Hidayatullah.com – Konsep kerukunan umat beragama yang keliru, dinilai Ketua MUI Jawa Timur, KH Absussomad Buchori hanya akan melahirkan disharmoni umat bergama. Di antara konsep kerukunan yang datang dari luar negeri (Barat), dan dikembangkan ke Indonesia oleh kelompok berpaham liberal.
“Sebab pluralisme agama itu lebih cenderung mencampur-adukkan ajaran agama,” ujarnya di hadapan 50 alim-ulama se Jawa Timur, termasuk Ketua PWNU dan PW Muhammadiyah Jawa Timur dalam sebuah makalah bertema “Peran Ulama dalam Menciptakan Harmonisasi Kehidupan Masyarakat” belum lama ini.
Karenanya, Kiai Somad meminta para kiai dan ulama membedakan makna konsep kerukunan secara benar. Misalnya perbedaan makna antara pluralisme dengan pluralitas.
“Sebab pluralisme itu bukan terjemahan dari Bhineka Tunggal Ika. Kalau Bhineka Tunggal Ika itu sebuah kenyataan perbedaan dan pluralitas yang ada di Indonesia, namun pluralisme justru lebih menggiring seseorang meyakini pemahaman tertentu.”
Karenanya, ia mengharapkan agar tokoh-tokoh Muslim dan para ulama tidak lagi menggunakan istilah ‘pluralisme agama’ untuk konsep kerukunan umat beragama.
Selanjutnya, ia mengutip seorang orientalis Barat, John Hick tentang defenisi pluralisme agama yang mengatakan bahwa pluralisme agama sebagai paham yang mengajarkan semua agama adalah sama. Karenanya, menurut Kiai Somad, pengikut pluralisme agama selalu mengklaim semua agama adalah sama dan sama-sama benar.
Ujung pluralisme agama adalah relativisme agama, di mana mengatakan kebenaran sebuah agama itu hanya relative (tidak pasti), ujar Kiai Somad. (fayyadh)