MUI Jatim Tidak Puas SK Gubernur tentang Larangan Ahmadiyah

Larang Ahmadiyah

Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori menyatakan ketidakpuasannya atas SK Gubernur Jatim yang hanya melarang aktivitas Jamaah Ahmadiyah, tetapi tidak menyebutkan sanksi tegas bagi pelanggarnya.

“Terus terang, kami tidak puas karena hanya larangan menjalankan aktivitas, bukan pembubaran Ahmadiyah seperti fatwa kami,” kata Kiai Shomad, seusai mengikuti pembacaan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tentang pelarangan aktivitas Ahmadiyah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (28/2).

Ia menegaskan bahwa Ahmadiyah bukanlah sekte dalam Islam, tapi justru telah menodai Islam. Ahmadiyah tidak mau mengakui ayat 40 Surat Al Ahzab yang isinya menegaskan bahwa Nabi penutup (khotamul Anbiya’) adalah nabi Muhammad SAW.
“Ahmadiyah justru mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, bahkan kitab sucinya bukan lagi Al Quran, tapi Tadzkirah,” sebut kiai kharismatik ini.

Ia mengatakan, pemerintah harusnya tegas membubarkan Ahmadiyah, karena kewenangan ada di pemerintah pusat. Ia mengimbau pemerintah jangan takut dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) jika membubarkan JAI.

Sebuah kelompok yang melakukan penistaan agama itu, seharusnya dikategorikan melakukan pelanggaran paling berat di atas pelanggaran HAM. Sehingga tak ada alasan lagi untuk tidak membubarkan Ahmadiyah dan itu bukan termasuk pelanggaran HAM.

“Mereka mengaku Islam, tapi nabi terakhirnya bukan Nabi Muhammad SAW. Ini jelas menyinggung umat Islam. Apa ini tidak melanggar HAM?” terangnya.

Abdusshomad mengharapkan, pemerintah bisa adil dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah yang jelas-jelas meresahkan masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Di Indonesia, sambungnya, banyak aliran Islam dan ormas Islam. Harusnya Ahmadiyah itu bisa memilih bergabung dengan berbagai aliran itu daripada terus mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir dan mengubah beberapa ayat suci Alquran.

“Pengikut Ahmadiyah itu sesat. Meski mengaku shalat, puasa, serta menjalankan ritual ibadah lainnya, tapi esensi ajarannya bertentangan dengan Islam. Ini yang tidak benar,” tegas Abdusshomad.

Sekretaris GUIB Ustaz M Yunus mengatakan, pihaknya akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Grahadi pada 10 Maret 2011 untuk menuntut pembubaran Ahmadiyah.

“Kami akan mengerahkan sedikitnya 1.500 orang dalam aksi nanti,” katanya usai mengikuti acara pertemuan dengan Gubernur Jatim dan Forpimda di Grahadi, Senin (28/2).

GUIB merupakan forum yang mewadahi ormas-ormas Islam di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini menuntut pembubaran Ahmadiyah.

Gubernur Jawa Timur Keluarkan SK Larang Ahmadiyah

Menyusul Wali Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur terkait pelarangan Ahmadiyah. SK bernomor 188/94/KPTS/013/2011 tersebut melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dapat memicu dan menyebabkan terganggunya ketertiban masyarakat Jawa Timur.

“Ini adalah pelarangan kegiatan Ahmadiyah, bukan pembubaran,” kata Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Senin (28/2) dalam konferensi pers yang dihadari puluhan wartawan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.

Meski demikian Soekarwo mengatakan, Ahmadiyah masih boleh melakukan ibadah asal di tempatnya sendiri.

“Mereka masih boleh melakukan ibadah ritualnya di tempat ibadahnya sendiri. Tapi, jika sampai menyebarkan dan melakukan kegiatan yang bisa mengganggu kenyamanan masyarakat, maka Ahmadiyah tak boleh melakukannya,” ujar Gubernur Jatim, Soekarwo.

Hadir dalam kesempatan itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Badrodin Haiti, Pangdam V/Brawijaya Mayjen Gatot Nurmantyo, Ketua DPRD Jatim Imam Sunardi, Kejati Jatim Abdul Taufiq dan Ketua MUI Jatim KH. Abdussomad Bukhori.

SK Gubernur Jawa Timur ini juga menyebutkan empat point larangan terhadap Ahmadiyah; Pertama, larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan maupun media elektronik. Kedua, larangan memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum. Ketiga, larangan memasang papan nama Masjid, mushollah, lembaga pendidikan dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Keempat, larangan menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam segala bentuk.

Menurut Pak De, demikian Gubernur Jawa Timur ini akrab dipanggil, dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan sebagai upaya maksimal pemerintah Provinsi dalam menjaga ketertiban di Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya tertanggal 28 Pebruari 2011, SK Gubernur itu juga ditembuskan ke sejumlah institusi di Indonesia. Seperti, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Kepala Kejaksaan Agung, Ketua DPRD Jatim, Pangdam V/Brawijaya, Kapolda Jatim, Kajati Jawa Timur, Kakandepag Propinsi Jawa Timur, Kapolda Jawa Timur, Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Timur serta PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI).

Pak De juga mengaju, sebelum SK ini dikeluarkan, telah mengajak berdiskusi dengan pengurus Ahmadiyah yang mengaku tak berkeberatan.

Sebelumnya, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah. SK Wali Kota bernomor: 200/160/FKPPM.1/II/2011, dikeluarkan dengan pertimbangan untuk menjaga suasana Kota Samarinda agar tetap kondusif dan agar terjalin kerukunan antarumat beragama.

Red: Fani
Sumber: Hidayatullah