Agama Allah Itu Satu, Namun Syariatnya Berbeda-Beda

Dalam kaitannya dengan penegasan Allah tentang agama Islam dan titah-Nya kepada golongan ahli kitab, Allah berfirman pada surah Al Baqarah ayat 136-137:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُون # فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمَُ

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 136-137)

Oleh karena asal-usul agama – yaitu Islam – adalah satu sekalipun syari‘atnya berbeda-beda, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits shahih bersabda:

”Kami adalah golongan para nabi, agama kami satu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Agama Allah itu satu sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah itu adalah Islam”, tetapi syari’at-Nya berbeda-beda sebagaimana firman-Nya: “Bagi masing-masing umat, telah Kami tetapkan syari’at dan tatanan hidup tertentu di antara kamu.” Ayat ini tidaklah berlawanan satu dengan yang lain, karena agamaagama langit itu satu.

Jadi, agama para nabi adalah satu, yaitu menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dialah yang patut disembah kapan saja menurut cara yang diperintahkan nabi-Nya waktu itu. Itulah agama Islam yang sesuai dengan yang diturunkan pada waktu itu.

Syari‘at yang datang kemudian terkadang menghapus syari‘at yang sebelumnya sesuai dengan kehendak Allah. Agama Islam yang mana Allah mengutus Nabi Muhammad untuk membawanya, sebenarnya adalah Islam yang satu itu juga. Terbukti Nabi pernah shalat menghadap ke Baitul Maqdis yang mana hal itu pernah beliau perintahkan kepada kaum muslim setelah hijrah – dan berlaku lebih dari sepuluh bulan.

Sesudah itu shalat kaum muslim diwajibkan menghadap ke Ka‘bah dan diharamkan menghadap ke Baitul Maqdis. Namun demikian, agama Islam itu tetap satu sekalipun kiblatnya berbeda-beda pada kurun waktu yang berbeda. Agama Islam ini juga yang mensyari‘atkan kepada Bani Israil untuk melakukan shalat pada hari Sabtu yang kemudian dihapuskan, lalu kaum muslim disyari‘atkan melaksanakan shalat Jum‘at.

Pada waktu itu diwajibkan berkumpul pada hari Sabtu, tetapi kemudian yang diwajibkan kepada kaum muslim adalah berkumpul pada hari Jum‘at dan diharamkan berkumpul untuk melakukan shalat pada hari Sabtu.

Barang siapa keluar dari syari‘at Musa sebelum dihapus, maka dia bukan seorang muslim dan barang siapa tidak mau masuk ke dalam agama Muhammad setelah dihapuskannya syari‘at Musa, maka dia bukan seorang muslim. Dan Allah sama sekali tidak pernah mensyari‘atkan kepada seorang nabi pun untuk menyembah selain Allah, sebagaimamna firman-Nya pada surah Asy Syuraa ayat 13:

“Telah disyari‘atkan kepada kamu suatu agama yang mana telah diwasiatkan agama itu kepada Nuh dan Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan Kami wasiatkan pula agama itu kepada Ibrahim dan Musa dan ‘Isa supaya kamu sekalian menegakkan agama ini dan janganlah kamu bercerai-berai dari agama ini. Sungguh, amat besar dosa kaum musyrik atas penyembahan yang mereka lakukan.” (QS. Asy-Syuraa: 13)

Para rasul diperintahkan Allah untuk menegakkan agama Islam ini dan tidak boleh bercerai-berai dalam beragama ini. Golongan musyrik telah bercerai-berai ke dalam bermacammacam kepercayaan kepada tuhannya, sedangkan golongan tauhid bersatu dalam aqidahnya, sebagaimana Allah berfirman pada surah Huud ayat 118-119:

“Dan mereka senantiasa dalam keadaan berselisih kecualiorang yang diberi rahmat oleh Tuhan-Mu dan untuk itulah Dia menciptakan mereka.”

Yang dimaksud dengan golongan yang mendapat rahmat ialah mereka yang bersatu dan bersepakat dalam aqidahnya,sedangkan golongan musyrik mencerai-beraikan agama mereka sehingga mereka menjadi bermacam-macam golongan.

Oleh karena itu, anda dapat menyaksikan bahwa yang muncul dari mereka hanyalah kesyirikan dan bid‘ah sehingga membuat para pengikutnya bercerai-berai. Tiap-tiap golongan musyrik Arab mempunyai berhala sendiri-sendiri yang mereka jadikan sebagai tandingan Allah. Mereka menggunakan berhala tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mereka memohon bantuan kepada berhala itu untuk memenuhi hajat mereka. Mereka telah menyekutukan berhala itu dengan Allah.

Golongan musyrik yang satu tidak mau menyembah golongan musyrik lainnya dan begitu pula sebaliknya, satu dengan yang lain saling menjauhkan diri. Bahkan pengikut penyembah berhala ini mempunyai syari‘at yang berbeda dengan penyembah berhala lainnya.

Adapun jalan para rasul Allah adalah satu, yaitu jalan Al-Qur‘an. Allah berfirman pada surah Ash Shaffat ayat 80-82:

“Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahamulia dari segala sifat yang mereka katakan. Salam sejahtera bagi para rasul. Dan segala pernyataan syukur hanyalah hak bagi Allah penguasa semesta alam.”

Seorang mukmin adalah orang yang beriman kepada Allah dengan semua nama-Nya yang ada dalam asmaul husna dan berdo‘a dengan menyebut nama-nama itu serta menjauhi segala sifat pengingkaran terhadap nama-nama-Nya dan ayatayat-Nya, sebagaimana firman-Nya pada surah Al A‘raaf ayat 180:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Allah memiliki nama-nama yang baik. Oleh karena itu,sebutlah nama-Nya itu dalam berdo‘a kepada-Nya dan tinggalkanlah orang-orang yang mengingkari nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Dan firman-Nya pula pada surah Fushshilat ayat 40:

إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka itu tidak akan tersembunyi dari pengawasan Kami.”

Seorang mukmin hanya berdo‘a kepada Allah semata dan beribadah hanya kepada-Nya, tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada-Nya serta menjauhi jalan kaum musyrik, yaitu kaum yang Allah sebutkan pada surah Al-Isra’ ayat 56-57:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا (56) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (57)

“Katakanlah Muhammad: ‘Serulah berhala-berhala yang kamu percayai selain Dia, maka mereka tidak kuasa sedikit pun melepaskan bahaya dari diri kamu sekalian dan tidak kuasa pula mengalihkannya. Berhala-berhala yang mereka seru itu mereka jadikan sebagai wasilah, manakah di antara berhala-berhala itu yang paling dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan mereka takuti adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Tuhanmu sejak semula senantiasa ditakuti.”

Oleh karena itu, hendaklah seorang mukmin bersungguhsungguh dalam merealisasikan ilmu dan iman serta menjadikan Allah sebagai pemberi hidayah dan pemberi pertolongan, pemberi hukum, dan pemberi perlindungan. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi perlindungan dan pemberi pertolongan. Cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi hidayah dan pemberi pertolongan.

 

Sumber: Mukhtarat Min Kitab Iqtidha’ Ash Shiratul Mustaqim oleh Muhammad bin Ali Ad-Dabi’i