Asal-usul Dajjal
Dajjal adalah keturunan manusia juga. Dia sengaja diciptakan Allah untuk menguji manusia yang hidup di akhir zaman. Sementara itu al-Hafizh Ahmad bin Ali al-Abar dalam tarikhnya meriwayatkan dari Mujalid, dari as-Sya’bi, bahwa dia berkata, “Nama panggilan (kunyah) Dajjal adalah Abu Yusuf. Sedang menurut riwayat Umar bin Khattab, Abu Daud, Jabir bin Abdullah dan para shahabat lainnya bahwa nama panggilannya adalah Ibnu Shayyad.
Adapun menurut riwayat Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kedua orang tua Dajjal menunggu selama tiga puluh tahun tidak mempunyai anak. Dan setelah tiga puluh tahun, barulah mereka dikaruniai anak lelaki yang matanya buta sebelah, banyak mencelakakan dan sangat sedikit manfaatnya. Kedua matanya terpejam, tetapi hatinya tidak tidur.”
Kemudian Abu Bakrah menerangkan tentang kedua orang tua Dajjal seraya berkata, “Ayahnya seorang laki-laki yang tinggi kurus, berhidung panjang seperti paruh burung. Sedang ibunya adalah seorang perempuan dengan payudara yang sangat besar.”
Kenapa Dajjal tidak disebutkan secara jelas dalam al-Qur’an
Ada seseorang mempertanyakan, Dajjal itu sangat durhaka, jahat, menimbulkan bencana di mana-mana, bahkan mengaku dirinya tuhan. Semua nabi mengingatkan agar berhati-hati terhadapnya. Tetapi, kenapa tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan tidak ada peringatan terhadapnya, bahkan namanya pun tidak disebut-sebut, apalagi kedustaan dan kedurhakaannya?
Pertama, bahwa Dajjal itu sebenarnya telah diisyaratkan dalam firman Allah ta’alaa,
“Pada hari datangnya beberapa ayat dari Rabb-mu (tanda-tanda kiamat) tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri, yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” (Al-An’am: 158).
Ayat ini ditafsirkan oleh hadits berikut.
Menurut riwayat Abu Isa at-Tirmidzi dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga hal, yang apabila telah muncul (terjadi), maka Iman seseorang yang sebelumnya tidak bermanfaat bagi dirinya, atau dia tidak mengerjakan kebaikan dalam masa imannya; Dajjal, Dabbah, dan terbitnya matahari dari barat.”
Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan shahih.
Kedua, tidak disebutkannya nama Dajjal secara jelas dalam al-Qur’an, adalah sebagai penghinaan terhadapnya, sebagaimana manusia yang mengaku dirinya tuhan. Dan hal ini tidak menafikan keagungan Allah, kebesaran dan kejayaan-Nya maupun kemahasucian-Nya dari segala kekurangan.
Lalu bagaimana dengan penyebutan nama Fir’aun dalam al-Qur’an, bukankah ia melakukan hal yang sama dengan Dajjal, mengaku sebagai tuhan?
Adapaun mengenai Fir’aun itu sudah berlalu, dan kedustaannya sangat nyata bagi setiap mukmin yang berakal. Sedangkan soal Dajjal itu belum terjadi. Oleh karena itu, Allah tidak menyebutkan namanya dalam al-Qur’an, sebagai penghinaan terhadapnya dan menjadi ujian bagi yang lain.
Turunnya Rasulullah Isa bin Maryam dari langit yang terdekat ke Bumi di akhir zaman
Ibnu Jarir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallahu ‘anhu, mengenai tafsir firman Allah ta’alaa,
“Dan tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.” (An-Nisa: 159).
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah sebelum matinya Nabi Isa bin Maryam. Dinisbatkannya tafsiran ini kepada Ibnu Abbas adalah shahlih. Demikian pula tafsiran yang disebutkan oleh al-‘Aufi dan Ibnu Abbas.
Abu Malik mengatakan, bahwa firman Allah ta’alaa pada surat an-Nisa ayat 159, akan terjadi ketika Nabi Isa bin Maryam turun dari langit. Beliau sekarang hidup di sisi Allah ta’alaa. Kelak jika beliau sudah turun, maka semua Ahli Kitab beriman kepada beliau. Demikian, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari.
Sedang menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Abu Malik, bahwasanya ada seseorang bertanya kepada al-Hasan tentang firman Allah ta’alaa pada surat an-Nisa ayat 159. Maka al-Hasan menjawab, “Yang dimaksud sebelum kematian Isa. Yakni, bahwa Allah telah mengangkat Nabi Isa ‘Alaihissalaam ke hadirat-Nya, kemudian Dia akan membangkitkannya kembali kelak menjelang hari Kiamat pada suatu posisi, dimana orang baik maupun orang jahat semuanya beriman kepadanya.”
Karakteristik Nabi Isa bin Maryam
Dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pada malam aku diisra’kan, aku bertemu Nabi Musa. Baiklah aku jelaskan cirinya. Ternyata dia adalah seorang lelaki jangkung, (rambut) kepalanya berombak, seperti orang dari Syanu’ah. Rasulullah bersabda, ‘Dan aku bertemu pula dengan Nabi Isa. Baiklah aku jelaskan cirinya.’ Lalu beliau berkata, ‘Aku lihat dia (berkulit) kemerahan, seolah-olah dia baru keluar dari ‘dimas’ –maskudnya kamar mandi-.’”
Kemudian al-Bukhari meriwayatkan pula dari Salim, dari ayahnya dia berkata, “Tidak, demi Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan Nabi Isa itu berkulit merah, tetapi beliau mengatakan,
‘Ketika aku tidur, aku (bermimpi melakukan) thawaf di sekeliling Ka’bah. Tiba-tiba aku melihat seseorang berkulit sawo matang, berambut lurus, berjalan pelan diapit dua orang lelaki. Kepalannya (seolah-olah) meneteskan air. Maka aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Inilah al-Masih bin Maryam.’ Lalu aku pergi sambil menoleh. Tiba-tiba aku melihat seorang berkulit merah berperawakan tinggi-besar, berambut keriting, mata kanannya cacat, matanya bagaikan anggur yang mengapung (di atas air). Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Dajjal.’ Orang yang paling mirip dengannya adalah Ibnu Qathan.’”
Az-Zuhri berkata, “Ibnu Qathan adalah seorang lelaki dari kabilah Khuza’ah, meninggal pada masa jahiliyyah.”
Sumber: Ibnu Katsir. Huru-Hara Hari Kiamat “An-Nihayah: Fitan wa Ahwaalu Akhiruz-Zamaan”. Terj. Anshari Umar Sitanggal, H. Imron Hasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2002.