Thawaf Wada

Haji

Ada orang mengerjakan Thawaf Wada’ di pagi hari, kemudian tidur dan baru pergi setelah Ashar, apakah sangsinya?

Jawaban:

Dia harus mengulang Thawaf Wada’ untuk umrah dan haji, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang pergi sehinga mengakhirinya di Baitullah yaitu melakukan Thawaf Wada’ terlebih dahulu.”(Diriwayatkan Muslim){Ditakhrij oleh Muslim dalam kitab Al-Hajj, bab”Wujubu Thawaf al-Wada’ wa Suquthuhu ‘An Al-Haid”,[963]}.

Beliau bersabda seperti ini pada waktu haji wada’ dan sejak itulah Thawaf Wada’ diwajibkan untuk pertama kalinya. Tidak ada hadits lain tentang umrah Rasulullah sebelum itu, yang menunjukkan bahwa beliau melakukan Thawaf Wada’ sebelum pulang; karena Thawaf wada’ diwajibkan pada waktu Haji Wada’. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tunaikan umrahmu sebagaimana kamu menunaikan kewajiban hajimu.”(Muttafaq ‘Alaihi){Ditakhrij oleh Al-Bukhori dalam kitab Al-Hajj, bab”Ghaslu Al-Khuluq Tsalatsa Marat”,[1536];dan Muslim dalam kitab Al-Hajj, bab”Maa Yubaahu li Al-Mahram Bihajjin au Umratin”,[1180]}.

Secara umum amalan haji dan umrah adalah sama, kecuali wukuf, mabit dan melempar Jumrah, karena menurut kesepakatan ulama’ ketiga amalan itu adalah khusus dalam haji, sedangkan sisanya sama. Karena itulah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menamakan Umrah dengan haji kecil, seperti yang dijelaskan dalam hadits Amr bin Hazm yang panjang yang terkenal yang diterima oleh para ulama’, walaupun sebenarnya hadits mursal, tetapi menjadi shahih karena para ulama menerimanya.

Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah …” jika Thawaf Wada’ termasuk kesempurnaan haji maka dia juga termasuk kesempurnaan umrah.

Jika orang yang melakukan umrah itu masuk Masjidil Haram dengan penghormatan, maka sesungguhnya dia tidak keluar darinya kecuali dengan penghormatan pula.

Dengan demikian, Thawaf Wada’ hukumnya wajib dalam umrah seperti haji. Ada sebuah hadits yang ditakhrij oleh At-Tirmidzi, “Jika seseorang melaksanakan haji dan umrah maka janganlah dia pergi sehingga mengakhirinya di Baitullah, yaitu melakukan Thawaf Wada’ terlebih dahulu.”{Ditakhrij oleh Abu dawud dalam kitab Al-Manasik, bab”Fi Al-Wada’,”[2002] dan At-Tirmidzi dalam kitab Al-Hajj, bab “Maa Jaa’a fi Hajjin Au Umratiin Falyakun Akhira Ahdihi bi Al-Bait”,[946]}.

Hadits ini ada kelemahan, karena hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hajjaj bin Artha’. Seandainya hadits ini tidak dhaif, tentu akan menjadi nash yang sharih dalam masalah ini dan bisa menjadi penengah bagi perbedaan pendapat. Tetapi karena kedhaifannya, hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, hanya saja kaidah-kaidah yang kami jelaskan sebelumnya menunjukkan atas wajibnya melaksanakan Thawaf Wada’ untuk umrah.

Tetapi, jika Anda melakukan Thawaf Wada’ untuk Umrah, itu lebih hati-hati dan lebih bisa menghilangkan tanggung jawab; karena jika Anda melakukan Thawaf Wada’ dalam umrah, tidak seorang pun menyalahkan Anda, tetapi jika Anda tidak melakukan Thawaf Wada’, tentu orang yang mewajibkan Thawaf Wada’ akan berkata kepada Anda bahwa Anda salah. Pada saaat itulah orang yang melakukan Thawaf Wada’ menjadi benar, sedangkan orang yang tidak melakukan Thawaf Wada’ menjadi salah menurut sebagian ahlul ilmi.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fataawaa Arkaanil Islam, atau Tuntunan Tanya-Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, Haji: Fataawaa Arkaanil Islam, terj. Muniril Abidin, M.Ag (Darul Falah, 2005), hlm. 598-600.