Larangan Berkhianat dalam Urusan Rampasan Perang

Allah SWT berfirman, “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang ituy maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diriakan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya,” (Ali-lmran: 161).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. berdiri di tengah kami lalu menyebutkan tentang ghulul (khianat dalam urusan rampasan perang), beliau membesar-besarkan penyebutannya dan menganggapnya perkara besar. Beliau bersabda, ‘Jangan sampai aku bertemu seseorang dari kamu pada hari Kiamat memikul kuda di atas pundaknya yang meringkik, seraya memanggil, Ya Rasulullah, tolonglah aku!’ Maka aku jawab, Aku tidak dapat menolongmu dari siksa Allah sedikit pun. Bukankah aku telah memperingatkan kepadamu.’ Atau seseorang yang memikul unta di atas pundaknya yang bersuara, seraya berseru: ‘Ya Rasulullah, tolonglah aku!’ Maka aku jawab, ‘Aku tidak dapat menolongmu dari siksa Allah sedikit pun. Bukankah aku telah memperingatkan kepadamu.’ Atau seseorang yang memikul kain-kain yang berkibar-kibar, lalu berseru, ‘Ya Rasulullah, tolonglah aku!’ Maka aku jawab, ‘Aku tidak dapat menolongmu dari siksa Allah sedikit pun. Bukankah aku telah memperingatkan kepadamu,” (HR Bukhari [2073] dan Muslim [1831].

Dari ‘Ubadah bin Shamit r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. shalat mengimami kami pada peperangan Hunain dengan bersutrah kepada seekor unta dari harta rampasan perang. Kemudian beliau mengambil sesuatu dari unta tersebut, beliau mengambil sehelai bulunya dan meletakkannya di antara dua jari beliau kemudian berkata, ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya ini adalah bagian dari harta rampasan perang kalian. Serahkanlah benang maupun kain ataupun apa saja yang lebih mahal atau lebih murah dari itu. Karena ghulul merupakan cela, kehinaan dan adzab terhadap pelakunya pada hari Kiamat’,” (Shahih, HR Ibnu Majah [2850]).

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, yakni ‘Abdullah bin ‘Amr r.a, ia berkata, “Suatu hari aku bersama saw, lalu datanglah delegasi suku Hawazin, mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, kami adalah satu keluarga dan kabilah, kasihanilah kami insya Allah akan mengasihimu. Sesungguhnya telah turun bala atas kami seperti yang sudah engkau ketahui. Rasulullah saw. berkata, ‘Pilihlah antara wanita-wanita kalian, harta benda kalian atau anak-anak kalian.’ Mereka berkata, ‘Engkau beri kami pilihan antara nasab kami dan harta kami, maka kami pilih anak-anak kami.’

Rasulullah saw. bersabda, ‘Adapun yang menjadi bagianku dan bagian ‘Abdul Muththalib menjadi milik kalian. Selepas shalat Zhuhur nanti katakanlah, ‘Kami meminta bantuan kepada Rasulullah saw. terhadap kaum mukminin dan kepada kaum mukminin terhadap Rasulullah saw. atas wanita-wanita anak-anak kami.’ Maka mereka pun melakukannya. Rasulullah saw. berkata, ‘Adapun yang menjadi bagianku dan bagian Bani ‘Abdul Muththalib menjadi milik kalian.’

Kaum muhajirin berkata, ‘Apa yang menjadi bagian kami menjadi milik Rasulullah saw.” Kaum Anshar juga mengatakan seperti itu.

‘Uyainah bin Badar berkata, ‘Adapun yang menjadi bagianku dan bagian Bani Fazarah tidak begitu.’

Al-Aqra’ bin Habis berkata, ‘Adapun yang menjadi bagianku dan bagian Bani Tamim tidak begitu.’

‘Abbas bin Mirdas berkata: ‘Adapun yang menjadi bagianku dan bagian Bani Salim tidak begitu.’

Maka berkatalah kaum muhajirin dan anshar, ‘Kalian dusta, bahkan ia menjadi milik Rasulullah saw.’

Rasulullah saw. pun bersabda, ‘Wahai sekalian manusia, kembalikanlah wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka kepada mereka. Barangsiapa memegang sesuatu dari harta fai, maka ia punya enam kewajiban terhadap kami sejak awal harta fai itu Allah berikan kepada kami.’

Kemudian beliau menaiki kendaraannya sedangkan orang-orang menggelayuti beliau seraya berkata, ‘Bagilah harta fai itu untuk kami.’ Sehingga mereka mendesak beliau ke pohon Samurah dan selendang beliau tersangkut di pohon tersebut. Beliau berkata, ‘Wahai sekalian manusia, kembalikanlah selendangku itu kepadaku, demi Allah sekiranya kalian mendapat bagian unta merah sebanyak pohon yang ada di gunung Tihamah niscaya akan aku bagikan kepada kalian, kemudian tidak akan kalian dapati aku orang yang bakhil, pengecut dan dusta’

Kemudian beliau mendekati unta beliau lalu mengambil sehelai bulu dari punuknya lalu meletakkannya di antara dua jari beliau, yaitu jari telunjuk dan jari tengah. Kemudian mengangkatnya seraya berkata, ‘Wahai sekalian manusia, tidak ada bagianku dari harta fai dan tidak juga dari bulu ini melainkan seperlima. Dan seperlima itu pun aku serahkan kembali kepada kalian. Kembalikanlah kain maupun pakaian, karena sesungguhnya ghulul akan menjadi cela, siksa dan kehinaan atas pelakunya pada hari Kiamat’,” (HR Ahmad [11/184 dan 218]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr r.a, ia berkata, “Seorang yang ditunjuk oleh Rasulullah saw. untuk menjaga barang-barang berat adalah seorang laki-laki yang bernama Kirkirah. Lalu ia mati. Rasulullah saw. berkata, ‘la berada dalam Neraka.’ Mereka pun memeriksanya dan melihat keadaannya ternyata mereka dapati ia telah mencuri jubah dari harta ghanimah,” (HR Bukhari [3074]).

Dari ‘Umar bin al-Khaththab r.a, ia berkata, “Pada hari peperangan Khaibar datanglah beberapa orang Sahabat Nabi dan berkata, fulan mati syahid, fulan mati syahid.’ Hingga ketika melewati jenazah seorang laki-laki mereka berkata, Fulan mati syahid.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Tidak demikian, sungguh aku melihatnya dalam api Neraka karena sebuah burdah atau jubah yang ia curi’,” (HR Muslim [114]).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah saw. ke Khaibar dan Allah memberikan kemenangan kepada kami. Kami tidak memperoleh emas dan perak dari harta ghanimah. Kami hanya memperoleh barang-barang, makanan dan pakaiah. Kemudian kami berangkat menuju lembah. Saat itu Rasulullah saw. didampingi seorang budak milik beliau yang dihadiahkan oleh seorang laki-laki dari suku Judzam bernama Rifa’ah bin Zaid dari Bani Dhubaib. Ketika kami singgah di lembah tersebut budak Rasulullah tersebut membereskan kendaraan beliau. Tiba-tiba ia terkena lemparan anak panah sehingga menyebabkan kematiannya. Kami berkata: ‘Beruntunglah ia memperoleh mati syahid ya Rasulullah!’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Sekali-kali tidak, demi Allah yang jiwa Muhaminad berada di tangan-nya, sesungguhnya sepotong kain yang ia curi dari harta ghanimah pada peperangan Khaibar telah membakar dirinya sedangkan ia tidak mendapat bagian dari harta itu.’

Orang-orang pun terkejut mendengarnya. Lalu datanglah seorang laki-laki dengan membawa satu atau dua utas tali sepatu. la berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah mengambilnya pada peperangan Khaibar.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Seutas tali sepatu dari api Neraka atau sepasang tali sepatu dari api Neraka’,” (HR Bukhari [4234] dan Muslim [115]).

Kandungan Bab:

  1. Kerasnya pengharaman ghulul, yaitu berkhianat dalam urusan harta rampasan perang atau yang sejenisnya seperti berkhianat dalam urusan harta ummat (korupsi). Disebut demikian karena mengambilnya sembunyi-sembunyi di balik barang-barangnya. Para ahli ilmu sepakat bahwa ghulul termasuk dosa besar. 
  2. Barangsiapa mencuri sesuatu, maka ia akan memikulnya di atas pundak-nya, Allah akan membongkar aibnya di hadapan makhluk-makhluk-Nya pada tempat yang besar tersebut. 
  3. Tidak ada beda hukum haramnya antara ghulul yang sedikit maupun yang banyak. 
  4. Barangsiapa mengembalikan kepada imam apa yang telah dicurinya setelah pembagian, maka dosanya tidaklah gugur. Sebagaimana yang di-sebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a. Ia wajib mengembalikannya sebelum pembagian dilakukan, wallaahu a’lam
  5. Telah diriwayatkan perintah membakar barang-barang milik orang yang melakukan ghulul, hukuman cambuk atasnya dan digugurkan bagiannya dari harta ghanimah. Namun, riwayat tersebut tidak shahih. 
  6. Disyari’atkan atas imam untuk tidak menshalatkan jenazah orang yang melakukan ghulul berdasarkan hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwa seorang laki-laki dari kalangan Sahabat Nabi saw. wafat pada peperangan Khaibar. Mereka mengabarkan berita kematiannya kepada Rasulullah saw, Rasulullah berkata, “Shalatkanlah jenazah. teman kalian ini.” Maka berubahlah wajah orang-orang mendengar sabda Nabi saw. tersebut. Rasulullah menjelaskan, ‘Sesungguhnya teman kalian ini telah melakukan ghulul (mencuri) sewaktu jihad fi sabilillah.’ Kami memeriksanya ternyata kami temukan batu cincin milik orang Yahudi yang harganya tidak lebih dari dua dirham,” (Shahih, HR Abu Dawud [2710], an-Nasa’i [IV/64], IbnuMajah [3848], Ahmad [IV/114, V/192], al-Hakim [II/127], al-Baihaqi [IX/101], Ibnu Hibban [4853]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/513-519.