Jawaban:
Udzur yang membolehkan untuk berbuka adalah sakit dan bepergian seperti yang dijelaskan Al-Qur’an. Di antara udzur lainnya adalah wanita hamil yang takut akan membahayakan dirinya atau janinnya jika berpuasa, wanita menyusui yang takut akan membahayakan dirinya dan anaknya jika berpuasa, dan seseorang yang perlu berbuka untuk meyelamatkan orang yang sedang menghadapi mara bahaya. Seperti seseorang yang menemukan orang tenggelam di lautan sehiungga orang itu harus berbuka atau menemukan orang di tempat yang terkunci yang di dalamnya ada kebakaran sehingga dia harus berbuka puasa untuk menyelamatkannya. Maka,dalam keadaan seperti ini dia boleh berbuka dan meyelamatkannya. Begitu juga orang yang perlu berbuka supaya kuat dalam berjihad di jalan Allah. Semua itu termasuk sebabsebab yang membolehkan seseorang berbuka puasa, karena Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda kepada shahabat-shabatnya dalam perang Al-Fath, “Besok kalian akan menghadapi musuh dan berbuka akan lebih kuat bagi kalian maka berbukalah.”(Diriwayatkan Muslim).
Jika seseorang menemukan sebab yang membolehkannya berbuka, lalu dia berbuka, maka tidak wajib baginya menahan diri dari makan dan minum pada sisa harinya. Jika telah ditakdirkan bahwa seseorang harus berbuka untuk meyelamatkan orang yang sedang dalam bahaya, maka dia harus tetap berbuka seperti biasa walaupun setelah penyelamatan, karena dia berbuka berdasarkan sebab yang membolehkannya berbuka, maka dia tidak perlu lagi menahan diri pada saat itu karena kehormatan hari itu hilang dengan adanya sebab yang membolehkannya berbuka. Maka dari itu kami berpendapat dengan pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa orang yang sakit, lalu sembuh di siang hari padahal dia sudah berbuka , maka tidak wajib baginya untuk menahan diri dari makan dan minum. Jika seorang musafir telah sampai di negerinya pada waktu siang hari, padahal dia sudah berbuka, maka dia tidak wajib menahan diri. Seorang wanita haid yang suci di pertengahan siang, tidak wajib menahan diri pada sisa siangnya, karena mereka semua berbuka berdasarkan sebab yang membolehkan mereka berbuka. Bagi mereka, pada hari itu tidak ada kewajiban untuk memuliakan berpuasa, karena syariat membolehkan mereka berbuka di dalamnya sehingga mereka tidak wajib menahan diri.
Kasus ini berbeda dengan orang yang baru tahu bahwa dia telah masuk bulan Ramadhan di pertengahan siang. Orang yang baru tahu bahwa dia masuk di bulan Ramadhan setelah pertengahan siang, pada saat itu juga dia harus menahan diri. Perbedaan antara keduanya jelas; jika ada keterangan tentang datangnya bulan puasa di pertengahan siang, maka orang yang baru tahu wajib menahan diri pada sisa hari berikutnya, tetapi dimaafkan jika dia tidak menahan diri sebelum adanya keterangan itu.
Maka dari itu, jika dia tahu bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan, maka dia harus menahan diri. Sedangkan orang yang mendapatkan udzur syar’i seperti yang kami paparkan diatas, diperbolehkan berbuka walaupun dia tahu bahwa hari itu hari puasa. Antara keduanya terdapat perbedaan yang jelas.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa Arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 481