Anehnya Dunia

Mulianya syari’at dalam Al Qur’an dan Hadits, serta begitu adilnya syari’at Islam merupakan hal yang telah kita ketahui bersama, namun sungguh sayang fenomena umat Islam di zaman kita tidaklah mencerminkan hal yang demikian itu.

Betapa rendahnya umat Islam di mata umat lain, betapa terpuruknya perekonomian kita, juga betapa lemahnya keamanan dan kekuatan umat Islam bila dibandingkan dengan umat lain, dan yang tak kalah miris, betapa remehnya ilmu Al Qur’an di mata sebagian orang dari kaum muslimin bila dibandingkan dengan berbagai ilmu-ilmu lainnya.

Bila ada seseorang mengaku-ngaku sebagai dokter lalu membuka praktek, akan tetapi hakikatnya hanya mal praktek, karena ia tidak pernah belajar ilmu kedokteran, atau kalaupun pernah belajar ilmu kedokteran tapi tidak sampai lulus, niscaya umat Islam akan memusuhi dan memenjarakannya. Akan tetapi bila ada seorang Ustadz abal-abal, atau pelawak yang menafsirkan ayat Al Qur’an, pandai beretorika kata, niscaya banyak orang yang kagum dan memujinya. Padahal sejatinya ustadz gadungan dan dokter gadungan tersebut tak ada bedanya, sama-sama tidak berilmu, tapi mengapa umat Islam berbeda sikap menghadapi keduanya??

Kenyataan miris ini hanya ada satu jawaban, yaitu sebagaimana yang Allāh Subhānahu wa Ta’ālā tegaskan dalam Kitab-Nya berikut:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ –

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’araf: 96).

Bila ada pertanyaan: Mengapa mayoritas umat Islam di Indonesia dapat dengan mudah terpancing dan terseret dalam keadaan yang tak berdaya seperti sekarang ini?

Maka, jawabannya ialah karena rusaknya jiwa dan tiada berilmu, sebagaimana digambarkan dalam firman Allah Ta’ala berikut:

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

 

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah: 6-7).

Ibnu Katsir -rahimahullah ketika menafsirkan dua ayat ini berkata: “Jalan orang-orang yang telah Engkau limpahkan kepada mereka kenikmatan dan telah disebutkan kriterianya, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk, istiqomah, ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan segala perintah serta menjauhi segala larangannya. Jalan tersebut bukanlah jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang-orang yang telah rusak jiwanya, sehingga mereka mengetahui kebenaran akan tetapi mereka berpaling darinya. Tidak juga jalannya orang-orang yang tersesat, yaitu orang-orang yang tidak berilmu , sehingga mereka terombang-ambingkan dalam kesesatan dan tidak dapat mengetahui kebenaran.” [ Tafsir Ibnu katsir 1/29 ].

Oleh karena itu wahai saudaraku, jagalah fithroh jiwa anda, jangan kotori dengan maksiat yang tiada kunjung berhenti. Serta jangan pernah tinggalkan majelis Ilmu, sebab ilmu lah yang sejatinya menjadi jalan terang dan penuntun kita dalam mengarungi 2 kehidupan, kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.