Remaja Turki Bakal Dilarang ke Masjid

Presiden Sukuler

Pemerintahan sekuler Tajikistan memalui Presiden Imomali Rachmon menandatangani undang-undang yang melarang remaja mendatangi masjid dan tempat ibadah lainnya.

Alasan peraturan ini dinilai penting untuk menghindari merebaknya ekstrimisme berbasis agama.

Larangan itu diberlakukan Rabu (3/08/2011), saat warga Muslim sedang memulai bulan suci Ramadhan, tanpa kecaman dari kelompok-kelompok keagamaan yang menyesalkan langkah tersebut.

Undang-undang baru itu melarang remaja di bawah usia 18 tahun beribadah di masjid atau gereja dan mewajibkan mereka belajar di sekolah-sekolah sekuler, lapor kantor berita Aziya-Plus.

Pihak berwenang menegaskan perubahan itu akan membantuk meredam penyebaran “fundamentalisme” keagamaan di negara mayoritas Muslim itu tapi sekuler.

Majelis tinggi parlemen negara tersebut menyetujui sebuah rancangan undang-undang (RUU) “tanggungjawab orangtua”, yang melarang anak-anak usia di bawah 18 tahun beribadah di masjid dan gereja dan mewajibkan mereka belajar di sekolah-sekolah sekuler. “RUU itu bertujuan melindungi kepentingan generasi mendatang di Tajikistan,” dalih ketua majelis tinggi Makhmadsaid Ubaydullayev dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, para pemuka muslim marah menanggapi peraturan baru ini. Mereka mengatakan Presiden Rachmon yang sejak 1992 berkuasa di negara bekas Uni Soviet itu tidak tahu apa yang saat ini sedang terjadi di masyarakat.

“Larangan (terhadap remaja) untuk beribadah di masjid-masjid akan memicu reaksi negatif di antara rakyat,” tegas ulama terkemuka dan mantan wakil perdana menteri Akbar Turadzhonzoda dalam sepucuk surat terbuka kepada presiden.

Tajikistan berpenduduk 7,5 juta jiwa, 98 persen di antaranya memeluk Islam. Sayangnya, di bawah pemerintahan sekular kaum Muslim yang mayoritas justru mengalami banyak tekanan. Tak heran jika para pejabat Tajikistan khawatir perkembangan pesat Islam di negaranya, khususnya pasca revolusi rakyat Arab yang terjadi secara beruntun dan merebaknya kebangkitan Islam ke berbagai negara lain.

Rakhmon tahun lalu memanggil pulang para siswa Tajikistan yang menimba ilmu di luar negeri setelah menuding berbagai institusi asing melakukan langkah-langkah untuk “mempersiapkan teroris”. (Fani/hdt)