Bijak Menyikapi Ikhtilaf di Kalangan Umat

Allah merangkai perintah takwa dengan perintah untuk tidak berpecah belah, menunjukkan bahwa taqwa hanya akan sempurna bila disertai persatuan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,”(Qs. Ali Imran: 102-103)

Dikuatkan dengan firman Allah,

أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ

“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya” (Qs. as-Syura: 13)

Ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu aspek dalam penegakan agama adalah persatuan.

Salah satu unsur terpenting dalam menggapai persatuan adalah rela mengalah, bagaimana mungkin tercipta persatuan bila masing-masing ngotot dengan pendapatnya dan tidak mau bersatu.

Dalam Qs. At-Taubah: 100, Allah menjelaskan bahwa sahabat dibedakan menjadi dua golongan; Muhajirin dan Anshar, menunjukkan bolehnya berorganisasi atau berkelompok dalam islam, dengan syarat:

(1). Tidak ashabiyyah yaitu fanatik terhadap kelompoknya

Sebagaimana dalam firman Allah,

 وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah   yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Qs. Ar-Rum: Ayat 31-32)

Dan fanatik kelompok adalah varian dari fanatisme jahiliyyah yang diwarisi dari kaum jahiliyyah sebelum islam.

(2). Tidak mengklaim bahwa kelompoknya lah yang paling benar.

(3). Tidak bergabung dengan kelompok yang menyelisihi Ahli Sunnah wal Jama’ah.

Apa perbedaan ikhtilaf dengan khilaf? dan manakah yang harus ditoleransi?

Keduanya merupakan istilah yang sama, dikatakan bahwa ikhtilaf adalah perbedaan yang baik sedang khilaf adalah peredaan yang buruk. Ada pula yang mengatakan sebaliknya.

Ikhtilaf dibagi menjadi dua:

(1). Ikhtilaf Tanawwu’: Ikhtilaf yang tidak saling bertentangan, seperti; perbedaan doa iftitah, perbedaan doa dalam ruku’, dsb

(2). Ikhtilaf Tadhad: Ikhtilaf yang saling bertentangan, bila satu benar dipastikan yang lain salah. Ikhtilaf tadhad ini diantaranya perbedaan antara islam dan selain islam, islamlah yang benar sedang selainnya menyelisihi. Contoh lain  adalah perbedaan antara Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan aliran-aliran sesat.

Maka siapapun yang beragama Islam dan bermadzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah, dia adalah saudara dan perbedaan di dalamnya harus ditoleransi demi tegaknya persatuan.

Bila ditelaah lebih lanjut, jalan masuk surga pun beragam. Ada yang masuk surga karena puasanya, ada pula yang karena infaqnya, ada pula yang masuk surga karena suksesnya seorang dalam  mentarbiyah anak-anaknya. Hal itu menunjukkan bahwa  perbedaan adalah sunnatullah yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan.

Perbedaan yang harus ditoleransi adalah perbedaan furu’iyyah, bukan perbedaan dalam ranah aqidah. Dikatakan bahwa  “Perbedaan furu’iyyah haruslah ditoleransi, sedang perbedaan dalam aqidah harus diamputasi.”

Perbedaan dalam furu’  dibagi menjadi dua jenis:

(1). Furu’ Fiqih, seperti; jumlah rekaat sholat tarawih, cara mengusap kepala dalam wudhu, dsb. Ini yang harus ditoleransi

(2). Furu’ Aqidah, seperti; ru’yatullah (melihat Allah di surga kelak), adzab kubur, isra’ Mi’raj, dsb. Ini juga  ditoleransi.

Penyebab perbedaan di kalangan umat:

(1). Adanya dalil dalam Al-Qur’an yang bersifat umum dan mutlak. Contoh: firman Allah dalam Qs. al-Maidah: 6 “basuhlah rambut kalian”, karena ayat diatas masih umum maka maka ulama berbeda pendapat dalam rinciannya.

(2). Adanya dua ayat atau dua haditst yang seolah bertentangan padahal tidak. Seperti hadist diharuskannya shalat tahyatul masjid dan adanya hadist larangan shalat di tiga waktu terlarang, bila kita masuk masjid di waktu terlarang untuk sholat apakah kita tetap diharuskan shalat tahiyatul masjid.

(3). Berpencarnya para sahabat dan tabi’in di berbagai tempat. Dikatakan bahwa dari 140.000 sahabat, hanya 10000 yang dimakamkan di madinah. Maksudnya, para sahabat berpencar di berbagai negeri yang berbeda-beda kondisinya dan memiliki banyak murid yang berbeda-beda pula.

 

 

Sumber: Ahmadzain.com