Hukum Suami yang Mengharamkan Istrinya atau Budak Suaminya
Jika ada seorang laki-laki yang mengharamkan istrinya atau budak perempuannya untuk dirinya sendiri, maka yang demikian itu termasuk sumpah yang harus ditebus dengan kafarat. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata,
“Barangsiapa mengharamkan istrinya, maka ia menjadi sumpah yang harus ia tebus dengan membayar kafarat.”
Di antara ulama yang berbicara panjang lebar mengenai masalah ini adalah al-Hafizh Ibnu Qayim, ia telah membahasnya panjang lebar di dalam kitabnya al-Huda. Ia menyebutkan tiga belas pendapat yang berkembang menjadi dua puluh pendapat. Selanjutnya, di dalam kitabnya yang sudah sangat terkenal, yaitu I’lamul Muqaqqi’in, ia menyebutkan ada lima belas pendapat. Berikut ini penulis pilihkan lima pendapat di antara yang penulis anggap mendekati dalil yang ada, yaitu:
Pendapat pertama, bahwa ucapan seorang suami kepada istrinya “Kamu haram bagiku,” merupakan suatu permainan semata dan jelas tidak benar, yang tidak berakibat apa pun kepadanya.
Pendapat kedua, pendapat ini menyatakan, jika dengan kata-kata itu dimaksudkan sebagai talak, maka telah jatuh talak karenanya. Dan jika tidak diniati talak, maka yang demikian itu sebagai sumpah.
Pendapat ketiga, pendapat ini menyatakan bahwa di dalamnya terdapat kafarat zhihar.
Pendapat keempat, bisa saja seorang suami meniati ucapan tersebut dengan jumlah talak yang dikehendakinya, namun jika ia meniatinya dengan talak satu, maka itu sebagai talak ba’in, dan jika tidak diniati dengan talak, maka yang demikian itu termasuk ila’. Dan jika ia meniatinya sebagai perkataan dusta, maka tidak jatuh talak di antara mereka.
Pendapat kelima, hal itu dianggap sebagai sumpah dan harus bayar kafarat atasnya.
Perlu diketahui bahwa pendapat yang pertama telah ditarjih oleh sekelompok ulama muta’akhirin. Menurut saya, pendapat inilah yang paling rajih jika suami itu menghendaki pengharaman istrinya. Dan jika si suami itu menghendaki talak dengan kata-kata itu, maka tidak ada dalil yang menunjukkan pelarangan terjadinya talak tersebut.
Pendapat-pendapat tentang masalah ini telah dirangkum dengan baik oleh Imam al-Baghawi dalam kitabnya, Syarh as-Sunnah, ia mengemukakan, jika ada seorang suami mengatakan kepada istrinya, “Kamu haram bagiku,” atau “Aku telah mengharamkanmu,” maka jika ia meniatinya talak, maka hal itu sebagai talak, dan jika meniatinya sebagai zhihar, maka dianggap sebagai zhihar. Dan jika ia menjatuhkan talak, maka dengan hal itu tidak dianggap talak dan tidak juga diangap zhihar, tetapi ia berkewajiban membayar kafarat sumpah karena ucapannya tersebut. Demikian halnya jika ia meniati ucapan itu untuk mengharamkan fisik istrinya, maka ia tidak haram baginya, tetapi ia tetap harus membayar kafarat sumpah.
Sumber: Diringkas oleh tim redaksi alislamu.com dari Syaikh Hassan Ayyub, Fiqh al-Usroh al-Muslimah, atau Fikih Keluarga, terj. Abdul Ghofar EM. (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 307 – 314