Perniagaan ke Syam

Muhammad Rasulullah Kaligrafi For Maulid Nabi

Kitab-kitab sirah menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala telah berusia tujuh belas tahun, beliau pergi ke Syam bersama paman beliau Abu Thalib untuk melakukan perdagangan.

Diriwayatkan oleh Sunan at-Tirmidzi dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, “Abu Thalib pergi ke Syam dengan diikuti oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan tokoh-tokoh Quraisy dan setelah mendekati kediaman seorang pendeta, mereka beristirahat. Kemudian pendeta tersebut keluar menemui mereka, sementara selama ini dia tidak pernah sekali pun menghiraukan kafilah perdagangan yang melewati kediamannya. Pendeta itu menemui mereka. Hingga bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan memegang tangan beliau. Pendeta tersebut berkata, ‘Inilah tuan manusia, inilah Rasul alam semesta, dia diutus oleh Allah sebagai pembawa rahmat semesta alam.’

Para pemuka Quraisy berkata kepadanya, ‘Apa alasanmu, wahai Buhaira?’ Dia berkata, ‘Ketika kalian meninggalkan Aqaba, maka tidak ada batu dan pohon, kecuali mereka bersujud kepadanya dan tidaklah mereka bersujud kecuali kepada seorang Nabi dan saya mengenalnya dari tanda kenabian di bawah pundaknya seperti buah apel.’ Kemudian pendeta tersebut pulang dan membuatkan makanan untuk orang Quraisy.

Sewaktu mereka mendatangi jamuannya, Nabi berada di antara unta-unta. Buhaira berkata, ‘Panggil dia bersama kalian, kemudian dia datang dan awan telah menaunginya.’ Setelah mendekat ke rombongan, ternyata naungan pohon yang menaungi rombongan tiba-tiba beralih menaungi Rasulullah. Buhaira berkata, ‘Lihatlah bagaimana naungan pohon itu beralih menaunginya.’ Kemudian ia berpesan agar tidak membawa Muhammad ke Syam. Karena jika mereka melihat Muhammad, maka mereka pasti mengenalinya dan akan membunuhnya.

Kemudian tiba-tiba datang tujuh orang yang datang dari Romawi, Buharia menemui mereka dan berkata, ‘Apa yang menyebabkan kalian datang?’ Mereka berkata, ‘Kami datang karena pada bulan ini, ada seorang Nabi yang telah melakukan perjalanan dan tidak ada jalan kecuali telah ditelusuri dan kami telah mendapat informasi bahwa dia melintasi jalan ini.’

Buhaira berkata, ‘Bagaimana menurut kalian, jika Allah berkehendak atas sesuatu, adakah seseorang dari umat manusia ini yang mampu menahannya?’ Mereka berkata, ‘Tidak mungkin.’ Buhaira berkata, ‘Kalau begitu, baiatlah dia.’ Mereka membaiatnya dan kemudian bertanya, ‘Siapakah walinya?’ Mereka berkata, ‘Abu Thalib.’ Kemudian Abu Thalib mengutus Muhammad bersama Abu Bakar dan Bilal menuju ke Mekkah.”

Hikmah yang dapat dipetik

Pertama, terdapat bukti bahwa, Ahlul-Kitab mengetahui karakteristik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau diutus. Pengingkaran mereka terhadap risalah adalah atas dasar ilmu pengetahuan, bukan atas dasar kebodohan.

Kedua, sebagian kaum Nashrani berpendapat tentang pertemuan Buhaira dengan Muhammad. Mereka berkata, “Apa yang dikatakan Muhammad setelah diangkat menjadi Nabi adalah apa yang diajarkan Buhaira.” Jika memang demikian, maka patut dikatakan kepada mereka, “Kenapa kalian tidak menerima pernyataan Nabi Muhammad tentang kebatilan aqidah trinitas, penghapusan dosa, dan penyaliban, bukankah apa yang disampaikan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sesuatu yang diajarkan pendeta Buhaira?”

Sumber: Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, “Fiqh Sirah Nabawiyyah”, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2016