Tidak Percaya Pada Takdir

Gambar Orang Menyesal

Allah berfirman:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49)

Ibnu Jauzi menafsirkan ayat ini, terkait sebab turunnya ayat ini ada dua pendapat. Pendapat pertama: Orang-orang musyrik Mekah mendatangi Rasulullah, mereka membantah beliau terkait takdir, lalu ayat ini turun.

Hanya Muslim yang meriwayatkan hadits ini. Abu Umamah meriwayatkan, ayat ini turun berkenaan dengan kelompok qadariyah.

Pendapat kedua: Uskup Najran datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Wahai Muhammad, kau mengatakan bahwa kemaksiatan-kemaksiatan terjadi karena takdir, padahal tidak seperti itu.” Rasulullah kemudian bersabda, “Kalian adalah para penentang Allah.” (Shahih Muslim) Ayat ini kemudian turun:

إِنَّ الْمُجْرِمِينَ فِي ضَلَالٍ وَسُعُرٍ يَوْمَ يُسْحَبُونَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka), ‘Rasakanlah sentuhan api neraka!’ Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 47-49)

Umar bin Khatthab meriwayatkan dari Rasulullah, beliau bersabda, “Ketika Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang kemudian pada har ikiamat, Ia memerintahkan (malaikat) penyeru, lalu ia menyerukan panggilan yang didengar orang-orang terdahulu dan yang kemudian, ‘Mana para penentang Allah?’ Kalangan pendusta takdir kemudian berdiri, mereka kemudian diperintahkan (untuk dimasukkan) ke dalam neraka.”

Allah berfirman:

ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ

“Rasakanlah sentuhan api neraka! Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 47-49)

Mereka disebut sebagai para penentang Allah karena menurut mereka tidak boleh bagi Allah untuk menakdirkan sesuatu kepada seorang hamba lalu Allah menyiksa hamba tersebut karenanya.

Hisyam bin Hassan meriwayatkan dari Hasan yang berkata, “Demi Allah, andai orang yang tidak percaya pada takdir berpuasa hingga tubuhnya kurus seperti tali, kemudian shalat hingga tubuhnya kurus seperti busur, Allah pasti menelungkupkan wajahnya di neraka Saqar, lalu dikatakan kepadanya:

ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ

“Rasakanlah sentuhan api neraka! Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 47-49)

Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, dari hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Segala sesuatu berdasarkan takdir, bahkan kelemahan dan kecerdasan’.” (Shahih Muslim)

Ibnu Abbas berkata, “Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, tertulis dalam Lauhul Mahfuzh sebelum terjadi.”

Allah berfirman:

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Padahal Allah lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Ash-Shaffât: 96)

Ibnu Jarir menjelaskan, bahwa ada dua makna terkait ayat ini. Pertama; artinya sebagai sumber, sehingga maknanya demikian; Allah menciptakan kalian, dan juga amalan kalian. Kedua; artinya sebagai kata penghubung, sehingga maknanya demikian; Allah menciptakan kalian dan menciptakan berhala-berhala yang kalian buat dengan tangan-tangan kalian. Ayat ini menunjukkan bahwa amal perbuatan hamba adalah makhluk. Wallahu a’lam.

Allah berfirman:

فَأَلهمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَنَهَا

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (Asy-Syams: 8)

Ilham adalah sesuatu yang disematkan dalam jiwa. Sa’id bin Jabir berkata, “Allah memastikan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaan.” Ibnu Zayid berkata, “Dengan taufik, Allah menjadikan jiwa untuk ketakwaan, dan membiarkannya untuk perbuatan keji.” Wallâhu a’lam.

Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah bersabda, “Sungguh, Allah memberikan karunia pada suatu kaum lalu mengharuskan mereka (melakukan) kebajikan, lalu memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya. Dan Ia menguji suatu kaum, Ia biarkan mereka dan la cela mereka karena perbuatan-perbuatan mereka, mereka tidak mampu melakukan apa pun selain apa yang ditimpakan kepada mereka, lalu Ia siksa mereka dan Dia Maha Adil.

لَا يُسْئَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْئلُونَ

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (Al-Anbiyâ`: 23)

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan di tengah-tengah kaumnya ada Qadariyah dan Murjiah; sungguh, Allah melaknat kaum Qadariyah dan Murjiah melalui lisan tujuh puluh nabi.” (As-Sunnah(

Diriwayatkan dari Aisyah yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Qadariyah adalah Majusi-nya umat ini.” (Abu Dawud)

Makna Iman

Diriwayatkan dari Ibnu Umar yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap umat memiliki kaum Majusi, dan Majusi-nya umat ini adalah orang-orang yang menyatakan bahwa takdir tidak ada, dan segala urusan terjadi begitu saja. Jika kau bertemu mereka, kabarkan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka terlepas dariku.” (Shahih Muslim). Setelah itu beliau bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tanganNya, andai seseorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung lalu ia menginfakkannya di jalan Allah, (infaknya) tidak diterima hingga ia beriman kepada takdir, baik maupun buruknya.”

Setelah itu, Ibnu umar menyebutkan hadits Jibril dan pertanyaan yang ia sampaikan kepada Nabi. Jibril bertanya, “Apakah iman itu?”, Beliau menjawab, “Bahwa engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kau beriman kepada takdir;baik maupun buruknya.” (Shahih Muslim)

 

Sabda Nabi, “Bahwa engkau beriman kepadaAllah.” Beriman kepada Allah adalah percaya bahwa Allah ada, menyandang sifat-sifat mulia dan sempurna, suci dari sifat-sifat kurang, Ia Maha Esa, tempat meminta segala sesuatu, Pencipta seluruh makhluk, memperlakukan para makhluk seperti yang Ia kehendaki, melakukan apa pun yang Ia kehendaki dalam lingkup kekuasaan-Nya.

Beriman kepada para malaikat adalah percaya bahwa mereka beribadah kepada Allah.

بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُم مِّنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ

“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (Al-Anbiyâ`: 26-28)

Beriman kepada para rasul adalah percaya bahwa mereka benar dalam apa yang mereka sampaikan dari Allah, mereka diperkuat dengan berbagai mukjizat yang menunjukkan kebenaran mereka, mereka menyampaikan risalah dari Allah, mereka menjelaskan apa yang Allah perintahkan pada mereka, mereka wajib dihormati dan tidak dibeda-bedakan satu sama lain.

Beriman pada hari akhir adalah percaya pada hari kiamat dengan segala yang terjadi dan yang ada di sana, seperti kebangkitan setelah kematian, perhimpunan, perhitungan amal, mizan, shirat, surga dan neraka. Surga dan neraka adalah negeri balasan baik bagi orang-orang yang berbuat baik dan siksa bagi orang-orang yang berbuat keburukan. Dan hal-hal lain yang disebutkan dalam riwayat shahih.

Beriman kepada takdir adalah memercayai segala yang telah disebutkan sebelumnya. Intinya seperti yang disebutkan dalam firman Allah:

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Ash-Shaffât: 96)

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49)

Juga yang disebutkan dalam sabda Nabi dalam hadits Ibnu Abbas, “Dan ketahuilah! Andai seluruh umat bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu memberikan suatu manfaat pun padamu selain yang telah Allah takdirkan untukmu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (At-Tirmidzi)

Mazhab salaf dan para imam khalaf, “Barang siapa memercayai hal- hal ini secara pasti tanpa adanya keraguan ataupun kebimbangan, ia adalah orang mukmin sejati, baik berdasarkan dalil-dalil qath’i ataupun keyakinan-keyakinan pasti.” Wallâhu a’lam.

Tujuh puluh tabi’in, imam-imam kaum muslimin, generasi salaf dan fuqaha berbagai wilayah Islam, menyepakati bahwa sunnah yang Rasulullah meninggal dunia dalam kondisi berpegang teguh pada sunnah tersebut adalah:

  1. Rida pada qadha dan qadar Allah.
  2. Berserah diri pada putusan-Nya.
  3. Sabar di bawah hikmah-Nya.
  4. Melakukan apa yang Allah perintahkan.
  5. Melarang apa yang Allah larang.
  6. Beramal dengan ikhlas.
  7. Beriman kepada takdir; baik maupun buruknya.
  8. Meninggalkan perdebatan dan pertikaian-pertikaian dalam agama.
  9. Mengusap sepatu.
  10. Berjihad bersama setiap khalifah, entah dia baik ataupun buruk.
  11. Menshalati orang yang meninggal dunia yang termasuk ahli kiblat (Muslim).

Sumber: Dosa-Dosa Besar, Imam Adz Dzahabi, Ummul Qura, h. 283-288.