27. At-Tawwaab (Yang Maha Penerima Taubat)
Allah ta’alaa berfirman,
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubat: 104)
At-Tawwaab, yang senantiasa menerima taubat orang-orang yang bertaubat dan mengampuni dosa orang-orang yang memohon ampunan. Maka setiap orang yang bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benar taubat, niscaya Allah akan menerima taubatnya.
Bermula Dia memberi taufik kepada mereka untuk bertaubat dan menghadapkan hati mereka kepada-Nya. Dia-lah yang menerima taubat terhadap mereka setelah bertaubat, dengan menerima taubatnya dan mengampuni kesalahan mereka.
Atas dasar inilah penerimaan taubat-Nya terhadap hamba-hamba-Nya terbagi dua;
Pertama, memberikan di hati hamba-Nya keinginan untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia melaksanakan taubat dengan syarat-syaratnya, yaitu berhenti melakukan maksiat, menyesali telah melakukannya, berniat/berjanji tidak akan melakukannya lagi, dan menggantinya dengan amal shalih.
Kedua, taubat-Nya terhadap hamba-Nya dengan mengabulkan, menerima, dan menghapus dosa dengannya (taubat). Sesungguhnya taubat yang sebenar-benarnya menghapus dosa sebelumnya.
28. Ar-Raaqib (Yang Maha Mengawasi)
Yang mengawasi segala yang disembunyikan hati, yang memperhatikan setiap jiwa terhadap apa saja yang dilakukannya.
Allah ta’alaa berfirman,
“… Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisaa: 1)
Ar-Raaqib, Dia yang memelihara semua makhluk dan mengaturnya sebaik-baik tatanan dan sesempurna pengaturan.
29. Asy-Syahiid (Yang Maha Menyaksikan)
Yang menyaksikan semua makhluk. Mendengar semua suara, yang tersembunyi dan yang Nampak. Melihat segala yang ada, yang samar dan yang jelas, yang kecil dan yang besar, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Yang menyaksikan untuk dan atas semua hamba-Nya dengan yang mereka ketahui.
Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di berkat, “Ar-Raqiib dan Asy-Syahiid adalah sinonim, keduanya menunjukkan pendengaran Allah yang meliputi segala yang didengar dan penglihatan-Nya meliputi segala yang dilihat, ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, yang nampak dan yang samar. Dia Yang Maha Menyaksikan apa yang bekerja dalam pikiran dan gerakan mata, apalagi perbuatan yang tampak dengan anggota tubuh. Allah ta’alaa berfirman,
“… Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisaa’: 1)
“… Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Mujaadilah: 6)
Karena sebab inilah, al-Muqaarabah merupakan amal ibadah hati yang paling tinggi, yaitu beribadah kepada Allah dengan nama-Nya ar-Raaqib, asy-Syahiid. Apabila hamba meyakini bahwa geraknya yang tampak dan tersembunyi diketahui Allah sehingga menghadirkan keyakinan ini dalam setiap keadaannya, niscaya hal itu menjadikannya pengawasan yang tersembunyi dari setiap pikiran dan lintasan hati yang menyebabkan murka Allah. Dia memelihara zhahirnya (anggota tubuhnya) dari setiap perkataan atau perbuatan yang menyebabkan murka Allah dan beribadah dengan derajat ihsan, maka dia beribadah kepada Allah seolah-olah dia melihat-Nya. Jika tidak sanggup seperti itu, hendaklah ia meyakini bahwa sesungguhnya Allah melihatnya. Apabilah Allah Maha Mengawasi segala yang samar, menyaksikan segala rahasia, dan niat, tentu Dia lebih menyaksikan yang nyata dan tampak, yaitu perbuatan yang dilakukan anggota tubuh.
Sumber: DR. Sa’id Ali bin Wahf al-Qahthani. Syarah Asma’ul Husna”. Terj. Abu Fatimah Muhammad Iqbal Ahmad Ghazali. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2005.