Surah Al-Fatihah Bag. 1

Cover Tafsir

Pendahuluan

Abu Bakar bin al-Anbari meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan, surat-surat dalam al-Qur’an yang turun di Madinah adalah surat al-Baqarah, Ali-Imran, an-Nisaa’, al-Maidah, Bara’ah, ar-Ra’ad, an-Nahl, al-Hajj, an-Nuur, al-Ahzab, Muhammad, al-Hujurat, ar-Rahman, al-Hadid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, ash-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, at-Taghabun, ath-Thalaq, dan ayat “Yaa ayyuhannabiyyu lima tuharrimu” sampai pada ayat kesepuluh, az-Zalzalah, dan an-Nashr. Semua surat di atas diturunkan di Madinah, dan surat-surat yang lainnya diturunkan di Mekkah.

Jumlah ayat di dalam al-Qur’an ada 6000 ayat. Telah terjadi perbedaan pendapat mengenai jumlah yang lebih dari enam ribu tersebut. Di antaranya ada yang menyatakan tidak lebih dari enam ribu tersebut. Di antara-nya ada yang menyatakan tidak lebih dari jumlah itu, ada pula yang menyatakan jumlahnya 6236. Demikian disebutkan oleh Abu Amr al-Dani dalam kitabnya al-Bayan.

Mengenai jumlah kata, menurut al-Fadhl bin Syadzan dari Atha’ bin Yasar sebanyak 77.439 kata. Sedangkan mengenai hurufnya, Salam Abu Muhammad al-Hamami mengatakan, al-Hajjaj (al-Hajjaj bin Yusuf-pent.) pernah mengumpulkan para qurra’ (ahli bacaan al-Qur’an), huffadz (para penghafal al-Qur’an), dan kuttab (para penulis al-Qur’an), lalu ia mengatakan, “Beritahukan kepadaku mengenai al-Qur’an secara keseluruhan, berapa hurufnya?” Setelah dihitung, mereka sepakat bahwa jumlahnya 340.740 huruf. Kemudian Hajjaj mengatakan: “Sekarang beritahukan kepadaku mengenai pertengahan al-Qur’an.” Dan ternyata pertengahan al-Qur’an itu adalah huruf “فَ” dalam kalimat “وَلْيَتَلَطَّفْ” pada surat al-Kahfi.

Para ulama berbeda pendapat mengenai arti kata surat, dari kata apa ia diambil? Ada yang berpendapat bahwa kata “السُّوْرَةُ” itu berasal dari kata “اْلإِبَانَةُ” (kejelasan) dan “اْلإِرْتِفَاعُ” (ketinggian).

Seorang penyair, an-Nabighah, mengatakan:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ أَعْطَاكَ سُوْرَةً * تَرَى كُلَّ مَلِكٍ دُوْنَهَا يَتَذَبْذَبُ

Tidakkah engkau mengetahui, bahwa Allah telah memberimu kedudukan yang tinggi.

Yang engkau melihat setiap raja di hadapannya merasa bimbang.

Dengannya pembaca berpindah dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Ada yang mengatakan, karena kemuliaan dan ketinggiannya laksana pagar negeri. Ada juga yang mengatakan, disebut surat karena ia potongan dan bagian dari al-Qur’an yang berasal dari kata “أَسآرُاْلإِنَاءِ”, yang berarti sisa dari bagian kata yang asalnya berhamzah, kemudian hamzah tersebut diganti menjadi (dhammah) wawu karena huruf sebelumnya berdhammah. Ada juga yang mengatakan, disebut surat karena kelengkapan dan kesempurnaannya, karena bangsa Arab menyebut unta yang sempurna dengan surat. Menurut penulis, boleh juga berasal dari rangkuman dan liputan terhadap ayat-ayat yang dikandungnya, seperti halnya pagar negeri disebut demikian karena meliputi rumah dan tempat tinggal penduduknya.

Jama’ “السُّوْرَةُ” adalah “سُوَرٌ”. Ada juga yang menjama’nya dengan kata “سُوْرَاتٌ” dan “سُوَرَاتٌ”. Sedangkan ayat merupakan tanda pemutus kalimat se-belumnya dengan yang sesudahnya, artinya terpisah dan tersendiri dari lainnya. Allah Ta’ala berfirman, Î إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِ Ï “Sesungguhnya ayat (tanda) kekuasaan-Nya.(QS. Al-Baqarah: 248)

An-Nabighah berkata:

تَوَهَّمْتُ آيَاتٍ لَهَا فَعَرَفْتُهَا * لِسِتَّةِ أَعْوَامٍ وَذَا الْعَامُ سَابِعُ

Aku membayangkan ciri-cirinya, maka aku pun mengenalnya.

Setelah berlalu enam tahun dan sekarang yang ketujuh.

Ada juga yang menyatakan, disebut ayat karena ia merupakan kumpulan dan kelompok huruf-huruf al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan, mereka keluar dengan ayatnya, yaitu dengan kelompoknya.

Seorang penyair mengatakan:

خَرَجْنَا مِنَ النَّقْبَيْنِ لاَحَىٌّ مِثْلُنَا * بآيَتِنَا نُزْجِى اللِّقَاحَ الْمُطَافِلاَ

Kami keluar dari Nagbain, tiada kampung seperti kami.

Dengan membawa serta kelompok kami, kami menggiring ternak unta.

Ada juga yang menyatakan, disebut “آيُـةٌ” karena ia merupakan suatu keajaiban yang tak sanggup manusia berbicara sepertinya. Sibawaih mengata-kan, kata itu berasal dari kata “أَيَيَةٌ”, seperti “أَكَمَةٌ” dan “شَجَرَةٌ” lalu huruf “ya” yang satu berubah menjadi alif, sehingga menjadi “آيَةٌ”. Jama’nya adalah “آيٌ” atau “آيَابٌ”.

Sedangkan yang dimaksud kalimat (kata) itu adalah satu lafaz saja, tetapi bisa juga terdiri dari dua huruf, misalnya “مَا”, “لاَ”, dan lain sebagainya. Atau bahkan lebih dari dua huruf, dan paling banyak adalah sepuluh huruf, misalnya, Î فَأَسْقَيْنَا كُمُوْهُ Ï. Dan terkadang satu kalimah menjadi ayat. Abu Amr ad-Daani mengatakan, aku tidak mengetahui satu kalimah merupakan satu ayat kecuali firman Allah Ta’ala, Î مُدْهَآمَّتَانِ Ï yang terdapat dalam surat ar-Rahman.

Al-Qurthubi mengatakan, para ulama sepakat bahwa di dalam al-Qur’an tidak terdapat sedikitpun suatu susunan kata yang a’jamiy (non Arab). Dan mereka sepakat bahwa di dalam al-Qur’an itu terdapat beberapa nama asing (non-Arab) misalnya lafazh Ibrahim.

بِسْــــــــمِ اللَّــــــــهِ الرَّحْمَــــــــنِ الرَّحِيــــــــمِ

Dengan menyebut nama Allah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. (QS. 1:1)

Disebut al-Fatihah artinya pembukaan kitab secara tertulis. Dan dengan al-Fatihah itu dibuka bacaan di dalam shalat.

Anas bin Malik menyebutkan, al-Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhurul ulama. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Abu Hurairah, ia menuturkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Î الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ Ï adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, as-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), dan al-Qur’anul Azhim.”

Surat ini disebut juga dengan sebutan al-Hamdu dan ash-Shalah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rabbnya, Dia berfirman: “Aku mem-bagi shalat antara diriku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Jika seorang hamba mengucapkan: ‘alhamdulillahi rabbil ‘alamin’ Î الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ Ï, maka Allah Ta’ala berfirman, Aku telah dipuji oleh hamba-Ku.”

Al-Fatihah disebut ash-Shalah, karena al-Fatihah itu sebagai syarat sah-nya shalat. Selain itu, al-Fatihah disebut juga asy-Syifa’. Berdasarkan hadits riwayat ad-Darimi dari Abu Sa’id, sebagai hadits marfu’: “Fatihatul kitab itu merupakan syifa’ (penyembuh) dari setiap racun.”

Juga disebut ar-Ruqyah. Berdasarkan hadits Abu Sa’id, yaitu ketika men-jampi (ruqyah) seseorang yang terkena sengatan, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dari mana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah.”

Surat al-Fatihah diturunkan di Mekkah (Makkiyah). Demikian dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abu al-‘Aliyah. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa surat ini turun di Madinah (Madaniyah). Inilah pendapat Abu Hurairah, Mujahid, Atha’ bin Yasar, dan az-Zuhri. Ada yang berpendapat, surat al-Fatihah turun dua kali, sekali turun di Mekkah dan yang sekali lagi di Madinah.

Pendapat pertama lebih serupa dengan firman Allah Ta’ala,

Î وَلَقَدْ ءَاتَيْنَاكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِي Ï

“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu sab’an minal matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang)”. (QS. Al-Hijr: 87). Wallahu a’lam.

Dan surat ini, secara sepakat, terdiri dari tujuh ayat. Hanya saja terdapat perbedaan pada masalah basmalah, apakah sebagai ayat yang berdiri sendiri pada awal surat al-Fatihah, sebagaimana menurut kebanyakan para qurra’ Kufah, dan pendapat segolongan sahabat dan tabi’in. Atau bukan sebagai ayat pertama dari surat tersebut, sebagaimana yang dikatakan para qurra’ dan ahli fiqih Madinah. Dan mengenai hal ini terdapat tiga pendapat, yang insya Allah akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya.

Mereka mengatakan, surat al-Fatihah terdiri dari 25 kata dan 113 huruf. Al-Bukhari mengatakan dalam awal kitab tafsir, “Disebut Ummul Kitab, karena al-Fatihah ditulis pada permulaan al-Qur’an dan mulai dibaca pada permulaan shalat. Ada juga yang berpendapat, disebut demikian karena seluruh makna al-Qur’an kembali kepada apa yang dikandungnya.”

Ibnu Jarir mengatakan, orang Arab menyebut “umm” untuk semua yang mencakup atau mendahului sesuatu jika mempunyai hal-hal lain yang mengikutinya dan ia sebagai pemuka yang meliputinya. Seperti umm al-ra’s, sebutan untuk kulit yang mengandung otak. Mereka menyebut bendera dan panji tempat berkumpulnya pasukan dengan umm.

Dzu ar-Rummah mengatakan:

عَلَى رَأْسِهِ أُمٌّ لَنَا نَقْتَدِيْ بِهَا * جِمَاعُ أُمُوْرٍ لَيْسَ نَعْصِى لَهَا أَمْرًا

Pada ujung tombak itu terdapat panji kami, yang menjadi lambang bagi kami.

Sebagai pedoman segala urusan, yang sedikitpun tak kan kami meng-khianatinya.

Maksudnya tombak. Mekkah disebut umm al-Qura karena keberadaan-nya terlebih dahulu dan sebagai penghulu bagi kota-kota lain. Ada juga yang berpendapat karena bumi terbentang darinya.

Dan benar disebut as-Sab’ul Matsani karena dibaca berulang-ulang dalam shalat, pada setiap rakaat, meskipun kata al-Matsani memiliki makna lain, sebagaimana akan dijelaskan pada tempatnya. Insya Allah.

Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA. (Pustaka Imam As-Syafi’i)