Dekonstruksi Sunnah dari Warisan Kolonial

Pihak yang bermusuhan dengan sunnah dan Islam dalam sejarah Indonesia adalah pemerintah kolonial Belanda. Mereka menyusun konspirasi menghancurkan sunnah dinegeri ini. Tidak hanya merusak secara fisik dengan membunuh rakyatsipil, menghancurkan bangunan, dan mencuri harta umat Islam, mereka juga melakukan dekonstruksi pemikiran.

Mereka memerangi umat Islam dari dalam rumah mereka sendiri dan menyebarkan virus pemikiran di tengah masyarakat dengan simbol-simbol Islam. Mereka menugaskan Snouck Hurgronje untuk mempelajari Islam dan menyebarkan fitnah di tengah masyarakat Muslim. Semua itubertujuan melanggengkan kekuasaan kolonial dengan cara memanipulasi, pura-pura masuk Islam, dan cara keji tanpaperikemanusiaan.

(Keterangan singkat tentang Snouck Hurgronje: Ia dilahirkan di Kota Oosterhout, 8 Februari 1857, meninggal di Leiden pada 26 Juni 1936. Meraih gelar Ph.D dalam bahasa-bahasa Semit tahun 1880 dengan disertasi yang berjudul “Perayaan Mekah”. Ia berasal dari keluarga pendeta Protestan tradisional, mirip Ortodoks. Tetapi, lingkungan pendidikannya bercorak liberal dan bebas. Ia berguru kepada seorang misionaris dan pastur kenamaan, Theodor Noeldekhe di Schtrasburg. Setelah kembali dari sana pada 1881, ia ditunjuk sebagai dosen ‘Islamic Studies’ di sebuah institut yang mengader calon karyawan di Hindia Belanda (Indonesia) di Leiden. Pada tahun 1885 Snouck Hurgronje melakukan pengembaraan spionase ke Jazirah Arab (Arab Saudi), dan ia tinggal di Mekah selama enam bulan. Kemudian ia diusir dari kota suci Mekah pada Agustus 1885 berdasarkan informasi dari DeputiKonsul Prancis di Mekah. Snouck pada suatu hari didatangi oleh seorang pegawai Turki (Utsmani) di rumah kediamannya di Mekah dan memberitahukan kepadanya agar meninggalkan Kota Mekah segera. Snouck Hurgronje mempunyai beberapa karya, ada yang besar dan ada pula makalah-makalah kecil. Yang besar antara lain: “Perayaan Mekah”, “Aceh”, “Negeri Jabo dan Penduduknya”. Sebagian dari karya itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia belakangan ini, khususnya setelah terlaksanaperjanjian kerja sama budaya yang populer dengan sebutan INIS).

Langkah Kolonial Belanda ini adalah titik awal orientalisme di Indonesia, yang kemudian ditindaklanjuti pada periode berikutnya. Atas nama kerja sama budaya, pengiriman mahasiswa dan dosen untuk melakukan studi Islam ke pusat-pusat studi orientalisme di Eropa dan Amerika pun dilakukan. Semua ini dikemas dengan rapidan terancang dengan baik.

Seperti diketahui para pengamat, orientalisme punya hubungan erat dengan imperialisme dan kristenisasi. Orientalisme menyuplai informasi kepada kaum kolonial tentang negeri jajahan berkaitan dengan agama, aliran, dan watak penduduknya. Sejara gamblang, hal ini dijelaskan oleh Edward Said, dalam bukunya berjudul Orientalisme. Ia menulis, “Pengetahuan tentang masyarakat daerah jajahan Timur membuat proses menguasai merekamenjadi mudah dan gampang. Pengetahuan memberikan kekuatan, dan tambahan kekuatan membutuhkan tambahan pengetahuan.” (Prof. Dr. Edward Said, Al-Istisyraq, (edisi bahasa Arab) terj. Kamal Abu Deib, Muassasah al-Abhats al-‘Arabyiyah, Beirut, cet. kedua, 1984, hlm. 68).

Kerja sama kaum orientalis dan imperalis diakui oleh beberapa orientalis. Stephen Wild, seorang orientalis Jerman kontemporer, menuturkan, “Dan yang paling keji, terdapat kelompok yang menamakan diri ‘kaum orientalis’ yang menggunakan pengetahuan tentang Islam dan sejarahnya untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Ini adalah kenyataan pahit yang harus diakui kaum orientalis yang setia pada misi mereka dengan segala kejujuran.” (Prof. Dr. Mahmud Hamdy Zaqzuq, Al-Istisyraq wa al-Khalfiyyah al-Fikriyyah li ash-Shira’ al-Hadhari, Dar al-Manar, Kairo, cet. kedua, 1409 H, hlm. 55).

Pengakuan Stephan Wild ini terbukti dalam kasus Snouck Hurgronje. Sebagian orentalis Belanda memberinya gelar “Pahlawan Penebus”, karena dianggap telah menjadi tebusan bagai Al-Masih. Hingga hari ini, seperti dijelaskan Dr. Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Hurgronje punyapengaruh besar terhadap orientalis di Belanda dan Eropa. (Prof. Dr. Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Ru’yah Islamiyyah li al-Istisyraq, Al-Murtada al-Islami London, cet. kedua, 1411 H, hlm. 59).

Sepak terjang Hurgronje adalah cerita yang dikenal luas oleh umat Islam Indonesia. Siasat licik ini dipakai Belanda melihat masyarakat Indonesia yang agamis dan sangat percaya kepada ulama, khususnya daerah yang teguh memeluk Islam, seperti Aceh.

Sepanjang sejarahnya, politik penguasa Islam di Aceh tuntuk pada ulama dan ahli fikih dalam masalah politik, ekonomi, dan sosial. Belanda tidak mampu mendekati–apalagi menguasai–daerah ini, meskisegala upaya dikerahkan dengan didukung tentara bersenjata modern.

Belanda menugaskan Snouck Hurgronje mempelajari Islam di Mekah. Selain itu, Hurgronje ditugaskan mencari informasi dan memata-matai gerakan anti penjajahan oleh orang Indonesia di Mekah. Ia berangkat ke Mekah pada tahun 1885M dan tinggal selama enam bulan di Hijaz. Ia berbaur dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di sana dan bergaul dengan para ulama.

Hurgronje masuk Mekah dengan berpura-pura masuk Islam, berganti nama menjadi Abdul Ghaffar dan tampil sebagai Muslim di hadapan umat Islam. Di Mekah ia menghadiri berbagai pengajian dan menjalin hubungan erat dengan para ulama Mekah dan Indonesia, khususnya asal Jawa, Sumatra, dan Aceh. (Drs. Ridwan saidi, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, LSIP, cet. pertama, 1993, jilid 2, hlm. 58).

Hurgronje merekomendasikan pemerintah Belanda agar melancarkan perang berdarah terhadap umat Islam Aceh. Perang inidipimpin Jenderal van Heutz yang bergelar “Pedang Terhunus Snouck” dan menghancurkan perkampungan dan penduduknya, perempuan dan anak-anak, bahkan hewan ternak. Dalam menghadapi perlawanan rakyat Aceh, tentara Belanda membunuh lebih dari seratus ribu umat Islam Aceh. (Prof. Dr. Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Ru’yah Islamiyyah li al-Istisyraq, Al-Murtada al-Islami London, cet. kedua, 1411 H).

Lebih keji lagi, Hurgronje menikahi dua wanita Muslimah Indonesia setelah menyamar sebagai Muslim sekaligus ulama. Ia mempunyai putra dan putri dari kedua Muslimah itu. Belakangan diketahui Hurgronje pulang ke negerinya dan mati dalam keadaan kafir. (Drs. Ridwan saidi, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, LSIP, cet. pertama, 1993).

Penilaian serupa juga datang dari kaum orientalis sendiri. Seorang cendekiawan Belanda, Van Koningsveld, meneliti riwayat hidup Hurgronje ketika bertugas sebagai peneliti pada bagian dokumentasi jurusan studi Arab dan Islam, Universitas Leiden. Koningsveld mempelajari riwayat dan sejarah hidup Hurgronje yang menodai ilmu dan amanah ilmiah serta menggadaikan hidupnya demi kepentingan dunia. Van Koningsveld banyak mengkritik dan mencela Hurgronje dalam simpulan objektif yang dimuat dalam bukunya yang berjudul Tangan-Tangan Kotor Snouck Hurgronje. (Drs. Ridwan saidi, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, LSIP, cet. pertama, 1993).

Dalam aktivitas spionase di Mekah, Hurgronje berkonsentrasi mempelajari sosiologi masyarakat Indonesia, khususnya komitmen agama dan kepercayaan terhadap ulama. Ia juga berupaya menelisik gerak-gerik para pemimpin dan ulama Islam di Hijaz dan rencana mereka berjihad melawan kolonial Belanda.

Seperti diketahui, musim haji adalah waktu yang tepat berkomunikasi dan saling tukar informasi di antara pemimpin umat dari berbagai belahan dunia, sekaligus mencarikan solusi persoalan mereka. Terdapat kontak-kontak serius antara ulama Indonesia yang tinggal di Hijaz dengan pemimpin-pemimpin Indonesia yang datang berhaji. Belanda sadar bahwa aktor intelektual dan inspirator gerakan-gerakan massa di Indonesia adalah para ulama yang pernah belajar di Mekah dan Madinah.

Buku Perayaan Mekah Karya Snouck Hurgronje

Buku ini menjadi media misi Kristen dan Yahudi. Tidak satu halaman pun yang tidak memuat upaya distorsi, penyesatan, dan kekufuran yang disengaja.

Awalnya, buku ini adalah disertasi doktoral Hurgronje. Seharusnya, sebuah disertasi bebas dari asumsi, sintesis, serta simpulan yang mendahului analisis sang peneliti, apalagi penyimpangan sengaja. Tetapi, posisi sebagai penganut Kristen dan misionaris, bahkan warna Yahudi, sangat jelas dalam sikap dan pemikirannya.Hurgronje menafsirkan seluruh tata cara ibadah haji sesuai keyakinannya.

Hurgronje menggambarkan ritual haji seperti thawaf dan mencium Hajar al-Aswad sebagai praktik paganisme yang direduksi Islam. (Cristian Snouck Hurgronje, Perayaan Mekah (Het Mekkaansche Feest), INIS, Jakarta, 1989, Hlm. 2). Menurutnya, Islam adalah agama Muhammad dan Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi karangan Muhammad. Oleh karena itu, Hurgronje tidak mengakui kenabian Muhammad saw.

Seandainya Hurgronje adalah peneliti objektif, ia tidak punya pilihan selain mengakui bahwa Islam adalah agama Allah, Al-Qur’an adalah wahyu, dan Muhammad saw. adalah penutup para nabi. Alasannya, prinsip-prinsip ini diterangkan dalam kitab-kitab samawi seperti Taurat dan Injil. Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut. “(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yangummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalamTaurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka darimengerjakan yang mungkar.”(Al-A’raf: 157).

Sifat-sifat Rasulullah bahkan telah diterangkan dalamTaurat dan Injil, sama seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an. Hal iniditegaskan kalangan ahli kitab yang telah memeluk Islam, seperti Ka’ab al-Ahbar dan Abdullah bin Salam. Di antara sifat-sifat tersebut dalam Taurat adalah sebagai berikut. “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutus Anda sebagai saksi, pembawa gembira, pemberi peringatan, dan penjaga bagi kaum yang buta huruf. Engkau adalah hamba sekaligus Rasul-Ku. Kunamaiengkau Al-Mutawakkil, tidak keras dan kasar, tidak pula tinggi suara dan tercampur suaranya (serak) di pasar, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, tapi memaafkan dan mengampuni.” (Ahmad bin Al-Husein al- Baihaqi (458 H), Dalail al-Nubuwwah, Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, cet. pertama, 1405 H, juz 1, hlm. 374, dan 376).

Sekali lagi, seandainya objektif, Hurgronje akan mengakui kenabian Muhammad saw. seperti yang dilakukan oleh Buhaira saat mengetahui ciri-ciri Muhammad seperti yang dikabarkanoleh Nabi Musa a.s. dan Isa a.s. Buhaira berkata kepada Abu Thalib yang membawa Muhammad kecil dalam perdagangannya ke Syam, “Pulanglah dengan keponakanmu ke negerimu, waspadalah terhadap orang Yahudi. Demi Allah, jika mereka melihatnya dan mengetahui apa yang aku ketahui, pasti mereka akan berbuat jahat. Sebab, sesungguhnya kedudukan keponakanmu ini sangat agung.” (Abu Muhammadbin ‘Abdi al-Malikbin Hisyam (213 H), As-Sirah an-Nabawiyyah, editor Thaha ‘Abd ar-Rauf Sa’ad, Maktabah al-Kuliyyahal-Azhariyyah, Kairo, cet.ketiga, 1398 H/1978 M, juz 1, hlm. 189. Perlu disebutkan di sini bahwa Imam Adz-Dzahabi,kritikus hadits terkemuka mengkritik riwayat ini dari sisi sanad dan matannya. Ia menilai riwayat tersebut ‘mungkar’. Riwayat terkuat mengenai kisah itu adalah riwayat dalam Jami’ at-Tirmizi, juz 5, hlm. 590-591. Tirmizi berkomentar, “Hadits ini adalah hasan gharib, tidak kami dapatkanmelainkan dengan jalur ini.” Imam Al-Hakim an-Naisaburi menilainya shahih dalam Al-Mustadrak, juz 2 hlm. 615-616).

Selain tidak mengakui kenabian Muhammad saw., Hurgronye di dalam bukunya itu menebarkan banyak fitnah dan tuduhan-tuduhan yang tidak objektif. (Di sini tidak kami muat pemikiran-pemikiran Hurgronje tersebut secara keseluruhan, red).

Orientalis Karel Steen Brink

Banyak orang beranggapan bahwa kemerdekaan Indonesia dan berakhirnya penjajahan Belanda pada tahun 1945 sekaligus mengakhiri penyebaran racun pemikiran Hurgronje, berikut orientalisme Belanda. Padahal, Hurgronje meninggalkan banyak kader yang mengikuti jejaknya dan berupayamenyebarkan racun pemikiran pada mereka yang ingin mendalami studi Islam di Indonesia.

Dalam waktu yang relatif singkat, mucnul pula seorang orientalis dan misionaris Belanda bernama Dr. Karel Steenbrink. Ia pernah bekerja di Indonesia selama beberapa tahun sebagai gurubesar di beberapa universitas Islam besar Indonesia, seperti IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah di Jakarta, dan IAIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta. (Karel Steenbrink lahir di Kota Breda, Belanda, tahun 1942. Ia menamatkan studinya di fakultas teologi, jurusan perbandingan agama. Di fakultas ini ia belajar Islam dan bahasa Arab. Kemudian, ia berkunjung ke Indonesia dan tinggal di sini beberapa lama untuk melakukan penelitian lapangan. Ia meraih gelar Ph.D dalam bidang teologi dariUniversitas Katholik Nimigen, Belanda. Ia menduduki beberapa posisi di Belanda, di antaranya tahun 1972-1973 bertugas sebagai peneliti pada Lembaga Penelitian untuk Pengembangan Kristen di Dunia Ketiga, Universitas Leiden. Pada tahun 1978-1979 menjabat sebagai direktur program pendidikan dosen-dosen IAIN di Universitas Leiden. Tahun 1981-1983 menjadi dosen di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Bulan Agustus 1984 pindah ke Yogyakarta menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga. Kumpulan kuliahnya untuk mahasiswa program pascasarjana di IAIN dibukukan dan diterbitkan dengan judul Islam di Indonesia pada Abad ke-19 Masehi.

Steenbrink mengajar mahasiswapascasarjana di kedua universitas tersebut tanpa interupsi dan koreksi siapapun. Ia menyebarkan virus pemikirannya kepada mahasiswa-mahasiswanya, dan pada saat yang sama, ia dengan terus terang mengatakan bahwa ia tidak mengakui Al-Qur’an sebawai wahyu. Menurutnya, Al-Qur’an adalah buatan Muhammad. Ungkapan ini sama dengan apa yang sebelumnya pernah dinyatakan Hurgronje. (Daud Rasyid, Pembaharuan Islam dan orientalisme dalam Sorotan, Usamah Press, Jakarta, cet.pertama, 1414 H/1993 M, hlm. 80).

Penugasan Steenbrink di tempat yang sangat strategis ini, menurut penulis, adalah skenario terencana dan bukan kebetulan. Ia adalah kelanjutan rekomendasi Snouck dalam bentuk kerja sama budaya antara pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia. Kerja sama ini semakin tegas dengan ditandatanganinya perjanjian kedua belah pihak berupa kerja sama budaya dalam studi-studi Islam yang dikenal dengan Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), antara tahun 1989 hingga 1994.

Kerja sama ini dilatarbelakangi oleh Kebijakan Departemen Agama yang ingin mengakselerasikan perkembangan lebih lanjut dari berdirinya IAIN-IAIN di seluruh Indonesia. Kerja sama ini berlangsung dari 1989-1994 dan dibiayai oleh pemerintah Indonesia dan Belanda. Tujuan INIS adalah pengembangan dan penataran tenaga ahli Departemen Agama dan Universitas Islam Negeri dalam bidang studi Islam, dan pengembangan sarana kepustakaan dan penelitian yang memadai di universitas-universitas tersebut. Fase pertama proyek ini berakhir sukses. Tetapi, proyek ini tiba-tiba terputus sebagai dampak memburuknya hubungan diplomatik kedua negara dalam tahun-tahun terakhir.

Walaupun begitu, masih terdapat kerja sama budaya antara pemerintah Indonesia dan Kanada dalam bidang yang sama dan terus berjalan hingga saat ini.

Dalam kerja sama itu pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Agama Munawir Sjadzali dan pemerintah Kanada diwakili oleh Duta Besar Kanada untuk Indonesia. Di pihak Kanada, yang melaksanakan perjanjian kerja sama tersebut adalah The Institute of Islamic Study, McGill University, Montreal, Kanada.

Dalam kesepakatan itu disebutkan akan mengirim 75 orang Indonesia yang terdiri dari dosen dan alumni IAIN untuk menyelesaikan program pascasarjana di Universitas McGill, Kanada. Pemerintah Kanada menawarkan bantuan untuk mengeloladua perpustakaan besar IAIN Syarif Hidayatullah dan IAIN Sunan Kalijaga. Selain itu, pemerintah Kanada juga menawarkan untuk mengirimkan dosen tamu (orientalis) ke Indonesia secara berkala, untuk memberikan kuliah ilmiah secara intensif tentang Islam untuk mahasiswa program pasca sarjana di berbagai IAIN). (Sumber: surat kabar Pelita, Jakarta, tanggal 12 Mei 1990, surat kabar Media Indonesia, Jakarta, tanggal 15 Mei 1990).

Sumber: Diringkas dari Sunnah di Bawah Ancaman: Dari Snouck Hurgronje hingga Harun Nasution, Dr. Daud Rasyid, M.A. (Bandung: Syaamil, 2006), hlm. 5-17.

Oleh: Abu Annisa