Hilful Fudhul

Muhammad Rasulullah Kaligrafi For Maulid Nabi

Kejadian ini bermula karena seorang laki-laki dari Kabilah Zabid di Yaman datang ke Mekkah bersama barang dagangannya. Ia menjualnya kepada al-Ash bin Wail as-Sahmi, namun al-Ash tidak bersedia untuk membayarnya. Lantas lelaki tersebut meminta bantuan kepada para petinggi Quraisy. Namun mereka enggan membantunya. Hingga bangkitlah az-Zubair bin Abdul Muthallib, dan menyeru Bani Hasyim, Zuhrah, dan Bani Taim bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Jad’an. Mereka bersumpah dan berjanji atas nama Allah untuk membantu orang yang terzhalimi tersebut.

Lantas permasalahan tersebut berakhir dengan menyerahkan harta al-Ash bin Wail dengan paksa kepada laki-laki dari Bani Zabid. Nabi Muhammad hadir dalam perjanjian tersebut.

Hikmah yang bisa dipetik

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hadir dalam perjanjian tersebut berkata, “Saya telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jad’an, sebuah perjanjian yang lebih aku cintai daripada seekor unta merah. Seandainya saya diajak dalam perjanjian yang seperti itu dalam Islam, maka saya akan bergabung.”

Dari perkataan beliau, ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil;

Pertama, Seorang muslim harus berlaku adil terhadap siapapun, baik kepada sesama muslim maupun kepada selain muslim. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir untuk menghilangkan peradaban jahiliyyah yang ada bangsa Arab saat iu. Tetapi beliau tidak memusuhi mereka secara keseluruhan, yang akhirnya mengingkari kebaikan yang ada pada mereka.

Beliau mengajarkan untuk berlaku adil dan menerima kebenaran dari orang lain, jangan sampai permusuhan menyebabkan kita berpura-pura tidak mengetahui kebaikan orang lain.

Dari Qatilah, “Ada seorang Yahudi datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kalian melakukan kemusyrikan, karena kalian berkata, ‘Allah telah menghendaki dan kamu juga.’ Dan kalian juga berkata, ‘Demi Ka’bah.’’ Lalu Nabi perintahkan mereka jika mereka ingin bersumpah, agar mereka berkata, ‘Demi Ka’bah dan berkata, Allah telah menghendaki kemudian setelah itu kamu menghendaki.’”

Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah tatkala menjelaskan hadits ini, beliau berkata, “Dalam hadits ini, ada petunjuk bahwa kita mesti menerima kebenaran walaupun berasal dari musuh agama (yahudi).”

Keadilan adalah hal yang penting, namun banyak manusia lalai atau pura-pura tidak tahu, ketika harus berlaku adil terhadap orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Yang Kedua, seorang muslim adalah penyeru kepada keadilan, sudah seharusnya mendukung setiap ajakan yang menuju pada kebenaran.

Dakwah Islam datang untuk mengajarkan umat Islam agar selalu membantu sesama penyeru kebaikan. Tidak hanya merasa cukup dengan apa yang dilakukan oleh diri sendiri, yang kemudian mengabaikan apa yang telah dilakukan oleh orang lain.

Dalam Perjanjian Hudaibiyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Demi Allah, yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rancangan yang mereka mengagungkan Allah di dalamnya melainkan aku pasti mengabulkannya.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, orang-orang musyrik, pekau bid’ah, pelaku maksiat, pembangkang, dan pelaku kezhaliman, bila mereka mengajukan permohonan yang bertujuan mengagungkan aturan-aturan Allah, maka permohonan mereka pasti diterima dan wajib untuk dibantu. Walaupun orang lain enggan untuk melakukannya. Mereka didukung dalam rangka mengagungkan perintah Allah bukan karena kemaksiatan mereka. Karena setiap yang membantu untuk masalah yang diridhai Allah, maka harus disetujui selama tidak berakibat munculnya perkara yang dimurkai Allah. Ini adalah wilayah yang sensitif, dan tentunya sulit, serta berat secara kejiwaan.”

Sumber: Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, “Fiqh Sirah Nabawiyyah”, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2016