وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلاَ مِنْهَا رَغَداً حَيْثُ شِئْتُمَا وَلاَ تَقْرَبَا هَـذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الْظَّالِمِينَ, فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُواْ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebab-kan kamu termasuk orang-orang yang zhalim. (QS. 2: 35) Lalu keduanya di-gelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”. (QS. 2: 36)
Allah berfirman mengabarkan kemuliaan yang dikaruniakanNya ke-pada Adam, -setelah Dia memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka mereka pun bersujud kecuali Iblis- bahwa Dia memperkenankan Adam untuk tinggal di surga di mana saja yang ia sukai, memakan makanan yang ada di surga sepuas-puasnya, makanan yang banyak, lezat, lagi baik.
Para ulama berbeda pendapat mengenai surga yang ditempati oleh Adam, apakah berada di langit atau di bumi. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surga itu berada di langit. Al-Qurthubi menuturkan bahwa kaum Mu’tazilah dan Qadariyah, berpendapat bahwa surga itu berada di bumi.
Konteks ayat tersebut menunjukkan bahwa Hawa diciptakan sebelum Adam masuk ke surga. Hal itu secara gamblang telah dikemukakan oleh Muhammad bin Ishak, dimana ia mengatakan, seusai mencela Iblis, Allah Ta’ala mengarahkan pandangan kepada Adam, yang Dia telah mengajarkan kepadanya semua nama benda, lalu Dia berfirman, Î يَا ءَ ادَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْـمَآئِهِمْ Ï “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” (Maka setelah memberi-tahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” dan seterusnya) pent. Sampai firman-Nya: Î إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ Ï “Sesungguhnya Engkau Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.”
Lebih lanjut Muhammad bin Ishak mengatakan, kemudian tertidurlah Adam, menurut keterangan yang kami terima dari ahlul kitab, yaitu dari ahli kitab Taurat dan lainnya, dari Ibnu Abbas dan ulama lainnya.
Kemudian diambil sepotong tulang rusuk dari sisi tubuh sebelah kiri, dan membalut tempat itu dengan sepotong daging. Sementara Adam masih tertidur lalu Allah menciptakan dari tulang rusuknya itu isterinya, Hawa. Selanjutnya Dia menyempurnakannya menjadi seorang wanita agar Adam merasa tenang bersamanya.
Allah berfirman, Î ياَئاَدَمُ اسْـكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْـجَنَّةَ وَكُلاَ مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا Ï “Hai Adam, tempatilah olehmu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik, di mana saja yang kamu sukai.”
Sedangkan firman-Nya, Î وَلاَ تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ Ï “Dan janganlah kamu dekati pohon ini,” merupakan cobaan dan ujian dari Allah Ta’ala bagi Adam.
Imam Abu Ja’far bin Jarir rahimahullah mengatakan, “Yang benar mengenai hal adalah jika dikatakan bahwa Allah Ta’ala telah melarang Adam dan isterinya untuk memakan buah pohon tertentu saja dari pohon-pohon yang terdapat di surga dan bukan seluruh pohon. Tetapi keduanya memakan buah dari pohon tersebut. Dan kita tidak tahu pohon apa yang ditentukan Allah itu, karena Dia tidak memberikan dalil untuk hal itu kepada hamba-hamba-Nya baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits shahih.”
Di dalam tafsirnya, ar-Razi juga mentarjih tafsir ayat tersebut tetap di-biarkan samar. Dan itulah yang lebih tepat.
Dan firman-Nya, Î فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا Ï “Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga.” Dibenarkan juga dhamir pada kata ‘anha itu kembali ke kata jannah (surga), sehingga maknanya sebagaimana bacaan Ashim, Î فَأَزَلَّهُمَا Ï, yaitu menyingkirkan keduanya. Î فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ Ï “Dan keduanya dikeluarkan dari keadaan semula,” yaitu dari pakaian, tempat tinggal yang lapang, rizki yang menyenangkan, dan ketenangan.
Firman-Nya:
Î وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوُُ وَلَكُمْ فِي اْلأَرْضِ مُسْتَقَرُُّ وَمَتَاعٌ إِلىَ حِينٍ Ï
“Dan kami katakan, turunlah kamu sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” Yakni tempat tinggal, rezki, dan ajal sampai waktu yang ditentu-kan dan batas yang ditetapkan, dan kemudian datang hari kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيْهِ الشَّمْسُ يَوْمَ الْجُمُعَةُ فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا
“Sebaik-baik hari yang di dalamnya matahari terbit adalah hari Jum’at di mana di dalamnya Adam diciptakan, pada hari itu juga ia dimasukkan ke surga, dan pada hari itu juga ia dikeluarkan darinya”. (HR. Muslim dan an-Nasa’i)
Ar-Razi mengatakan: “Ketahuilah bahwa di dalam ayat ini terdapat ancaman keras terhadap berbagai bentuk kemaksiatan dari beberapa sisi. Pertama orang yang menggambarkan apa yang terjadi pada diri Adam ‘alaihissalam yang disebabkan oleh keberaniannya melakukan kesalahan kecil itu, maka ia akan merasa benar-benar takut untuk mengerjakan berbagai macam kemaksiatan.
Seorang penyair pernah mengemukakan:
يَا نَاظِـرُ يَـرْنُوْ بِعَيْنَـىْ رَاقِـدِ * وَمُشَاهِدًا لِلأَمْـرِ غَيْرَ مُشَاهِدِ
تَصِلُ الذُّنُوْبَ إِلَى الذُّنُوْبِ وَتَرْتَجِى * دَرَجَ الْجِنَانِ وَنَيْلَ فَوْزِ الْعَابِدِ
أَنَسِيْـتَ رَبَّكَ حِيْـنَ أَخْرَجَ آدَمَا * مِنْهَا إِلَى الدُّنْيَا بِذَنْبٍ وَاحِـدِ
Hai orang yang senantiasa melihat dengan dua mata tertutup, dan yang menyaksikan sesuatu hal dalam keadaan tidak sadar.
Kau sambung satu dosa dengan dosa yang lain, lalu kau berharap me-nemukan jalan menuju ke surga serta mendapat keuntungan ahli ibadah.
Apa kau lupa terhadap Rabb-mu, ketika Dia mengeluarkan Adam dari-nya (surga) ke dunia hanya dengan satu dosa.
Ar-Razi menuturkan bahwa Fathi al-Mushili mengatakan: “Kita adalah kaum yang sebelumnya penghuni surga, lalu iblis menjerumuskan ke dunia, maka tiada kami rasakan kecuali kedukaan dan kesedihan hingga kami di-kembalikan ke tempat dari mana kita dikeluarkan (surga)”.
Jika dikatakan, bila surga yang darinya Adam dikeluarkan itu berada di langit, sebagaimana dikemukakan oleh jumhur ulama, lalu bagaimana mungkin iblis masuk ke surga tersebut padalah ia telah diusir dari sana sesuai ketetapan takdir, bukankah ketetapan takdir itu tidak dapat ditentang?
Sebagian ulama mengatakan, bahwa Iblis itu kemungkinan menggoda keduanya dari luar pintu surga. Dalam hal ini al-Qurthubi telah menyebutkan beberapa hadits tentang ular dan memberikan penjelasan baik dan berguna tentang hukum membunuhnya.
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabb-nya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Mahapenerima taubat lagi Maha-penyayang. (QS. 2:37)
Ada yang berpendapat bahwa kalimat dalam ayat ini ditafsirkan dengan firman Allah Ta’ala: Î قَالاَرَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَـنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَـرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيـنَ Ï Keduanya berkata, “Ya Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf: 23)
Pendapat yang demikian itu diriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair, Abu al-Aliyah, Rabi’ bin Anas, Hasan bin Bashri, Qatadah, Muhammad bin Ka’ab al-Quradzi, Khalid bin Ma’dan, Atha’ al-Khurasani dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.
Dan firman-Nya, Î إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ Ï “Sesungguhnya Dia Mahamenerima taubat lagi Mahapenyayang.” Artinya, Allah Ta’ala menerima taubat orang yang bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Sebagaimana firman-Nya: Î أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ Ï “Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya.” (QS. At-Taubah: 104)
Dan banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala mengampuni berbagai macam dosa dan menerima taubat orang yang bertaubat kepada-Nya. Ini merupakan bagian dari kelembutan terhadap hamba-hamba-Nya, dan rahmat yang dicurahkan-Nya kepada mereka, tiada Ilah yang hak melainkan hanya Dia semata, yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.
قُلْنَا اهْبِطُواْ مِنْهَا جَمِيعاً فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ , وَالَّذِينَ كَفَرواْ وَكَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا أُولَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Kami berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka ber-sedih hati”. (QS. 2: 38) Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. 2: 39)
Allah Ta’ala memberitahukan tentang peringatan yang pernah diberikan kepada Adam dan isterinya serta Iblis ketika Dia menurunkan mereka dari surga. Yang dimaksudkan yaitu (kepada) anak keturunannya, bahwa Dia akan menurunkan kitab-kitab dan mengutus para nabi dan rasul. Sebagaimana dikatakan Abu al-Aliyah, yang dimaksud al-hudaa adalah para nabi, rasul, serta penjelasan dan keterangan.
Î فَـمَن تَبِـعَ هُدَايَ Ï “Maka barangsiapa yang mengikuti pentunjuk-Ku.” Artinya, orang yang menerima kitab yang diturunkan dan menyambut para rasul yang diutus. Î فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ Ï “Niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka.” Yaitu dalam hal perkara akhirat yang akan mereka hadapi. Î وَلاَ هُمْ يَحْـزَنُونَ Ï “Dan tidak pula mereka bersedih hati.” Yaitu atas berbagai urusan dunia yang tidak mereka peroleh.
Dan firman-Nya, Î وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِئَايَاتِنَآ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ Ï “Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” Maksudnya, mereka kekal abadi di dalam neraka itu, tidak akan dapat menghindar dan tidak pula dapat menyelamatkan diri darinya.
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُهَا فَلاَ يَمُوْتُوْنَ فِيْهَا وَلاَ يَحْيَوْنَ، وَلَكِنَّ أَقْوَامٌ أَصَابَتْهُمُ النَّارُ بِخَطَايَاهُمْ فَأَمَاتَتْهُمْ إِمَاتَةً، حَتَّى إِذَا صَارُوْا فَحْمًا أُذِنَ فِي الشَّفَاعَةِ
“Adapun penghuni neraka, yang mereka memang akan menepatinya. Mereka tidak mati dan tidak pula hidup di dalamnya. Namun ada beberapa kaum yang masuk neraka disebabkan oleh dosa-dosa mereka, maka matilah mereka karena api neraka sehinggga tatkala mereka menjadi arang, diizinkanlah untuk mendapat-kan syafa’at.” (HR. Muslim)
Disebutkannya kata ihbath (penurunan Adam, Hawa dan Iblis) yang kedua ini karena makna sesudahnya yang berkaitan dengannya berbeda dengan ihbath (penurunan) pertama. Wallahu a’lam.
Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA, dkk. (Pustaka Imam As-Syafi’i)