Hakikat Asma-Asma’ Allah Azza wa Jalla

Dalam kitab Madarijuss Salikin Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata:

“Pembuktian asma’ Allah yang lima (Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahman, Ar-Rahim dan Al-Malik), dilandaskan kepada dua dasar:

Dasar Pertama:
Asma’ Allah menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Asma’ ini
merupakan sifat, yang semuanya baik, husna. Sebab jika asma’ itu hanya sekedar lafazh yang tidak mempunyai makna apa pun, maka ia tidak bisa disebut husna dan tidak menunjukkan kesempurnaan, lalu akan terjadi kerancuan antara dendam dan marah yang menyertai rahmat dan ihsan, sehingga kalau berdoa kita harus mengucapkan,

“Ya Allah, sesungguh-nya aku menganiaya diriku sendiri, maka ampunilah aku karena Engkau
pendendam”.

Penafian makna Asma’ul-husna termasuk kufur yang terbesar.
Jika Allah mensifati Diri-Nya Al-Qawiyyu, berarti memang Dia benar-benar mempunyai kekuatan. Begitu pula sifat-sifat lainnya.

Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

إنَّ اللهَ لاَ ينام ولا ينْبغي له أن ينام يخفض القسط و يرفعه يرفع إليه عمل اليل قبل النهار و عمل النهار قبل الليل حجابه النور لو كشفه لأحرقت سبحات وجهه ما إنتهى إليه بصره من خلقه

“Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak seharusnya Dia tidur. Dia merendahkan timbangan dan meninggikannya. Amalpada malam hari disampaikan kepada-Nya sebelum siang hari, dan amal siang hari disampaikan kepada-Nya sebelum malam hari. Hijab-Nya adalah cahaya, yang andaikan hijab ini disingkap, maka kemuliaan Wajah-Nya benar- benar membakar pandangan makhluk yang memandang-Nya.”

Menafikan makna asma’-Nya juga termasuk kufur yang paling besar. Gambaran kufur lainnya adalah menamakan berhala dengan asma’ Allah, sebagaimana mereka menamakannya alihah (sesembahan).

Ibnu Abbas dan Mujahid berkata, “Mereka mengambil asma’ Allah lalu menamakan berhala-berhala mereka dengan asma’-Nya, dengan sedikit mengurangi atau menambahi. Mereka mengambil nama Lata dari Allah, Uzza dari Al-Aziz, Manat dari Al-Mannan.”

Dasar Kedua:
Satu dari berbagai asma’ Allah, di samping menunjukkan kepada
Dzat dan sifat yang disesuaikan dengannya, maka ia juga menunjukkan dua bukti lainnya yang sifatnya kandungan dan keharusan.

As-Sami’ menunjukkan kepada Dzat Allah dan pendengaran-Nya, juga kepada Dzat semata dan kepada pendengaran yang menjadi kandungannya. Begitu pula sifat-sifat lainnya.

Jika sudah ada kejelasan tentang dua dasar ini, maka asma’ Allah
menunjukkan kepada keseluruhan Asma’ul-husna dan sifat-sifat yang tinggi. Hal ini menunjukkan kepada Ilahiyah-Nya, dengan penafian kebalikannya.

Maksud sifat-sifat Ilahiyah adalah sifat-sifat kesempurnaan, yang
terlepas dari penyerupaan dan permisalan, aib dan kekurangan. Karena Allah menambahkan semua Asma’ul-husna ke asma’-Nya yang agung ini (Allah).

Asma’ “Allah” layak untuk semua makna Asma’ul-husna dan menunjukkan kepadanya secara global. Sedangkan Asma’ul-husna itu sendiri merupakan rincian dari sifat-sifat Ilahiyah yang berasal dari asma’ “Allah”.

Asma’ “Allah” menunjukkan keadaan-Nya sebagai Dzat yang disembah. Semua makhluk menyembah-Nya dengan penuh rasa cinta, pengagungan dan ketundukan. Hal ini mengharuskan adanya kesempurnaan Rububiyah dan rahmat-Nya, yang juga mencakup kesempurnaan kekuasaan dan puji-Nya.

Sifat keagungan dan keindahan lebih dikhususkan untuk nama
“Allah”. Perbuatan, kekuasaan, kesendirian-Nya dalam memberi manfaat dan mudharat, memberi dan menahan, kehendak, kesempumaan kekuatan dan penanganan urusan makhluk, lebih dikhususkan untuk nama ” Ar-Rabb”.

Sifat ihsan, murah hati, pemberi dan lemah lembut lebih dikhususkan untuk nama “Ar-Rahman”. Masing-masing disesuaikan dengan kaitan sifat. Ar-Rahman artinya yang memiliki sifat rahmat. Sedang-kan Ar-Rahim adalah yang mengasihi hamba-hamba-Nya.

Karena itu dik-takan dalam firman-Nya, “Dia Ar-Rahim (Maha Pengasih) terhadap hamba-hamba-Nya”, dan tidak dikatakan, “Ar-Rahman (yang memiliki sifat rahmat) terhadap hamba-hamba-Nya”.

Perhatikanlah kaitan penciptaan dan urusan dengan tiga asma’ ini,
yaitu Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahman, yang dari tiga asma’ ini ada penciptaan, urusan, pahala dan siksa, bagaimana makhluk dihimpunkan dan dipisah-pisahkan.

Asma’ Ar-Rabb memiliki cakupan yang menyeluruh terhadap semua
makhluk. Dengan kata lain, Dia adalah pemilik segala sesuatu dan
penciptanya, yang berkuasa terhadapnya dan tidak ada sesuatu pun yang keluar dari Rububiyah-Nya. Siapa pun yang ada di langit dan bumi merupakan hamba-Nya, ada dalam genggaman dan kekuasaan-Nya.

Mereka berhimpun berdasarkan sifat Rububiyah dan berpisah dengan sifat Ilahiyah. Hanya Dialah yang disembah, kepada-Nya mereka tunduk, bahwa Dialah Allah yang tidak ada sesembahan selain-Nya. Ibadah, tawakal, berharap, takut, mencintai, pasrah, tunduk tidak boleh diperuntukkan kecuali bagi-Nya semata.

Berangkat dari sinilah manusia terbagi menjadi dua golongan: Golongan orang-orang musyrik yang berada di neraka, dan golongan orangorang muwahhidin yang berada di surga. Yang membuat mereka terpisah adalah Ilahiyah, sedangkan Rububiyah membuat mereka bersatu. Agama, syariat, perintah dan larangan berasal dari sifat Ilahiyah. Penciptaan, pengadaan, penanganan urusan dan perbuatan berasal dari sifat Rububiyah.

Pahala, balasan, siksa, surga dan neraka berasal dari sifat Al-Malik. Artinya, Dialah yang menguasai hari pembalasan. Dia memerin-tahkan mereka berdasarkan Ilahiyah-Nya, menunjuki dan menyesatkan mereka berdasarkan Rububiyah-Nya, memberi pahala dan siksa berdasarkan kekuasaan dan keadilan-Nya. Setiap masalah ini tidak bisa dipisah-kan dari yang lain.

Disebutkannya asma’-asma’ ini setelah al-hamdu (pujian) dan pengaitan al-hamdu dengan segala cakupannya, menunjukkan bahwa memang Dia adalah yang terpuji dalam Ilahiyah-Nya, terpuji dalam Rububiyah-Nya, terpuji dalam Rahmaniyah-Nya, terpuji dalam kekuasaan-Nya, Dia adalah sesembahan yang terpuji, ilah dan Rabb yang terpuji, Rahman yang terpuji, Malik yang terpuji.

Dengan begitu Dia memiliki seluruh kesempumaan; kesempumaan dalam asma’ Allah secara sendirian dan kesempumaan dalam asma’-asma’ lainnya secara sendirian serta kesempumaan dalam penyertaan satu asma’ dengan asma’ lain. Karena itu sering
disebutkan dua asma’ secara berurutan, seperti: Wallahu ghaniyyun hamid, -wallahu alimun hakim, wallahu ghafurur rahim.

Al-Ghaniyyu merupakan sifat kesempurnaan dan Al-Hamid merupakan sifat kesempurnaan pula. Penyertaan dua asma’ ini merupakan kesempurnaan-Nya, begitu pula penyertaan sifat-sifat yang lain.

 

 

Sumber: Madarijus Salikin oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah