babi. Monyet-monyet dan babi-babi itu menginap bersama mereka di malam hari, dan tidur bersama mereka di siang hari. Siapa saja yang tertinggal, dimakan api.”
Hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud penghimpunan di sini adalah dihimpunnya seluruh makhluk yang masih hidup di akhir zaman. Mereka ada dihimpun di negeri Syam. Dan mereka terbagi menjadi tiga golongan.
Segolongan dikumpulkan dalam keadaan masih bisa makan, berpakaian, dan berkendara. Segolongan lainnya terkadang berjalan, dan terkadang naik kendaraan. Mereka bergantian menaiki seekor unta, sebagaimana dinyatakan dalam hadits al-Bukhari dan Muslim tersebut di atas. Maksudnya, mereka bergantian, karena sedikitnya kendaraan.
Sedang selebihnya dihalau oleh api yang keluar dari sebuah jurang di Aden. Api itu menghalau manusia dari belakang dan mengepung mereka dari segala penjuru, menggiring mereka semua menuju ke tempat penghimpunan. Barangsiapa tertinggal, maka dilahapnya.
Ini semua menunjukkan bahwa penghimpunan yang dimaksud adalah penghimpunan yang terjadi pada akhir dunia. Karena masih ada yang namanya makan, minum, dan berkendara.
Setelah semua makhluk hidup berkumpul di Syam. Maka kepada merekalah Kiamat terjadi. Dan dituiplah sangkakala yang pertama, Nafkhatul Faza’. Semenetara itu telah disebutkan dalam hadits tentang tiupan sangkakala, bahwa mayat-mayat dalam kubur tidak merasakan sedikit pun tentang apa yang terjadi akibat tiupan pertama. Dalam hal ini, para ahli tafsir memang berselisih pendapat tentang siapa-siapa yang dikecualikan dari kematian. Ada banyak pendapat, antara lain, mereka para syuhada. Pendapat lain mengatakan mereka adalah Jibril, Mikail, Israfil, dan malaikat maut Izrail. Dan yang lain mengatakan, termasuk juga para malaikat pembawa ‘Arsy. Dan yang lain lagi mengatakan masih ada lagi lainnya. Tapi, Allah jualah yang lebih tahu.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang sangkakala di atas. Bahwa rentang waktu antara tiupan pertama dan tiupan kedua dirasakan sangat lama oleh penghuni dunia yang masih hidup. Selama itu, mereka menyaksikan kejadian-kejadian mengerikan dan peristiwa-peristiwa dahsyat, yang menyebabkan semua makhluk yang tersisa binasa. Baik penghuni langit maupun penghuni bumi seperti manusia, jin, dan malaikat, kecuali yang dikehendaki Allah.
Sumber: Ibnu Katsir. Huru-Hara Hari Kiamat “An-Nihayah: Fitan wa Ahwaalu Akhiruz-Zamaan”. Terj. Anshari Umar Sitanggal, H. Imron Hasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2002.