Larangan Mengharapkan Bertemu Musuh

Dari ‘AbduUah bin Abi Aufa, bahwa ia menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Ubaidillah ketika akan berangkat memerangi kaum Haruriyah, mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah pada suatu hari ketika bertemu dengan musuh, beliau menunggu hingga apabila matahari telah condong beliau berbicara di hadapan mereka, “Wahai sekalian manusia, janganlah mengharap bertemu musuh, mintalah kekuatan kepada Allah. Apabila kalian bertemu musuh, maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa Surga berada di bawah naungan pedang,” (HR Bukhari [2818] dan Muslim [1742]).

Kandungan Bab: 

  1. Larangan mengharap bertemu musuh, maksudnya bukanlah membenci jihad dan tidak meniatkan diri untuk berperang atau tidak mengharap mati syahid fi sabilillah, karena semua itu telah dianjurkan oleh Allah Yang Mahabijaksana dan menjadikannya sebagai salah satu sifat orang-orang muttaqin dan derajat orang-orang shiddiqin. Hal yang perlu dipahami tentang larangan mengharap bertemu musuh adalah sebagai berikut:

    Pertama: Tidak takjub dengan jumlah yang banyak dan merasa mampu dengan kekuatan yang dimiliki, karena hal itu akan menyebabkan berkurangnya perhatian terhadap musuh sehingga ia berharap bertemu musuh. Pada saat seperti itu tidak ada sesuatu pun yang berguna selain Allah, sebagaimana peristiwa yang menimpa kaum Muslimin pada peperangan Hunain.

    Al-Ubay berkata dalam Syarahnya (VI/302), “Jika ada yang berkata, ‘Mengharap bertemu musuh merupakan jihad dan jihad adalah ketaatan lalu mengapa dilarang dari ketaatan?’

    Jawabnya, ‘Mengharap bertemu musuh akan menimbulkan kerusakan dan mudharat. Karena dengan mengharapkan pertemuan dengan musuh akan timbul sikap menganggap remeh musuh. Barangsiapa menganggap remeh musuhnya, maka akan hilanglah tekad kuatnya. Jadi maknanya adalah janganlah menganggap remeh musuh kalian sehingga hilanglah tekad kuat dan kewaspada-ankalian.’

    Kedua: Bertemu musuh merupakan perkara yang masih ghaib, seseorang tidak tahu apakah ia bisa tegar atau malah melarikan diri ketika melihat kilatan pedang, melihat kepala-kepala terpenggal dan jiwa-jiwa tergoncang? Allah telah menjelaskan hal ini secara jelas dalam firman-Nya, “Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya, (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu meyaksikannya,” (Ali ‘Imran : 14).

    Oleh sebab itu, Rasulullah saw. memerintahkan sesuatu yang berguna bagi manusia, yaitu memohon kekuatan kepada Allah, yaitu mencakup meminta perlindungan dari seluruh hal-hal yang dibenci dan meminta dihindarkan dari musibah yang menimpa diri lahir dan batin dalam masalah agama, baik dunia maupun akhirat serta memohon keteguhan ketika bertemu musuh. Hal itu telah disebutkan dalam al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung,” (Al-Anfaal: 45).

    Dan mencakup juga gairah memperoleh syahadah (mati syahid) karena sesungguhnya Surga itu di bawah naungan pedang. 

  2. Hadits di atas tidak menunjukkan makruhnya berduel satu lawan satu ketika bertemunya dua pasukan. Hal itu telah dilakukan oleh para Salaf di hadapan Rasulullah saw. sebagaimana yang terjadi pada peperangan Badar.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/460-462.