وَقَالَ الَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ لَوْلاَ يُكَلِّمُنَا اللّهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak (lang-sung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami”. Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah men-jelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin. (QS. 2:118)
Al-Qurthubi mengemukakan, Î لَوْلاَ يُكَلِّـمُنَا اللَّهُ Ï “Mengapa Allah tidak langsung berbicara dengan kami,” maksudnya, berbicara kepada kami mengenai kenabianmu, hai Muhammad. Mengenai hal itu, aku (Ibnu Katsir) katakan, “Bahwa penafsiran demikian itu merupakan hal yang jelas dari redaksi ayat tersebut.” Wallahu a’lam.
Mengenai penafsiran Ayat ini, Abu ‘Aliyah dan ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi mengemukakan, “Hal itu merupakan ucapan kaum kafir Arab.”
Î كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ Ï “Demikianlah pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu,” Menurut mereka, mereka itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
Adapun dalil yang memperkuat pendapat ini dan bahwa orang-orang yang mengatakan hal tersebut adalah kaum Musyrikin Arab yaitu, firman Allah Ta’ala: Î وَإِذَا جَآءَتْهُمْ ءَ ايَةٌ قَالُوا لَن نُّؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَآأُوتِيَ رُسُلُ اللهِ Ï “Apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata: ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan rasul-rasul Allah.'” (QS. Al-An’am: 124) Juga firman-Nya:
Ï وَقَالُوا لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ اْلأَرْضِ يَنبُوعًا أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ اْلأَنْهَارَ خِـلاَلَهَا تَفْجِيرًا أَوْ تُسْقِطَ السَّمَآءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ قَبِيلاً أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِّن زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَآءِ وَلَن نُّؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَّقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إِلاَّ بَشَرًا رَّسُولاً Î
“Dan mereka berkata: ‘Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu me-mancarkan mata air dari bumi untuk kami. atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hing-ga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca.’ Katakanlah: ‘Mahasuci Rabb-ku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul.’” (QS. Al-Isra’: 90-93) Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan kekufuran orang-orang musyrik Arab.
Dan permintaan mereka akan berbagai hal itu hanyalah merupakan kekufuran dan keingkaran semata. Sebagaimana yang dikemukakan oleh umat-umat terdahulu sebelum mereka dari kalangan Ahlul Kitab dan juga yang lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Ï يَسْئَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَـزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِّنَ السَّـمَآءِ فَقَـدْ سَأَلُوا مُوسَـى أَكْبَرَ مِن ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللهَ جَهْـرَةً Î
“Ahlul Kitab meminta kepadamu agar engkau menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.’” (QS. An-Nisaa’: 153)
Dan firman Allah Ta’ala, Î تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ Ï “Hati mereka mirip.” Maksudnya, hati orang-orang musyrik Arab itu adalah serupa dengan hati orang-orang sebelum mereka dalam kekufuran dan keingkaran serta kesombongan mereka. Sebagaimana firman-Nya berikut ini:
Î كَذَلِكَ مَآأَتَى الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَ Ï “Demikianlah tidak seorang pun rasul yang datang kepada orang-orang sebelum mereka melainkan mereka mengatakan: ‘Ini adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Adz-Dzariyah: 52-53)
Dan firman-Nya, Î قَدْ بَيَّنَّا اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُـونَ Ï “Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat itu kepada kaum yang meyakini.” Artinya, Kami (Allah) telah menerangkan dalil-dalil yang menunjukkan kebenaran para rasul yang dengannya sudah tidak lagi diperlukan pertanyaan dan tambahan lain lagi bagi orang-orang yang meyakini, membenarkan, dan mengikuti para rasul, serta memahami bahwa apa yang dibawa mereka itu adalah dari sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sedangkan orang yang telah dikunci mati hati dan pendengarannya dan diberikan penutup pada pandangannya oleh Allah Ta’ala, maka mereka inilah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
Î إِنَّ الَّذِيـنَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَآءَتْهُمْ كُلُّ ءَ ايَةٍ حَتَّـى يَرَوُا الْعَذَابَ اْلأَلِيـمَ Ï “Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Rabb-mu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan adzab yang pedih.” (QS. Yunus: 96-97).
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلاَ تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya Kami telah mengutus (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan di-minta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS. 2:119)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أُنْزِلَتْ عَلَـىَّ د إِنَّآ أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا خ قَالَ: بَشِيْرًا بِالْجَنَّةِ وَنَذِيْرًا مِنَ النَّارِ.
“Telah diturunkan kepadaku ayat: ‘Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.’ Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Yaitu) berita gembira berupa surga dan peringatan dari api neraka.”
Dan firman-Nya, . وَ لاَ تُسْئَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ / “Dan engkau tidak akan dimintai (pertanggungjawaban) tentang penghuni neraka.” Dibaca oleh mayoritas ulama dengan وَلاَتُسْئَلُ dengan mendomahkan huruf ta ( تُ )yang berkedudukan sebagai khabar (predikat), yang berarti, “Kami tidak akan bertanya kepadamu mengenai kekufuran orang-orang yang kafir kepadamu.” Hal ini sama seperti firman-Nya: . فَإِنَّمَا عَلَيْكَ البَلاَغُ وَ عَلَيْنَا الحِسَـابُ / “Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, sedang Kami-lah yang menghisab amarah mereka.” (QS. Ar. Ra’d: 40) Dan beberapa ayat yang serupa dengan itu.
Sedangkan ulama lainnya membaca dengan “وَلاَ تَسْأَلْ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْـمِ” dengan memfathahkan huruf ta, yang berkedudukan sebagai nahyu (larangan) dengan arti, “Janganlah engkau menanyakan keadaan mereka.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, ia menceritakan, “Aku pernah bertemu dengan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, lalu kukatakan: ‘Beritahukan kepadaku mengenai sifat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat di dalam kitab Taurat.’ Maka ia pun menjawab: ‘Baik, demi Allah, sesungguhnya beliau itu disifati di dalam Taurat seperti sifatnya di dalam al-Qur’an: ‘Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan, serta melindungi orang-orang yang ummi.’ Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku, Aku menamaimu Mutawakkil. Tidak kasar dalam berbicara, tidak keras hati, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak mem-balas suatu kejahatan dengan kejahatan, tetapi beliau adalah senantiasa memaaf-kan dan memberikan ampunan. Beliau tidak akan dicabut nyawanya sehingga beliau meluruskan millah (agama) yang telah menyimpang dengan mengajak agar manusia mengucapkan, Laa ilaaha illa Allah. Maka dengan hal itu akan terbuka semua mata yang buta dan telinga-telinga yang tuli serta hati-hati yang telah tertutup.” (Hadits di atas hanya diriwayatkan oleh Bukhari).
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ , الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمن يَكْفُرْ بِهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi men-jadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120) Orang-orang yang telah kami beri al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. 2:121)
Mengenai firman Allah جَـلَّ ثَنَا ؤُهُ (Yang Mahatinggi pujian bagi-Nya): . وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ / “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka,” Ibnu Jarir mengatakan: “Yang dimaksud dengan firman-Nya itu adalah, ‘Hai Muhammad, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu selamanya, karenanya sudahlah tidak usah lagi kau cari hal yang dapat menjadikan mereka rela dan sejalan dengan mereka. Akan tetapi arahkan perhatianmu untuk mencapai ridha Allah dengan mengajak mereka kepada kebenaran yang kamu diutus dengannya.’”
Dan firman Allah Ta’ala, . قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى / “Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’” Artinya, “Katakanlah, wahai Muhammad, sesungguhnya petunjuk Allah yang Dia telah mengutusku dengannya adalah petunjuk yang sebenarnya, yaitu agama lurus, benar, sempurna, dan menyeluruh.”
Qatadah meriwayatkan, Telah disampaikan kepada kami bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِـى يُقَاتِلُوْنَ عَلَـى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّـى يَأْتِـىَ أَمْرُ اللهِ.
“Akan tetap ada suatu kelompok dari umatku yang terus berjuang memegang teguh kebenaran, di mana orang-orang yang menentang mereka tidak dapat mem-beri mudharat kepada mereka, sehingga datang perintah (keputusan) Allah.”
Penulis (Ibnu Katsir) mengatakan, hadits tersebut dikeluarkan dalam kitab Shahih, dari Abdullah bin ‘Amr.
Firman Allah Ta’ala,
. وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَالَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيْرٍ / “Dan sesungguhnya jika engkau mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” Dalam ayat tersebut terdapat ancaman keras bagi umat yang mengikuti cara-cara orang-orang Yahudi dan Nasrani setelah umat ini mengetahui isi al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu. Khithab (sasaran pembicaraan) dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi perintahnya ditujukan kepada umatnya.
Mayoritas para fuqaha menggunakan firman Allah Ta’ala, . حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ / “Sehingga engkau mengikuti agama mereka,” sebagai dalil bahwa semua kekufuran itu adalah satu Millah (agama), karena Allah telah menggunakan kata Millah dalam bentuk mufrad (tunggal) seperti juga yang difirmankan Allah Ta’ala: . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ / “Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)
Berdasarkan hal itu, tidak ada saling mewarisi harta warisan antara orang-orang muslim dengan orang-orang kafir. Sementara masing-masing dari mereka berhak mengambil warisan dari kaum kerabatnya baik yang satu agama mau-pun tidak (asal bukan agama Islam. Pent.), karena mereka semua adalah satu millah (kepercayaan). Demikian merupakan pendapat Imam Syafi’i, Abu Hanifah, dan Ahmad dalam sebuah riwayatnya.
Dalam riwayat lain Imam Ahmad berpendapat seperti pendapat Imam Malik, “Bahwasanya antara dua pemeluk agama yang berbeda tidak boleh saling mewarisi, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.” Wallahu a’lam.
Dan firman Allah Ta’ala, . الَّذِينَ ءَ اتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ / “Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.” Dari Qatadah, bahwa Sa’id meriwayatkan: “Mereka itu adalah para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.”
Abul ‘Aliyah mengatakan, Ibnu Mas’ud mengemukakan: “Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud dengan mem-bacanya dengan bacaan yang sebenarnya, adalah menghalalkan apa yang dihalal-kan-Nya dan mengharamkan-Nya apa yang diharamkan serta membacanya sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Ta’ala, tidak mengubah kalimat dari tempatnya, dan tidak menafsirkan satu kata pun dengan penafsiran yang tidak seharusnya.”
Al-Hasan al-Bashri mengatakan: “Mereka mengamalkan ayat-ayat muhkam di dalam al-Qur’an dan beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat yang ada di dalamnya, serta menyerahkan hal-hal yang sulit difahami kepada yang mengetahuinya.”
Mengenai firman-Nya, . يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ / “Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “(Maksud ayat itu adalah), mereka mengikutinya dengan sebenar-benarnya.” Setelah itu Ibnu Abbas membaca ayat, . وَالْقَمَرِ إِذَا تَلاَهَا / “Dan bulan apabila mengiringinya,” (QS. Asy-Syams: 2) ia mengatakan, (kata تَلاَهَـا pada ayat ini maksudnya) yaitu mengikutinya.
Firman Allah Ta’ala, . أُوْلَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ / “Mereka itu beriman kepadanya,” merupakan khabar (penjelasan) dari firman-Nya, . الَّذِينَ ءَ اتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ / “Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.” Artinya, “Barangsiapa di antara Ahlul Kitab yang menegakkan kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya, maka ia akan beriman kepada apa yang engkau bawa, hai Muhammad. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
. وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَاْلإِنجِيلَ وَمَآأُنـزِلَ إِلَيْهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأَكَلُوا مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْـتِ أَرْجُلِهِم / “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (al-Qur’an), yang diturunkan kepada mereka dari Rabb mereka, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al-Maidah: 66)
Artinya jika kalian benar-benar menegakkan (mengamalkan) Taurat, Injil, dan al-Qur’an, beriman kepadanya dengan sebenar-benarnya, serta membenarkan kandungannya yang memuat berita-berita mengenai pengutusan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sifat-sifatnya, perintah untuk mengikutinya dan membantu serta mendukungnya, niscaya hal itu akan menuntun kalian kepada kebenaran dan menjadikan kalian mengikuti kebaikan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah جَلَّ ثَنَا ؤُهُ:
. الَّذِيـنَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّـيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِـي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنجِيلِ / “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapatkan tertulis di dalamTaurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al-A’raf: 157)
Dan dalam hadits shahih Muslim disebutkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، لاَسَيْمَعُ بِى أَحَدٌ مَنْ هَذِهِ اْلأُمَّـةِ، يَهُوْدِىٌّ وَ لاَ نَصْرَانِىٌّ، ثُمَّ لاَ يُؤْمِنُ بِى، إِلاَّ دَخَلَ النَّارَ.
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang aku, lalu ia tidak beriman kepadaku, melainkan ia akan masuk neraka.”
Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA, dkk. (Pustaka Imam As-Syafi’i)