Prinsip Jurnalisme Konvensional Berseberangan dengan Ajaran Islam

KIBLAT.NET, Jakarta – Urgensi perumusan regulasi tersendiri bagi jurnalis muslim telah menjadi prioritas saat ini. Sebab, kerangka jurnalistik yang selama ini dibangun oleh media konvensional jauh berbeda dengan nilai-nilai jurnalistik Islam. Hal itu disampaikan oleh pengamat dunia Islam, Abu Rusydan dalam acara ‘Daurah Jurnalistik’ pada Sabtu, 2 November 2013.

Tokoh yang memiliki latar belakang pendidikan komunikasi di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta ini mengkritisi prinsip-prinsip jurnalisme konvensional yang berseberangan dengan ajaran Islam.

“Dari sisi berita, jurnalisme konvensional selalu mengedepankan hal-hal sensasional. Bad news is good news. Zaman dulu, ada contoh yang popular. Jika ada orang digigit anjing itu belum jadi berita. Tapi, kalau ada orang menggigit anjing, baru dikatakan berita,” ujar Abu Rusydan pada para jurnalis muslim yang tergabung dalam Jurnalis Islam Bersatu (JITU).

Padahal, konsep pemikiran demikian bertentangan dengan Surat Al Hujurat, QS 49:11-12.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Jurnalistik Islam mengedepankan kebenaran dan menghindari hal-hal berbau sensasional yang bersifat merendahkan, mencela orang, berprasangka, mencari keburukan dan menggunjing (ghibah) saudaranya.

“Sampah-sampah kehidupan dalam surat Al-Hujurat menjadi komoditi jurnalistik konvensional; sensasi, persangkaan, tajassus dan sebagainya,” tutur Abu Rusydan lebih lanjut.

Kemudian, konsep pemikiran jurnalistik konvensional yang harus dikritisi ialah pemikiran using yang mengatakan bahwa jurnalis yang baik ialah jurnalis yang mampu menampilkan sampah menjadi emas.

“Kehidupan hari ini seperti kotoran yang ditaro di atas piring emas dan dilapisi sebuah tisu,” ujarnya menggambarkan. [sdqfajar]