Masya Allah!! GP Anshor, NU, Gereja & Misionaris Kristen Bersatu Hadang FPI

Ansor Nu Kristen Gereja Jombang

JOMBANG (voa-islam.com) – Tak mau kalah dengan gerombolan Jaringan Islam Liberal (JIL) bersama kaum bencong, pria rambut gimbal bertato dan cewek perokok bertato yang menggelar aksi “Indonesia Tanpa FPI” di Jakarta.

Di bawah payung aliansi Bhineka Tunggal Ika, GP Ansor Jombang bersama sekitar 15 ormas NU dan Kristen yang ada di Kabupaten Jombang Jawa Timur menyatakan siap menghadang masuknya Front Pembela Islam (FPI) ke kota santri itu. Bahkan, GP Anshor mengancam, jika FPI berulah, Ansor siap pasang badan dengan menurunkan Banser (Barisan Ansor Serbaguna).

Ketua GP Ansor Jombang , Solahaul Am Notobuono alias Gus Aam mengklaim sudah mengumpulkan organisasi lintas agama. Selanjutnya, 15 ormas tersebut menandatangani pernyataan sikap keberatan atas hadirnya FPI di Jombang. Ke-15 ormas itu di antaranya PC NU, Badan Kerjasama Gereja-gereja (BKSG), INTI, Ansor, Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia (PGLII), Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jombang, Gereja Bethany Jombang, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), PMII, Lakpesdam NU, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jombang, dan Persaudaraan Lintas Agama dan Etnis (Prasasti) Jombang.

Dalam surat pernyataan itu, mereka mendesak seluruh keamanan dan pemerintah kabupaten Jombang agar mempertimbangkan acara yang akan digelar oleh FPI di Jombang. Karena menurut mereka, jejak rekam FPI selama ini identik dengan aksi-aksi kekerasan. Nah, 15 organisasi yang tergabung dalam justru khawatir FPI akan menyebabkan keresahan warga Jombang.

Gus Aam mengatakan, Jombang merupakan tempat keharmonisan umat beragama di Indonesia. “Untuk itu kami siap mempertahankan keberadaan yang sudah kondusif ini,” tukasnya, sebagaimana dikutip sebuah situs Katolik, Rabu (29/2/2012).

Hal senada dilontarkan Pendeta Christian Muskanan, dari PGLII (Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia). Menurutnya, Kabupaten Jombang selama ini cukup harmonis. Mulai antar etnis hingga antar agama. Pihaknya malah khawatir kehadiran FPI dapat memperkeruh keharmonisan yang sudah terjalin di Jombang.

“Apalagi jejak rekam FPI identik dengan kekerasan. Ini sangat berbahaya,” tambah pendeta Christian.

Surat pernyataan yang keberatan sejumlah ormas itu selanjutnya akan dikirim ke Muspida setempat. Mulai dari Kapolres, Bupati, Komandan Kodim, hingga Kejari, Ketua DPRD, serta Ketua Pengadilan Negeri (PN). Dan berharap surat ini dijadikan pertimbangan.

Didukung Warga Jombang, FPI Tak Gentar

Isu pembubaran ormas FPI baik di Jakarta maupun di berbagai daerah yang terus menggelinding itu tidak membuat FPI Jombang gentar. Bahkan, mereka bertekad untuk terus mempertahankan eksistensi FPI, apapun yang terjadi. Karena FPI adalah organisasi yang legal.

Tekad itu dilontarkan oleh Ketua FPI Jombang, Habib Abu Bakar Assegaf, sepekan sebelumnya. “Kita menolak adanya upaya pembubaran FPI yang diserukan musuh-musuh. Kita adalah ormas legal,” tegas Abu Bakar.

Abu Bakar berpandangan, orang-orang yang menyerukan pembubaran FPI hanyalah aktivis liberal yang tidak pernah konsisten dalam bersikap. Artinya, di satu sisi mereka berteriak demokrasi, tapi di sisi lain ingin semua seperti mereka. Mereka tidak mau ada kelompok berbeda. Padahal jika benar demokrasi, mereka mestinya menerima setiap perbedaan yang ada.

Aktivitas FPI di Jombang, lanjut Abu Bakar, lebih cenderung sebagai majelis zikir setiap Sabtu malam di kediamannya. Nah, di tempat itulah mereka membaca berbagai macam dzikirm dan salawat diiringi rebana.

Abu Bakar memastikan bahwa setiap dalam kegiatan rutinan FPI itu tidak pernah ada ceramah yang mencaci maki ataupun menjelek-jelekkan kelompok lain. “Jadi keberadaan kita ini sangat diterima masyarakat. Bahkan mereka mengharapkan kehadiran kita,” paparnya.

Penerimaan FPI di Jombang itu, kata Abu Bakar, dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengadukan keresahannya. Salah satu contohnya yakni saat Cafe D’Bor di belakang Masjid Jami, Jalan Arif Rahman Hakim terlibat konflik dengan warga di sekitarnya pada bulan puasa lalu. Saat itu, warga yang tak terima karena terusik cafe buka hingga malam hari di bulan puasa terlibat perkelahian dengan penjaga cafe. “Begitu warga mengadu ke kita, kita langsung datangi lokasi,” katanya. (fayyadh)