فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ#صِبْغَةَ اللَّهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepada-Nya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. Al-Baqarah: 137) Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 138)
Allah berfirman, “Jika mereka beriman,” yaitu orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab dan juga yang lainnya “Kepada apa yang kamu imani,” hai orang-orang yang beriman, yaitu iman kepada semua kitab Allah, para rasul-Nya, serta tidak membedakan antara satu nabi dengan nabi lainnya, faqadiHtadaw (“Niscaya mereka telah mendapat petunjuk.”) Artinya, jika demikian niscaya mereka berada dalam kebenaran dan memperoleh jalan menuju kepada-Nya. Dan jika mereka berpaling, ” yaitu dari kebenaran menuju kepada kebatilan setelah adanya hujjah atas diri mereka:
Fa innamaa Hum fii syiqaaqin fasayakfiika HumullaaH (“Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu), maka sesungguhnya Allah akan memelihara kamu dari mereka.”) Artinya, Allah Ta’ala akan menolongmu dari mereka serta memenangkanmu atas mereka. Wa Huwas samii’ul ‘aliim (“Dan Dialah yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”)
Sedangkan mengenai firman-Nya: sib-ghatallaaH (“Shibqhah Allah,”) adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yaitu, “Agama Allah.” Hal senada diriwayatkan dari Mujahid, Abu al-Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Hasan al-Bashri, Qatadah, adh-Dhahhak, Abdullah bin Katsir, Athiyah al-Aufi, Rabi’ bin Anas, as-Suddi dan lain-lainnya.
Penggunaan Shibghatullah ini dimaksudkan sebagai dorongan (semangat) seperti yang terdapat dalam firman-Nya, “Fitratallah. “maksudnya, hendaklah kalian berpegang teguh kepadanya.
Sebagian ulama berpendapat, hal itu dimaksudkan sebagai badal (pengganti) bagi firman-Nya: millata ibraaHiima (“Millah [agama] Ibrahim.”)
Sedangkan Sibawaih mengemukakan, kata itu merupakan mashdar yang ditekankan dan berfungsi memberikan keterangan bagi firman Allah sebelumnya, aamannaa billaaHi (“Kami beriman kepada Allah,”) (QS. Al-Baqarah: 136) seperti firmanNya, wa’dallaaHi (“Allah telah membuat satu janji.”) (QS. An-Nisaa: 122)
Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA, dkk. (Pustaka Imam As-Syafi’i)