Ustadz, salah satu keluarga saya sekarang berbaring di rumah sakit, batang otaknya sudah rusak, selama ini dia dipakaikan alat pemacu pernafasan. Kami sekeluarga sedang bermusyawarah dalam masalah ini, boleh nggak mencabut alat pemacu pernafasan tersebut, mengingat biaya perawatannya mahal, dan kami sudah tidak sanggup lagi ?
Jawaban :
Saudaraku, perlu diketahui bahwa para ulama dan para ahli medis berbeda pendapat di dalam menentukan kematian seseorang :
Pendapat Pertama : bahwa kematian ditandai dengan tidak adanya denyut jantung dan tidak adanya tanda-tanda kehidupan lainnya dalam diri seseorang
Pendapat Kedua : bahwa kematian bisa ditandai dengan rusaknya batang otaknya, walaupun denyut jantungnya masih bergerak, apalagi gerakan tersebut dibantu dengan alat pemacu.
Berdasarkan pendapat kedua, maka dibolehkan keluarganya untuk mencabut alat pemacu pernafasan, jika para dokter menyatakan bahwa batang otaknya sudah rusak. Hal tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan :
1. Bahwa kematian otak, secara otomatis menyebabkan kematian tubuh secara umum atau hilangnya nyawa.
2. Alat bantu pernafasan hanyalah alat yang dipasang di tubuh yang sudah tidak berfungsi lagi.
3. Pernyataan bahwa seseorang tersebut dikatakan masih hidup, karena masih ada denyut jantung, tidaklah sepenuhnya benar, karena denyut jantung itu berasal dari alat bantu, bukan dari orang tersebut, buktinya jika alat itu dilepas, maka diapun akan mati.
4. Memaksakan diri untuk tetap memasang alat tersebut, padahal batang otaknya sudah mati, adalah memaksakan diri pada hal-hal yang tidak tepat. Karena kita tidak tahu sampai kapan alat itu akan berada pada diri pasien dan berapa besar biaya yang harus ditanggung keluarga untuk sesuatu yang tidak jelas.
5. Kenapa kita tidak memberikan alat tersebut kepada orang lain yang lebih membutuhkannya, barangkali dia bisa ditolong nyawanya dengan alat bantu tersebut. Walalhu A’lam