Larangan Meniru Kaum Yahudi Dan Kaum Lain

Ibnu Taimiyah berkata bahwa Abu Dawud telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang meniru suatu kaum maka ia termasuk golongannya.” (HR.Tirmidzi)

Hadits di atas menetapkan haramnya meniru mereka dan secara dhahir menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan kufur sebagaimana tersebut pada firman Allah pada surah Al Maidah ayat 51:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barang siapa di antara kamu yang berteman dengan mereka, maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka.”

Hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi bersabda yang artinya:

“Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan ia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru perilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat.” (HR. Baihaqi)

Hadits di atas bisa berarti bahwa meniru perilaku mereka sepenuhnya menyebabkan kekafiran, sekaligus menetapkan bahwa perbuatan semacam itu haram. Atau bisa juga bermakna orang tersebut menjadi bagian dari mereka sesuai dengan kadar keterlibatannya dalam meniru mereka. Jika ternyata yang ditirunya adalah perbuatan kekafiran atau kemaksiatan atau berupa slogan kekafiran atau kemaksiatan, maka orang tersebut dihukumi sama dengan pihak yang ditirunya.

Tegasnya hadits tersebut di atas menetapkan haramnya meniru mereka (golongan kaum musyrik). Larangan ini mencakup larangan sekadar meniru sesuatu yang mereka lakukan, tetapi hal semacam ini jarang. Barang siapa yang meniru perbuatan golongan lain yang menjadi ciri golongan tersebut, maka perbuatan semacam itu dilarang. Akan tetapi barang siapa yang melakukan sesuatu tidak sengaja meniru golongan lain, hanya kebetulan sama dengan golongan itu, maka perbuatan semacam ini masih menjadi perbedaan pendapat, terlarang dan tidak. Perbuatan semacam ini terkadang dilarang agar tidak menjadi sarana melakukan halhal yang seharusnya dijauhi, misalnya perintah mewarnai jenggot putih, memelihara jenggot dan memotong kumis.

Nabi telah bersabda yang artinya:

“Rubahlah uban rambut kepala kamu dan jangan kamu meniru kaum Yahudi.” (HR. Tirmidzi).

Hadits ini menunjukkan bahwa persamaan putihnya jenggot dengan mereka bukan hal yang kita inginkan atau kita sengaja, tetapi hal itu berjalan begitu saja pada diri kita. Persamaan yang semacam ini merupakan suatu kebetulan, hanya saja kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka.

Dari Abu Ghathfan Al Muri, ia berkata: “Saya mendengar ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Ketika Rasulullah puasa Asy-Syura dan beliau menyuruh puasa pada hari tersebut, maka para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, hari itu adalah hari yang dimuliakan kaum Yahudi dan Nasrani.” Rasulullah bersabda: “Insya Allah jika tahun depan aku masih menemuinya, kami akan puasa pada hari kesembilannya.” Ibnu Abbas berkata: “Ternyata pada tahun itu Rasulullah  tidak lagi menemuinya karena beliau telah wafat.” (HR. Muslim)

Hari Asy Syura adalah hari yang mulia. Orang yang puasa pada hari itu diampuni dosanya setahun yang telah berlalu. Rasulullah  puasa dan menganjurkan puasa pada hari tersebut. Kemudian ketika ada orang berkata kepada beliau bahwa hari tersebut dimuliakan kaum Yahudi dan Nasrani, beliau menyuruh menyelisihi mereka yaitu melakukan puasa sehari sebelumnya dan beliau berkeinginan keras untuk melakukan hal tersebut pada tahun berikutnya.

Dari Humaid bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, sungguh pada tahun ia melaksanakan haji pernah mendengar Mu‘awiyah berkata di atas mimbar sambil memegang cemara penyambung rambut yang dibawa oleh pengawalnya. Mu‘awiyah berkata: “Wahai penduduk Madinah, dimana para ulama kalian? Saya pernah mendengar Rasulullah  melarang menggunakan cemara semacam ini dan beliau bersabda:

إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُوا إسْرَائيلَ حِيْنَ إِتَّخَذَهَا نِسَاءُهُمْ

“Kebinasaan kaum Bani Israil adalah ketika perempuan-perempuan mereka menggunakan cemara.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Meniru model-model pakaian Yahudi yang sebelumnya tidak pernah dipakai oleh kaum muslim adalah haram sehingga semuanya harus ditinggalkan. Model-model pakaian ini mencakup model-model pakaian atau bahan-bahan pakaian yang diduga dapat menyebabkan mereka dikenai adzab.

Begitu juga menerima begitu saja berita-berita dari mereka yang sulit dibedakan antara yang benar dengan yang dusta, semuanya harus ditinggalkan. Perbuatan tersebut termasuk dalam larangan Allah menyerupai golongan ahli kitab. Hal ini telah difirmankan Allah pada surah Al Hadid ayat 16:

“Belumkah datang saatnya bagi orang-orang beriman untuk hati mereka tunduk paa peringatan Allah dan kebenaran yang Allah telah turunkan kepada mereka dan janganlah mereka menjadi seperti golongan ahli kitab sebelumnya. Lalu mereka diberi masa yang panjang kemudian hati mereka menjadi keras dan sebagian besar dari mereka fasiq.”

Kalimat “dan janganlah mereka menjadi seperti golongan ahli kitab sebelumnya” merupakan larangan mutlak meniru mereka, khususnya larangan berhati keras meniru mereka.

Hati mereka keras akibat melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Allah telah menyebutkan keadaan kaum Yahudi semacam ini di beberapa ayat, seperti misalnya, pada surah Al Baqarah ayat 73-74:

“Lalu Kami berfirman: ‘Pukullah dia dengan sebagian dari daging sapi itu. Demikianlah, lalu Allah menghidupkan orang yang telah mati itu dan memperlihatkan kepada kamu sekalian tanda-tanda kekuasaan-Nya supaya kamu mau berfikir. Kemudian sesudah itu hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang memancarkan sungai.’”

Dan firman-Nya pula pada surah Al Maidah ayat 12:

“Sungguh Allah telah mengambil janji dari Bani Israil, dan kami telah bangkitkan di antara mereka dua belas golongan dan Allah berfirman: ‘Sungguh Aku bersama kamu sekalian. Sungguh jika kamu sekalian mendirikan shalat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu sekalian membantu mereka serta kamu sekalian memberikan pinjaman yang baik kepada Allah, niscaya Aku akan hapuskan seluruh dosa kamu dan Aku pasti memasukkan kamu ke dalam surgasurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Maka barang siapa di antara kamu kafir sesudah itu, maka sungguh ia tersesat dari jalan yang lurus. Karena mereka melanggar janji mereka, maka kami kutuk mereka dan kami jadikan hati mereka keras. Mereka selalu merubah firman-firman dari tempat-tempatnya dan melupakan sebagian yang diperingatkan kepada mereka.’”

Segolongan dari umat Islam yaitu golongan yang menamakan dirinya berilmu atau beragama ternyata secara sadar dan terang-terangan telah meniru karakter dan sifat-sifat tersebut di atas. Oleh karena itu, kita berlindung kepada Allah dari segala hal yang dibenci Allah dan rasul-Nya. Kaum salaf senantiasa mengingatkan dari sifat-sifat seperti itu.

Ibnu Taimiyah berkata: “Ketika Allah melarang meniru golongan yang hatinya menjadi keras, pada akhir surah itu juga Allah mengingatkan keadaan kaum yang merekayasa cara-cara hidup kependetaan, namun mereka ternyata tidak memperhatikannya dengan sungguh-sungguh.

Kemudian Allah mengingatkan mereka dengan firman-Nya pada surah Al Hadid 28-29: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada rasul-Nya, niscaya Dia akan memberikan jaminan dan rahmat-Nya kepada kalian dan Dia akan memberikan cahaya kepada kalian untuk kalian jadikan penunjuk dan memberikan ampunan kepada kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Agar kaum ahli kitab mengetahui bahwa mereka tidak akan mampu sedikitpun menghalangi karunia Allah. Dan sungguh seluruh karunia ada di tangan Allah. Ia berikan karunia itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah adalah pemilik karunia yang amat besar.”

 

Sumber: Mukhtarat Iqtidha’ As-Shiratal Mustaqim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah