JAKARTA (voa-islam.com) – Dimintai pendapat dan saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang perayaan seminar Internasional Al Ghadir oleh IJABI, MUI dalam suratnya tertanggal 24 Oktober 2013 berpendapat, bahwa MUI tidak memberi rekomendasi kepada pihak kepolisian agar acara tersebut tidak diberikan izin dan dibatalkan.
“Sehubungan dengan hal tersebut, dengan beberapa pertimbangan bahwa Syiah di Indonesia ini masih bermasalah dan demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia maka Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia berpendapat, agar acara tersebut tidak diberikan izin,” tulis surat MUI yang ditandatangani oleh Wakil Sekjen MUI.
Dalam surat tersebut MUI juga melampirkan fatwa MUI tentang Syiah 7 Maret 1984, serta buku Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) diminta mencabut izin penyelenggaraan acara yang akan digelar di Jakarta itu.
Perayaan Idul Ghodir di Indonesia yang digelar hari ini, Sabtu (26/10)dinilai sebagai misi ekspansi ideologi. Acara bertema “Imam Ali as. Putra Ka’bah Pemersatu Umat” ini akan diselenggarakan di gedung SMESCO (SME) Convention Hall, Jalan Gatot Subroto Kav. 94, Jakarta Selatan.
Kabarnya, sudah berkali-kali acara seminar Syiah ditolak di berbagai daerah, seperti di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Solo. Bahkan belum lama ini terjadi konflik komunal di Sampang, Madura dan Jember, Jawa Timur.
Ideologi Transnasional Syiah
Sementara itu, Majelis Mujahidin (MM) dalam rilis persnya menyampaikam lima sikap. Dalam surat resmi yang ditandatangani Ketua Lajnah Tanfidziyah MM, Irfan S. Awwas di Yogyakarta, Rabu (23/10/2013) menegaskan:
Pertama, perayaan Idul Ghodir oleh Syiah dianggap sebagai hari paling agung untuk mendewakan sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu (ra). Perayaan ini melebihi Idul Fitri dan Idul Adha, tidak dikenal dalam Islam.
“Kedua, kegiatan ritual-ritual Syiah yang semarak di Indonesia adalah bentuk ekspansi ideologi Transnasional Syiah, yang disusupkan dengan bantuan Kedutaan Besar Iran di Indonesia, dengan melakukan distorsi terhadap ajaran-ajaran Islam,” jelas Irfan. Ekspansi tersebut dalam rangka memenuhi pesan imam besar Syiah, Khomeini, yaitu mengekspor Revolusi Syiah ke negara-negara Islam di dunia.
MM juga menyebut, segala aktifitas Syiah di Indonesia membawa misi ekspor revolusi Syiah Iran ke negara-negara Muslim. Hal ini diawali dengan penyusupan ajaran Syiah, sehingga tatanan Islam jadi rusak, yang akhirnya mereka bisa menggalang loyalitas Syiah.
Keempat, pemerintah Indonesia diimbau selalu mewaspadai ideologi Transnasional Syiah, demi menjaga stabilitas serta keutuhan bangsa dan negara Indonesia dari intervensi asing.
“Pemerintah cq. Kepolisian (Polri. Red) dan pihak terkait supaya mencabut izin acara perayaan Idul Ghodir bertema “Imam Ali as. Putra Ka’bah Pemersatu Umat” tersebut, karena mencederai dan melecehkan Islam dan umatnya serta kewibawaan negara RI,” bunyi seruan terakhir MM.
Kelima sikap dalam surat yang juga ditandatangani Sekretaris Lajnah M. Shabbarin Syakur itu, MM bermaksud mengantisipasi konflik komunal antar ormas-keagamaan.
Irfan S. Awwas menyebut, saat pemerintah Indonesia sibuk memberantas “teroris”, kesempatan ini dimanfaatkan para propagandis Syiah yang berpura-pura anti-terorisme. “Propagandis Syiah menyelusup dan menguasai basis strategis di pemerintahan; menjadi anggota legislatif, pejabat negara, persis seperti dilakukan kader-kader komunis,” ungkap Irfan.
Irfan mengatakan, ekspansi ideologi transnasional Syiah yang dilakukan sejak tahun 80-an mulai menuai hasil di Indonesia. Para propagandis Syiah berani tampil terbuka, tidak lagi sembunyi di balik taktik taqiyah.
Saat ini, menurut MM, Syiah mengganti pendekatan kekerasan dengan diplomasi. Termasuk dengan mengundang tokoh masyarakat dan para pejabat negara untuk berkunjung ke Iran. Juga dengan mendirikan Iran Corner di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta.
“Mereka (Syiah. Red) menyusup ke basis-basis strategis umat melalui berbagai macam lembaga, ormas keagamaan, MUI, serta memanfaatkan secara optimal potensi negara basis Iran dengan misi diplomasi,” ungkap Irfan dalam surat yang juga ditandatangani sekretaris lajnah M. Shabbarin Syakur.