Dunia tampak indah — penuh warna, gemerlap, dan keinginan.
Namun, Ibn al-Jawzi mengingatkan bahwa keindahan dunia sering kali hanyalah ilusi yang menipu hati manusia.
Ia menulis dengan gaya renungan yang menyentuh: dunia bukan tempat tinggal, tapi tempat singgah yang sebentar.
Isi Renungan Ibn Al-Jawzi
“Aku memperhatikan dunia dengan pandangan seorang yang berpikir, maka aku dapati ia seperti bayangan yang tampak indah, tapi bila didekati menghilang.” (Ṣaid Al-Khāṭir, hal. 356)
Ibn al-Jawzi menggambarkan bahwa dunia mempesona siapa pun yang memandangnya dari jauh, namun begitu ia digenggam, kecewa pun datang. Beliau menulis lagi: “Dunia menipu dengan keindahan sementara, lalu meninggalkan luka dalam hati mereka yang tertipu olehnya.” (Ṣaid Al-Khāṭir, hal. 357)
Menurut beliau, fitnah terbesar dunia adalah ketika manusia mencintainya seperti mencintai akhirat. Padahal dunia hanya jembatan menuju tempat yang kekal.
Refleksi untuk Pembaca
Kita semua hidup di dunia, tapi tidak semua mencintainya dengan cara yang benar.
Dunia bukan musuh, namun ketika ia menguasai hati, maka ia menjadi hijab antara manusia dan Allah.
Renungkan sejenak:
- Berapa banyak waktu yang habis untuk mengejar yang fana?
- Berapa banyak amal yang tertunda karena alasan duniawi?
- Berapa banyak hati yang letih mengejar hal yang tak akan dibawa ke kubur?
Ibn Al-Jawzi mengingatkan agar kita menggunakan dunia, bukan diperbudak olehnya.
Penutup
“Dunia adalah taman ujian; siapa yang bersabar di dalamnya akan memetik hasilnya di akhirat.” (Ṣaid Al-Khāṭir, hal. 358)
Keindahan dunia bukan untuk ditolak, tapi untuk diarahkan. Nikmatilah dunia dengan syukur, tapi jangan biarkan ia menipu hatimu. Karena dunia hanyalah bayangan, sedangkan akhirat adalah hakikat.
Sumber: Ibn Al-Jawzi, Ṣaid al-Khāṭir, Dār al-Ma‘rifah, Beirut, hal. 356–358.