Prioritas yang sangat dianjurkan ialah tetap bekerja pada saat terjadinya fitnah, cobaan, dan ujian yang sedang menimpa umat. Amal shaleh merupakan dalil kekuatan beragama seseorang, dan keteguhannya dalam berkeyakinan dan memegang kebenaran. Keperluan untuk melakukan amal shaleh pada masa seperti ini lebih ditekankan daripada masa-masa yang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad. Muslim, dan Ibn Majah dari Abu Hurairah r.a. (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 6650)).
Hadits ini lebih ditegaskan lagi oleh sabda Nabi shallallahu alahi wa sallam, “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di depan penguasa yang zalim.” (Diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Abu Sa’id; dan juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn Majah, Thabrani, dan Baihaqi dalam as-Syu’ab dari Abu Umamah, Ahmad, Nasai, dan Baihaqi dari Thariq bin Syihab).
Rasulullah shallallahu alahi wa sallam juga bersabda, “Penghulu para syahid ialah Hamzah bin Abdul Muttallib, dan orang yang menghadap kepada penguasa, kemudian dia menyuruh dan melarangnya, lalu penguasa itu membunuhnya.” (Diriwayatkan oleh Hakmin dan Dhiya’ dari Jabir, dan di-hasan-kan olehnya dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 3676 Diriwayatkan oleh Hakmin dan Dhiya’ dari Jabir, dan di-hasan-kan olehnya dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 3676).
“Seutama-utama orang yang mati syahid adalah orang-orang yang berperang di barisan yang paling pertama dengan tidak memalingkan wajah mereka sama sekali hingga terbunuh. Mereka itu akan berguling-guling di kamar-kamar utama di surga. Rabb-mu tersenyum kepada mereka. Jika Rabb-mu tersenyum kepada seorang hamba di suatu tempat, maka tiada hisab (perhitungan) lagi atasnya.”(Ahmad, Abu Ya’la dan Thabrani dari Abu Nu’aim bin Hammad, Shahih al-Jami’ as-Shagir, 1107)
Oleh karena itulah, kelebihan dan keutamaan diberikan kepada orang yang teguh dalam memegang agamanya pada masa-masa terjadinya fitnah dan cobaan, sehingga ada beberapa hadits yang mengatakan bahwa orang yang berpegang teguh kepada ajaran agamanya pada hari-hari yang memerlukan kesabaran, maka dia akan mendapatkan lima puluh pahala sahabatnya.
Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Majah meriwayatkan dalam Kitab Sunan mereka.
Dari Abu Umayyah as-Sya’bani berkata, “Aku bertanya kepada Abu Tsa’labah al-Khasyani berkata, ‘Hai Abu Tsa’labah, bagaimanakah engkau memahami ayat ini,’ …Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya...(Al-Ma’idah, 105), Abu Tsa’labah menjawab, ‘Demi Allah engkau telah menanyakan hal ini kepada orang yang pernah diberitahu mengenai perkara ini. Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, kemudian beliau Rasulullah menjawab, ‘Lakukan amar ma’ruf, dan cegahlah kemungkaran, sehingga apabila engkau melihat kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang dituruti. dan dunia yang diutamakan, dan setiap orang membanggakan pemikirannya, ( Ibn Majah menambahkan, “Dan engkau melihat suatu perkara yang kamu tidak dapat disalahkan karenanya.” Artinya, engkau melihat kerusakan yang tiada tandingannya dan tidak ada kemampuan bagimu untuk menyingkirkannya. Ini merupakan tambahan yang sangat penting dalam hadits ini, yang menunjukkan bahwa seorang manusia tidak boleh meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar kecuali ketika dia merasa lemah, karena untuk bisa mengubahnya dia memerlukan kekuatan dan usaha yang lebih besar.
Maka hendaklah engkau menjaga dirimu sendiri, dan tinggalkan orang awam, karena sesungguhnya di belakangmu masih ada hari-hari yang panjang. Kesabaran untuk menghadapi hal itu seperti orang-orang yang menggenggam bara api. Bagi orang yang melakukan amal kebaikan pada masa seperti ini akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan perbuatan seperti itu.'” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan Tirmidzi) dia berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Abu Dawud dan Tirmidzi menambahkan, “Dikatakan kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, pahala lima puluh orang daripada kami atau mereka?’ Rasulullah menjawab, ‘Pahala lima puluh orang dari kalian.’ (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam al-Malahim (4341) dan Tirmidzi dalam al-Tafsir (3060) dan dia berkata: “Hadits ini san gharib.” Dan juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam al-Fitan (4014)
Apa yang dimaksudkan oleh hadits ini bukanlah orang-orang yang terdahulu masuk Islam, yang terdiri atas para Muhajirin dan Anshar, para pengikut Perang Badar, orang-orang yang ikut serta dalam Bai’at Ridhwan, dan yang semisal dengan mereka, karena tak seorangpun sesudah mereka yang bisa mencapai derajat seperti mereka. Akan tetapi, sasaran hadits itu hendak memacu semangat orang-orang yang bekerja untuk Islam pada hari di mana terjadi banyak sekali ujian (fitnah) terhadapnya. Allah berjanji melalui lidah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, Dia akan memberikan pahala yang berlipat ganda, atau lima puluh kali lipat pahala pada zaman kemenangan dan kejayaan.
Apa yang pernah diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu alahi wa sallam telah menjadi kenyataan. Orang-orang yang bekerja untuk agamanya, yang terus bersabar dalam pekerjaannya bagaikan orang yang hendak mati. Mereka menghadapi serangan dari dalam dan juga serangan dari luar. Semua kekuatan kafir bersatu padu menyerang dan memperdaya dirinya, walaupun berbeda-beda bentuknya, padahal Allah SWT sedang mengepung mereka dari belakang. Allah akan memberikan bantuan kepada orang-orang yang teguh dalam menghadapi tipu daya musuh yang hendak menghancurkan Islam. Allah akan mempersempit ruang gerak mereka, dan akan memporak-porandakan mereka, sehingga mereka sama sekali tidak menemukan jalan ke luar.
Diriwayatkan dari Ma’ qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulullah shallallahu alahi wa sallam bersabda, “Ibadah yang dilakukan pada walau terjadinya fitnah pembunuhan (al-haraj), adalah sama dengan hijrah kepadaku.’ (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Tirmidzi, dan Ibn Majah (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 3974))
Al-Haraj pada hadits ini berarti perselisihan pendapat dan fitnah. Ada pula yang menafsirkan dengan pembunuhan, karena sesungguhnya fitnah dan perselisihan pendapat merupakan sebab timbulnya pembunuhan tersebut.
Sumber: FIQH PRIORITAS, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Yusuf Qardhawi, Rabbani Press