Ada analogi dari Syaikh Abdullah Azzam;
Perumpamaan seorang yang sibuk ibadah, dan diam saat kaum muslimin dibantai adalah;
Seseorang yang khusyu’ berdoa dan tahajjud di suatu kamar, sedangkan ibu bapaknya di kamar sebelah sedang dibunuh dan direnggut kehormatannya. Apakah ia tetap melanjutkan ibadah?
Orang yang lapar dan mau dibunuh itu butuh makan dan pertolongan, bukan hanya butuh doa.
Ada yang berteriak kelaparan, apakah kita bilang; “Saya doakan yaa.”
Apakah begitu?
Orang lapar itu butuh makan, bukan hanya butuh doa!
Orang mau dibunuh itu butuh pembela, bukan hanya doa.
Mau nunggu Jokowi memberi ijin?
Kita katakan; dia akan memberi ijin jika kiamat telah terjadi.
Jika belum kiamat, insya Allah tidak akan memberi ijin.
Apakah dia Ulil Amri?
Ingat, kaum muslimin tidak pernah mengangkat dia sebagai Ulil Amri dengan cara syar’i.
Dia tidak lebih hanya seorang presiden yang diangkat demokrasi, bukan diangkat kaum muslimin.
Mana ada sistem sekuler menghasilkan produk Ulil Amri?
Ingat, bukankah SBY, JK, dan lainnya pernah mengatakan Indonesia negara pancasila, bukan negara Islam.
Mereka sendiri sudah mengakui, mengapa kamu malah mengatakan negara syar’i dan pemimpinnya Ulil Amri?
Muslimin Rohingnya itu saudara kita, hanya berbeda wilayah.
Dimanapun muslim, jika dizalimi mereka berhak ditolong.
Sama seperti Ambon dan Poso tempo dulu, muslim hanya berbeda wilayah.
Adapun kaum muslimin yang menyelisihi syar’i, itu kembali kepada pribadi masing-masing.
Jangan dikaitkan dengan kewajiban kita untuk membela, sekaligus hak mereka untuk ditolong.
Sekarang banyak orang-orang berbuat bid’ah, saat diserang syiah, apakah kita bilang; “Oh itu biar jadi pelajaran bagi mereka, karena berbuat bid’ah.”
Cuman komentar, lalu tidak mau bela?
Kekhilafan mereka berbuat salah adalah sesuatu, dan membela mereka sebagai saudara adalah sesuatu yang lain.
Jangan dicampur aduk.
Jika kamu tidak mau berangkat, diamlah, itu lebih selamat bagimu.
Daripada kamu memberi syubuhat, hingga kaum muslimin bersifat pengecut dan Rohingnya pun tetap terbunuh. Wallahu Musta’an