
إِنَّ الصَّلوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَبًا مَّوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang- orang yang beriman.” (QS an-Nisa: 103)
Suatu hari, seorang yang telah berusia lanjut, berbadan besar, dan memiliki kedudukan tinggi berkata kepadaku, “Shalat adalah perbuatan baik. Namun, ketika diulang-ulang setiap hari lima kali terasa banyak dan membosankan.”
Lama sesudah perkataan itu diucapkan aku merenung. Ternyata diri ini juga mengungkapkan hal yang sama. Aku pun memikirkannya sejenak. Ternyata diriku juga telah mengambil pelajaran yang sama dari setan. Ketika itulah aku sadar bahwa orang tersebut tampaknya menuturkan kalimat di atas dengan lisan nafsu. Aku pun berbisik dalam hati, “Selama diri dan nafsu ini memerintahkan kepada keburukan, ia harus lebih dahulu diperbaiki. Sebab, orang yang tidak bisa memperbaiki dirinya tidak mampu memperbaiki yang lain.” Aku pun berkata kepadanya: “Wahai diri, dengarkan lima peringatan dariku sebagai jawaban dari ucapanmu yang penuh kebodohan, dalam tidur kelalaian, di atas ranjang kemalasan.”
Peringatan Pertama
Wahai diri yang malang, apakah usiamu abadi? Apakah engkau memiliki jaminan pasti bisa tetap hidup sampai tahun depan, bahkan sampai esok hari? Yang membuatmu merasa bosan melakukan shalat secara berulang-
ulang adalah ilusi dan prasangkamu bahwa dirimu akan hidup selamanya. Lalu, engkau memperlihatkan sebuah dalil seakan-akan dengan kemewahanmu engkau akan kekal di dunia. Apabila engkau menyadari bahwa usiamu sangat singkat dan ia akan lenyap, sudah barang tentu mempergunakan satu bagian dari dua puluh empat bagiannya untuk melakukan satu pengabdian indah dan tugas yang menyenangkan yang merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan abadi tidak akan membosankan. Sebaliknya, ia menjadi sarana pembangkit rasa rindu yang tulus dan cita rasa yang mulia.
Peringatan Kedua
Wahai diri yang rakus, setiap hari engkau memakan roti, minum air, dan menghirup udara. Apakah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang itu membuatmu bosan? Tentu saja tidak. Sebab, mengulang apa yang dibutuhkan tidak membuat bosan. Justru ia membuatmu bisa terus merasa nikmat. Karena itu, shalat yang mendatangkan nutrisi bagi kalbu, air kehidupan bagi ruh, serta hembusan udara bagi perangkat rabbani yang tersimpan di tubuh, pasti tak membuatmu bosan dan jenuh.
Ya, kalbu yang menghadapi berbagai duka dan kesedihan tak terhingga yang menyenangi impian dan kesenangan tak terkira tidak mungkin meraih kekuatan dan nutrisi kecuali dengan mengetuk pintu Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah, Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ruh yang terpaut dengan sebagian besar entitas yang datang dan pergi dengan cepat di dunia yang fana ini tidak bisa mereguk air kehidupan kecuali dengan menghadap kepada sumber kasih sayang Tuhan yang abadi, dan Kekasih yang kekal lewat shalat.
Jiwa manusia yang memiliki daya rasa yang halus di mana ia merupakan perangkat ilahi yang bercahaya, yang dicipta untuk kekal abadi, yang secara fitrah merindukan-Nya, sekaligus cermin yang memantulkan berbagai manifestasi-Nya, tentu ia sangat butuh bernapas di tengah desakan dan tekanan berbagai kondisi dunia yang menghimpit dan gelap. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan menghirup dari jendela shalat.
Peringatan Ketiga
Wahai diri yang tidak sabar, saat ini engkau gusar mengingat penatnya ibadah yang engkau lakukan pada hari-hari yang lalu, serta sulitnya ibadah dan hantaman musibah sebelum ini. Lalu, engkau memikirkan penunaian berbagai kewajiban pada masa mendatang, pelaksanaan shalat, kepedihan dan ujian yang ada. Karenanya engkau menjadi gelisah dan tidak sabar. Mungkinkah ini bersumber dari orang yang memiliki akal?
Orang yang tidak sabar sepertimu tak ubahnya seperti pemimpin yang bodoh yang mengarahkan kekuatan pasukannya yang besar menuju sisi kanan musuh, padahal pada waktu yang sama sisi kanan musuh telah bergerak masuk ke dalam barisan sehingga berhasil mengalahkannya. Kemudian sang pemimpin tadi mengarahkan sisa kekuatannya ke sisi kiri musuh saat tidak ada satupun musuh di sana. Maka, musuh mengetahui titik lemahnya hingga mengarahkan serangannya ke jantung pertahanan hingga menghancurkan sang pemimpin dan pasukannya secara total. Ya, engkau seperti sang pemimpin yang sembrono itu. Pasalnya, berbagai kesulitan dan kepenatan di masa lalu telah berubah menjadi rahmat. Kepedihannya telah hilang dengan menyisakan kenikmatan. Kesulitannya juga telah berubah menjadi pahala. Karena itu semestinya ia tidak melahirkan rasa bosan. Sebaliknya, seharusnya ia melahirkan rasa rindu yang baru, perasaan yang segar, upaya yang sungguh-sungguh untuk terus-menerus mengejarkannya. Adapun hari-hari yang akan datang, ia masih belum tiba. Jika sudah dipikirkan dari sekarang maka sangat bodoh dan dungu. Sebab, tangisan saat ini terhadap sesuatu yang masih bersifat mungkin sama seperti rasa haus dan lapar yang akan dirasakan di masa mendatang.
Jika kondisinya demikian, apabila engkau memiliki akal, renungkan ibadah pada hari ini saja. Ucapkan dalam hati, “Aku akan menyisihkan waktu satu jam untuk menunaikan kewajiban yang sangat penting, nikmat, dan indah, serta mengerjakan satu pengabdian mulia yang mendatangkan pahala besar hanya dengan beban yang ringan. Ketika itulah kemalasan dan ketiadaan semangatmu akan berubah menjadi satu tekad yang menyenangkan.
Wahai diri yang tidak sabar, engkau harus memiliki tiga kesabaran:
Pertama, sabar melaksanakan ketaatan. Kedua, sabar meninggalkan maksiat. Ketiga, sabar menghadapi musibah.
Jika engkau cerdas, jadikan hakikat yang tampak dalam perumpaan di atas sebagai pelajaran dan petunjuk. Ucapkan dengan penuh semangat dan kesatria, “Wahai Yang Mahasabar!” lalu pikullah ketiga jenis sabar di atas. Berpeganglah pada kekuatan sabar yang Allah tanamkan pada dirimu dan berhiaslah dengannya. Sebab, ia sudah cukup untuk menghadapi berbagai kesulitan dan seluruh musibah selama tidak digunakannya di jalan yang salah.
Sumber: Rahasia Kenikmatan Beribadah, Badiuzzaman Said Nursi, Zaman, Hal 60-64.