قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya) Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. an-Naml: 40)
Kekuasaan adalah Karunia dan Ujian Allah
1) Kekuasaan adalah Karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Bukan semata-mata jerih payah seseorang. Allah berfirman,
قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي
“Ini termasuk kurnia Tuhanku.”
Ini sesuai dengan firman-Nya,
قُلِ اللهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ من تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)
2) Disamping karunia Allah, kekuasaan juga ujian dari Allah.
Nabi Sulaiman memahami bahwa kekuasaaan yang dia miliki dan kemampuan lebih yang Allah berikan kepadanya semata-mata ujian dari Allah. Apakah dia bisa mensyukuri nikmat kekuasaan tersebut dengan memanfaatkannya untuk kemaslahatnya umat manusia, atau justru mengkufurinya dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya dan menyengsarakan rakyat?
لِيَبْلُونِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
“Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. An-Naml: 40)
Syukur akan menguatkan kekuasaan, sedangkan kufur akan melemahkan kekuasaan.
3) Nabi Sulaiman menggunakan kata (إِنَّ رَبِّي) “Sesungguhnya Rabbku” bukan (إِنَّ الله) “Sesungguh- nya Allah” mengisyaratkan bahwa yang memberikan kekuasaan dan kekayaan adalah Allah yang Maha Kaya dan Dermawan. Karena Rabb artinya Yang Mengatur, Merawat, dan Mengurusi. Dialah Rabbu al-‘Alamin (Pengatur Jagad Raya ini)
4) Orang yang mengkufuri nikmat Allah, sungguh jauh melenceng. Karena Allah Maha Kaya (غنِيٌّ) sekaligus Maha Dermawan kepada mereka dan seluruh makhluk-Nya (كريم) Maka yang mengkufuri nikmatnya bagaikan “Air susu yang di balas air tuba.”
Syekh Ibnu Utsaimin di dalam buku al-Mujla Syareh al-Qawa’id al-Mutsla (1/44) menyebutkan bahwa penggabungan dua sifat Allah dalam satu ayat menunjukkan bertambahnya kesempurnaan sifat tersebut dan saling menguatkan satu dengan yang lainnya, seperti penggabungan sifat al- Ghani (Maha Kaya) dengan sifat al-Karim (Maha Dermawan) di dalam (QS. an-Naml: 40) di atas. Karena tidak semua yang kaya itu dermawan dan tidak semua dermawan itu kaya. Anda tidak akan bisa mengambil manfaat dari orang yang kaya, jika dia bakhil dan tidak pula dari orang yang dermawan jika dia fakir. Maka, tidaklah ada yang mempunyai sifat Kaya dan Dermawan yang sempurna kekayaan dan kedermawanannya kecuali Allah. Inilah yang menyebabkan seorang hamba hanya bergantung dan mengharap kepada-Nya.”
Sumber: Menang Tanpa Perang, Ahmad Zain An Najah, Puskafi, Hal 159-162.