Eramuslim.com – Middle East Monitor menerbitkan sebuah analisa menarik terkait krisis politik di Mesir. Analisa tersebut menyebut bahwa Mesir kini menghadapi perjuangan menentukan ideologi dan identitas negara, dan bagaimana mendefinisikan dirinya sendiri dalam peran yang bersifat regional maupun Internasional, dan bukan hanya sebatas krisis politik yang terkait dengan perebutan kekuasaan saja.
Analisa tersebut menjelaskan bahwa slogan “Hidup….kebebasan…keadilan sosial” yang menjadi tuntutan revolusi 25 Januari memang telah disepakati oleh berbagai pihak yang terdiri dari gerakan Islam, kaum kiri, Nasionalis, dan Liberal, namun tampaknya muncul perbedaan terkait filosofi kerja dan metode pelaksanaannya. mengingat bahwa ada dua kubu ideologi yang bersaing di Mesir – dan juga di negara Arab serta Islam- yaitu Islam dan Liberal, sedangkan kubu lain hanya merupakan faksi dari dua kubu besar tersebut.
Di dalam analisa tersebut juga disebutkan bahwa sejak gerakan Islam berkuasa setelah revolusi 25 Januari mulai muncul “proyek Islamisasi” dimana hal ini tidak dapat diterima oleh beberapa pihak, kemudian muncul isu bahwa Ikhwanul Muslimin berusaha untuk memonopoli kekuasaan dan memaksakan Ideologinya pada semua aspek kehidupan. Bahkan disebutkan bahwa kesuksesan proyek Islamisasi itu sebenarnya sangat bertentangan dengan proyek yahudi di Mesir. (hr/im)