Muslimdaily.net – Miss World akan diadakan di Indonesia yang direncanakan diselenggarakan di Jakarta dan Bali. Hal ini sangat memprihatinkan karena Indonesia adalah negara yang penduduk muslimnya terbanyak di dunia. Apabila hal ini benar-benar dilaksanakan di Indonesia, maka secara tidak langsung akan membangun opini bahwa Islam menghalalkan Miss World yang sangat bertolak belakang dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Miss World adalah kontes putri kecantikan yang memamerkan tubuh wanita. Hal ini sangat bertentangan dengan ideologi, budaya bangsa Indonesia, dan tentunya prinsip-prinsip ajaran Islam yang menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita. Miss World adalah ajang kemaksiatan dan perendahan martabat wanita, karena wanita di sini hanya sebagai barang tontonan yang dapat menarik syahwat. Sungguh hal tersebut dapat merusak moral bangsa.
Ada yang beralasan bahwa Miss World di Indonesia bertujuan untuk mempromosikan parawisata di Indonesia, hal ini sungguh tidak dapat diterima. Karena di balik tujuan itu ada propaganda lain yang lebih berbahaya dampaknya bagi bangsa Indonesia yaitu perusakan moral, liberalisme, kapitalisme dan materialisme.
Kalau di lihat dari sudut agama, hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, karena Agama ini mengajarkan kepada pemeluknya untuk menutup aurat sesuai batasan-batasannya. Sedangkan pada Miss World jelas-jelas ajang kemaksiatan untuk menelanjangi wanita. Islam di Indonesia adalah agama yang pemeluk agamanya terbanyak di Indonesia. Jadi barang siapa yang beragama Islam maka wajib menaati norma-norma yang ada dalam agama ini.
Dari sudut pandang kebudayaan bangsa Indonesia, Miss World sangat bertentangan dengan budaaya luhur bangsa. Hal ini dapat merusak moral dan budaya luhur bangsa Indonesia yang menghormati kodrat wanita, apalagi di Indonesia yang masih menjunjung tinggi nilai keperawanan wanita. Indonesia terkenal sopan santunnya, apabila pakaian sudah terbuka seperti jamanjaman purba yang kekurangan kain, maka ini suatu kemunduran yang harus kita hindari.
Dari sudut pandang Ideologi, kontes ini tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Miss World adalah ajang kontes putri kecantikan yang membawa misi-misi liberalisme, kapitalisme, dan materialisme yang memosisikan wanita sebagai komonditas ekonomi yang memperdagangkan syahwat secara bebas. Sedangkan Indonesia jelas-jelas pada sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Kontes ini sangat tidak berperi kemanusiaan yang beradab karena dalam kontes ini akan memamerkan bentuk tubuh wanita yang minim busana, sungguh hal ini tidak mencerminkan manusia yang beradab karena kontes ini merendahkan kodrat dan martabat wanita seperti hewan yang tidak berbusana dan dapat diperjual belikan.
Dari sudut pandang parawisata, Miss World memang dapat mempromosikan parawisata Indonesia karena kontes tersebut akan dilaksanakan di kota Jakarta dan Bali, akan tetapi hal itu menunjukkan ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam mempromosikan negaranya dalam hal kebaikan dan kemuliaan yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Alangkah baiknya Indonesia terkenal dengan negara yang cerdas, sopan, agamis dan dapat memakmurkan penduduknya.
Dari paparan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa diselenggarakannya Miss World hanya menambah kebobrokan bangsa yang sudah bobrok ini, dampak negatifnya lebih besar dari pada dampak positifnya. Mau jadi apa bangsa ini?
Apabila Miss World benar-benar dilaksanakan di Indonesia maka akan menyebabkan dampak yang besar bagi bangsa Ini. Bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini akan banyak yang meragukan keislamanya. Bagsa ini sudah rusak oleh penjajah, baik yang bersifat moral maupun material. Jagan sampai dengan diadakannya kontes ini, Indonesia semakin menjadi negara yang bobrok baik dalam segi intelektual maupun moral. Menurut penulis, hal ini tak boleh dibiarkan, rakyat Indonesia harus bahu membahu untuk menolak kontes putri kecantikan ini. Rakyat Indonesia harus satukan kata untuk katakan “Indonesia Tolak Miss World”. [Dita Kafaabillah, mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret]