SURABAYA (Arrahmah.com) – Para ulama yang tergabung dalam Badan Silaturrahmi Ulama se-Madura (Bassra) dari empat kabupaten mendukung rencana pemerintah untuk melakukan pengembalian pengungsi komunitas Syiah di Jemundo, Sidoarjo, ke kampung halamannya di Sampang.
“Kami siap menerima mereka kembali ke Sampang, tapi syaratnya mereka harus mematuhi vonis pengadilan yang inkracht hingga banding ke tingkat MA yakni kasus Tajul Muluk itu penodaan agama,” kata ulama Bassra Sampang, KH Jakfar Shodiq, di Surabaya, Selasa malam (23/7/2013).
Dalam pertemuan rekonsiliasi yang dipandu Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A’la itu, dia menjelaskan para ulama Madura memberikan solusi bahwa penodaan agama itu dapat diselesaikan dengan taubat di hadapan para ulama dan menandatangani perjanjian taubat.
“Buktinya, kami sudah menerima lima KK (kepala keluarga) dari komunitas mereka yang bertaubat dan kini tidak ada masalah lagi, karena itu kami siap menerima mereka dengan cara yang sama. Kalau berdebat tidak akan tuntas, semuanya harus mengacu hukum,” kata Kyai Jakfar.
Hal itu dikemukakannya dalam pertemuan rekonsiliasi di gedung Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya yang dihadiri Menpera Djan Faridz, Gubernur Jatim Soekarwo, Wakapolda Jatim, Ketua MUI Jatim, Ketua PWNU Jatim, ABI, IJABI, Iklil (komunitas Syiah Sampang), dan sebagainya.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara hukum, karena itu kasus Tajul Muluk harus kembali kepada keputusan hukum yang sudah “inkracht” (berkekuatan hukum tetap/final), kemudian diselesaikan melalui proses rehabilitasi lewat taubat dan jaminan tidak melanggar.
“Jadi, kami mendukung rencana pemerintah untuk mengembalikan mereka ke Sampang, tapi syaratnya harus sesuai hukum yang ada. Kami bukan tidak menghargai kebebasan keyakinan, karena kebebasan keyakinan itu berbeda dengan penodaan agama,” katanya.
Dalam kesempatan itu, peserta pertemuan dari Ahlul Bait Indonesia (ABI) Jatim, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jatim, dan PWNU Jatim juga mendukung rencana rekonsiliasi itu.