Kenapa Allah Menjodohkan Nabi Luth dan Nuh Dengan Perempuan Yang Tidak Shalihah?

Kenapa Allah menjodohkan Nabi Luth dan Nuh dengan perempuan yang tidak shalihah? Sementara Allah ta’ala berfirman bahwa laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik dan laki-laki yang buruk hanya untuk perempuan yang buruk. Allah berfirman,

اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (An-Nur: 26)

Pertama, para ulama berbeda pendapat dalam menafsiri makna ayat tersebut dengan dengan tafsiran yang hampir sama, tidak ada kontradiksi antara satu tafsiran dengan yang lain. Sebagian dari mereka memaknai kata thayib dan khabits dengan kebaikan dan keburukan di dalam perkataan, ini adalah pendapat pertama. Maka maksud dari ayat tersebut bahwa ucapan yang keji untuk laki-laki yang keji, laki-laki yang keji pantas mendapatkan ucapan yang keji. Ucapan yang baik untuk laki-laki yang baik, laki-laki yang baik pantas mendapakan ucapan yang baik. Demikian juga untuk wanita. Ini merupakan tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Said bin Zubair, Hasan Al-Bashri dan selain mereka. Dan ini merupakan tafsir dari jumhur (mayoritas) ulama ahli tafsir, seperti Imam Abu Ja’far Ath-Thabari

Berkata Imam Ath-Thabary,

الخبيثات : الخبيثات من القول ، وذلك قبيحه وسيئه ، للخبيثين من الرجال والنساء ، والخبيثون من الناس للخبيثات من القول ، هم بها أولى ؛ لأنهم أهلها ، والطيبات من القول ، وذلك حسنه وجميله ، للطيبين من الناس ، والطيبون من الناس للطيبات من القول ; لأنهم أهلها وأحقّ بها .

“Al-Khabitsat (kekejian) adalah perkataan yang keji, baik keburukannya maupun kejelekannya diprtuntukkan bagi laki-laki dan perempuan yang keji pula. Dan orang yang keji lebih pantas mendapatkan ucapan yang keji. Ath-Thayibat (kebaikan) dari perkataan, baik kebaikan maupun keindahannya diperuntukkan bagi orang-orang yang baik. Dan orang yang baik lebih pantas mendapatkan perkataan dan ucapan yang baik karena mereka lebih berhak untuk mendapatkannya.” (Tafsir Ath-Thabary 19/144)

Adapun pendapat kedua, mereka para ulama tafsir menafsiri kata khabits dan thayyib dengan perbuatan yang buruk dan baik. Maka makna ayat adalah bahwa perbuatan-perbuatan yang keji untuk laki-laki yang keji, laki-laki yang keji pantas mendapatkan perbuatan yang keji. Perbuatan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik pantas mendapakan perbuatan yang baik. Ini adalah pendapat Hubaib bin Abi Tsabit, Atha’ bin Abi Rabbah, dan Qatadah.

Kemudian para imam tersebut menyandarkan perkataan kepada perbuatan, sehingga mereka menggabungkan dua makna tersebut. Berkata Imam Ibnu Taimiyah,

قال جمهور السلف : الكلمات الخبيثة للخبيثين ، ومن كلام بعضهم : الأقوال والأفعال الخبيثة للخبيثين
وقد قال تعالى ( ضرب الله مثلاً كلمة طيبة ) ، ( ومثل كلمة خبيثة ) ، وقال الله : ( إليه يصعد الكلم الطيب والعمل الصالح يرفعه ) ، والأقوال والأفعال صفات القائل الفاعل ، فإذا كانت النفس متصفة بالسوء والخبث : لم يكن محلها ينفعه إلا ما يناسبها .

“Jumhur salaf telah berkata bahwa ucapan uang buruk diperuntukkan bagi orang yang buruk. Dan sebagian dari mereka juga mengatakan bahwa perkataan dan perbuatan buruk diperuntukkan bagi orang yang buruk. Sungguh Allah terlah berfirman, ‘Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik.’ Dan Allah juga telah berfirman, ‘Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya.’ Maka perkataan dan perbuatan adalah sifat bagi orang yang berbicara dan yang berbuat. Sehingga apabila seseorang disifati dengan sifat buruk dan keji, maka tidak mungkin perkataan dan perbuatannya tidak sesuai dengan sifatnya.” (Majmu’ Fatawa 14/343)

Sedangkan pendapat terakhir adalah pendapat yang mengatakan bahwa khabis (kejelekan) dan thayib (kebaikan) dari seseorang berkaitan erat dengan pernikahan. Sehingga maksud dari ayat tersebut adalah bahwa perempuan yang buruk diperuntukkan bagi laki-laki yang buruk dan sebaliknya. Ini adalah pendapat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Berkata Imam Al-Qurthuby,

وقيل : إن هذه الآية مبنية على قوله : ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة ) النور/3 ، الآية ، فالخبيثات : الزواني ، والطيبات : العفائف ، وكذا الطيبون ، والطيبات .
واختار هذا القول النحاس أيضاً ، وهو معنى قول ابن زيد

“Dikatakan bahwa ayat ini terbangun di atas firmannya, ‘Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik’ (An-Nur: 3) Maka kata Al-Khabitsat adalah para pezina. Dan kata Ath-Thayibat adalah orang yang menjaga kehormatan. Makna kalimat ini juga bisa diartikan dengan tabiat seseorang.” (Tafsir Al-Qurthuby 12/211)

Kedua, ayat tersebut tidak menjadi satu buah permasalahan dengan dua pendapat pertama. Terkadang seorang istri yang shalihah mendapatkan suami yang tidak baik dan sebaliknya. Permasalahan baru muncul ketika mengacu kepada pendapat ketiga yaitu perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Sedangkan Nabi Nuh dan Luth memiliki istri yang disifati dengan khianat. Maka makna ayat tersebut adalah bahwa tidak pantas bagi laki-laki yang baik kecuali untuk menikah kecuali dengan perempuan yang baik. Dan tidak pantas bagi orang yang buruk untuk dinikahkan kecuali dengan orang yang buruk. Dan barangsiapa yang ridho dengan orang yang buruk lagi keji, padahal ia telah mengetahuinya, maka dia pun menjadi semisalnya.

Allah berfirman berkenaan dengan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth,

ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ

“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (At-Tahrim: 10)

Imam Ibnu Katsir berkata,

“Kata khanata (mereka berdua berkhianat) maksudnya adalah berkhianat dalam masalah agama. Mereka berdua tidak sepakat dalam masalah keimanan, mereka tidak membenarkan risalah yang diberikan kepada suami mereka. Sehingga dengan pengkhianatan mereka, mereka tidak mendapatkan apa apa. Kata khanata tidak dimaksudkan dengan fahisyah (perbuatan keji/zina), akan tetapi itu hanya dalam urusan agama saja. Hal itu karena istri para nabi terlindungi dari perbuatan fahisyah (perbuatan keji/zina).

Berkata Imam Sufyan Ats-Tsaury dari Musa bin Abi Aisyah dari Sulaiman bin Qattah, aku mendengar Ibnu Abbas berkenaan dengan kata khanata,

ما زنتا ، أما امرأة نوح : فكانت تخبر أنه مجنون ، وأما خيانة امرأة لوط : فكانت تدل قومها على أضيافه

“Keduanya tidak berzina! Adapun pengkhianatan istri Nabi Nuh maka dia mengkabarkan bahwa Nuh telah menjadi gila. Sedangkan pengkhianatan istri Nabi Luth maka dia telah menunjukkan kaumnya kepada para tamunya.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/171)

Wallahu A’lam Bish-Shawab

Sumber: Diterjemahkan dan diringkas dari

https://islamqa.info/ar/answers/95733/ شرح-قوله-تعالى-الخبيثات-للخبيثين-والتوفيق-بينها-وبين-حال-امراتي-نوح-ولوط