Di antara permasalahan yang terjadi di tengah umat islam ketika ada seorang pria yang ingin menikahi seorang gadis menjadi batal karena pada keluarga si gadis tersebut yang meminta mahar hingga terlalu tinggi di luar batas kemampuan si pria. Apakah boleh hal tersebut di dalam jaran islam.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menegaskan : “Yang di syariatkan dalam mahar adalah yang ringan semakin ringan dan mudah berarti semakin baik. Demi meneladani Nabi dan untuk mendapatkan berkah karena nikah yag paling banyak berkahnya adalah yang paling murah biayanya. Di riwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Saya telah menikahi seorang wanita. Beliau bertanya “Berapa engkau berikan mahar kepadanya?” Lelaki itu menjawab “Empat uqiyah (seratus enam puluh dirham). Beliau bersabda: “Empat uqiyah? Seolah-olah kalian mengeruk perak dari dinding gunung ini saja. Kami tidak memiliki sesuatu untuk di berikan kepadamu. Tetapi suatu saat kami akan mengirimkan ekspedisi dan engkau akan termasuk diantara yang mengambil bagian darinya.”
Umar menegaskan, “Ingatlah ! janganlah kalian mempermahal mahar untuk wanita secara berlebihan. Karena kalau itu merupakan kehormatan di dunia atau pun ketaqwaan di akhirat tentu Rasulullah yang lebih dahulu melakukannya. Rasulullah tidak pernah memberikan mahar untuk salah seorang istrinya atau menentukan mahar untuk putri-putrinya lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan empat puluh dirham).
Beberapa tahun terakhir ini nilai mahar meningkat tajam dan ada yang sudah menjadi budaya di beberapa negara yang di dalamnya banyak orang-orang islam. Tentunya ini berdampak kurang baik, yakni menyebabkan banyak diantara mereka enggan menikah laki-laki ataupun wanita. Karena seorang laki-laki harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan jumlah mahar yang di butuhkan. Hal itu bisa menimbulkan beberapa macam kerusakan diantaranya:
- Banyak kaum pria dan wanita yang terhalang untuk melangsungkan pernikahan
- Pihak keluarga wanita menjadi terbiasa melihat jumlah mahar, sedikit ataupun banyak. Mahar menurut kebanyakan diantara mereka adalah sejumlah harta yang bisa di manfaatkan dari pihak laki-laki untuk pihak perempuan. Kalau jumlahnya besar, mereka rela menikahkan anak perempuan mereka dengan laki-laki tersebut, tanpa melihat berbagai akibat di belakang hari. Kalau jumlahnya sedikit mereka menolak, meskipun lelaki itu memiliki agama dan akhlak yang baik.
- Kalau terjadi hubungan yang tidak harmonis antara suami dan istri, sementara jumlah mahar sedemikina fantastis, umumnya pihak suami tidak sedemikian mudah menceraikan istrinya secara baik. Namun harus terlebih dahulu menyakiti dan membuat kapok istrinya tersebut, dengan harapan si istri mau mengembalikan sebagian mahar yang telah di berikan kepadanya. Kalau maharnya sedikit tentu dia tidak akan kesulitan menceraikan istrinya tersebut.
Kaum muslimin memberlakukan mahar sewajarnya dan saling bekerja sama merealisasikan kebiasaan itu, lalu berbagai pihak mulai melakukan kebiasaan tersebut, tentu masyarakat islam akan memperoleh banyak kebaikan akan merasakan banyak kesenangan dan akan banyak kaum pria dan wanita yang terpelihara kesuciannya. Akan tetapi sayang sekali kaum muslimin justru saling berlomba-lomba memperbesar mahar dan memahalkannya. Setiap tahunnya akan ada jumlah mahar yang belum pernah ada di tahun sebelumnya kita tidak tahu sampai batas mana mereka akan berhenti.
Sumber: Bid’ah-bid’ah dalam pernikahan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin