Tafsir Al Baqarah Ayat 135-136

201801 91ac0de8 1a21 11e4 A5b4 6cca4908a8c2

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِين

“Dan mereka berkata: ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.’ Katakanlah: ‘Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” (QS. Al-Baqarah: 135)

Muhammad bin Ishak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya: Abdullah bin Shuriya al-A’war pernah berkata kepada Rasulullah, “Petunjuk itu tidak lain adalah apa yang menjadi pegangan kami. Karena itu, hai Muhammad, ikutilah kami, niscaya engkau mendapat petunjuk.” Orang-orang Nasrani juga mengatakan hal yang sama kepada beliau, maka Allah swt. akhirnya menurunkan firman-Nya:

wa qaaluu kaanuu Huudan au nashaaraa taHtaduu (“Dan mereka berkata: ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.’”)

Dan firman-Nya berikutnya: qul bal millata ibraaHiima haniifan (“Katakanlah, ‘Tidak, tetapi [kami mengikuti] agama Ibrahim yang lurus.’”) Artinya, kami tidak mau mengikuti apa yang kalian serukan, yaitu memeluk agama Yahudi dan Nasrani, tetapi sebaliknya, kami mengikuti agama Ibrahim yang hanif, artinya: yang lurus. Demikian dikatakan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dan Isa bin Jariyah. Dan Khushaif meriwayatkan dari Mujahid, ia mengatakan, “(Hanif berarti) ikhlas.

Sedangkan menurut riwayat dari Ibnu Abbas, hanif berarti mengerjakan ibadah haji. Demikian juga yang diriwayatkan dari Hasan al Bashri, adh-Dhahhak, Athiyyah, dan as-Suddi.

Mujahid dan Rabi’ bin Anas mengemukakan, hanif berarti mengikuti. Sedangkan Abu Qilabah mengatakan, “Al-Hanifadalah orang yang beriman kepada para rasul secara keseluruhan, dari pertama hingga yang terakhir.”

Dan Qatadah menuturkan, “Al-Hanifiiyyah” berarti Syahadat La ilaHa illallaH (kesaksian bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah). Tercakup pula di dalamnya diharamkannya menikahi ibu kandung, anak-anak kandung perempuan, para bibi dari pihak ibu, dan para bibi dari pihak ayah, serta segala yang diharamkan oleh Allah. Dan tercakup pula pelaksanaan khitan.

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya “. (QS. Al-Baqarah: 136)

Allah Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka melalui Rasul-Nya, Muhammad secara rinci, serta apa yang diturunkan kepada para nabi yang terdahulu secara global.

Allah Ta’ala telah menyebutkan beberapa nama rasul, menyebutkan secara global Nabi-Nabi lainnya. Dan hendaklah mereka tidak membeda-bedakan salah satu di antara mereka, bahkan hendaklah mereka beriman kepada seluruh Rasul, serta tidak menjadi seperti orang yang difirmankan oleh Allah Ta’alaa:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (lainnya).” Serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya.” (QS. An-Nisaa’: 150-151)

Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia mengatakan, para ahlul kitab itu membaca Taurat dengan menggunakan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan menggunakan bahasa Arab untuk orang-orang yang memeluk Islam, maka Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian membenarkan Ahlul Kitab dan jangan pula kalian mendustakan mereka, namun katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan-Nya.” (HR. Al-Bukhari).

Muslim, Abu Daud, dan an-Nasa’i, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah dalam mengerjakan shalat sunat dua rakaat sebelum shalat Subuh, lebih sering membaca (pada rakaat pertama) ayat: aamannaa billaaHi wamaa unzila ilainaa (“Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.”)(al-Baqarah: 136) dan pada rakaat kedua membaca: aamannaa billaaHi wasy-Had bi-annaa muslimuun (“Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah sesungguhnya kami adalab orang-orang yang berserah diri.”) (QS. Ali Imraan: 52).

Al-Khalil bin Ahmad dan juga lainnya mengatakan: “Al-Asbath di kalangan Bani Israil adalah seperti kabilah-kabilah yang ada di tengah mereka.”

Imam al-Bukhari mengatakan, “Al-Asbath adalah kabilah-kabilah Bani Israil.”
Hal itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan al-Asbath di sini adalah suku-suku Bani Israil dan wahyu yang diturunkan Allah Ta’ala kepada para nabi yang ada dari kalangan mereka.

Dan Allah berfirman: wa qatha’naa bainaHumuts natai ‘asy-ratan asbaathan (“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku.”) (QS. Al-A’raaf: 160).

Al-Qurthubi mengemukakan: Mereka disebut “al asbaathu” diambil dari kata “as sabthu” (berurutan), jadi mereka itu merupakan kelompok. Ada juga yang mengatakan, “al asbaathu” berasal dari kata “as sabthu” yang berarti pohon, artinya mereka itu banyak bagaikan pohon. Bentuk tunggalnya yaitu “sibathatun”

 

Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA, dkk. (Pustaka Imam As-Syafi’i)