Wahyu

Ulumul Quran

Arti Wahyu

Al-Wahy (wahyu) adalah kata mashdar (infinitif). Dia menunjuk pada dua pengertian dasar, yaitu; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, dikatakan “Wahyu ialah informasi secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditunjukkan kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain. Inilah pengertian dasarnya (mashdar). Secara etimologi (kebahasaan) pengertian wahyu meliputi:

1. Ilham al-fithri li al-insan (ilham yang menjadi fitrah manusia). Seperti wahyu terhadap ibun Nabi Musa dalam surat al-Qashash ayat 7.

2. Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah. (An-Nahl ayat 68)

3. Isyarat yang cepat melalui isyarat, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an dalam surat Maryam ayat 11.

4. Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak indah dalam diri manusia. (Al-An’am ayat 121)

5. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa satu perintah untuk dikerjakan. (Al-Anfal ayat 12)

Sedangkan wahyu Allah kepada para nabi-Nya, secara syariat didefinisikan sebagai “Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi.”

Ustadz Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalah At-Tauhid sebagai “pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan suatu keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan melalui perantara ataupun tidak. Yang pertama melalui suara yang terjelma dalam telinganya atau bahak tanpa suara. Beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini oleh jiwa yang mendorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa sadar dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih, dan senang.”

Cara Wahyu Allah Turun kepada Malaikat

Para ulama berbeda pendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Al-Qur’an kepada Jibril dengan dengan beberapa pendapat:

a. Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafazhnya yang khusus.

b. Jibril menghafalnya dari Lauh Al-Mahfuzh.

c. Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafazhnya dari Jibril, atau Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Pendapat pertama yang benar. Pendapat itu dijadikan pegangan oleh Ahlu Sunnah wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadits Nuwaw bin Sam’an.

Adapun pendapat kedua di atas, tidak dapat dijadikan pegangan, sebab adanya Al-Qu’an di lauhul mahfuzh itu seperti hal-hal ghaib yang lain, termasuk Al-Qur’an.

Sedangkan pendapat ketiga hampir sama dengan makna sunnah. Sebab, sunnah itu juga wahyu dari Allah kepada Jibril, kemudian kepada Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam secara makna. Lalu beliau mengungkapkan dengan redaksi beliau sendiri.

Karenanya diperbolehkan meriwayatkan hadits menurut maknanya, sedangkan Al-Qur’an tidak.

Keistimewaan Al-Qur’an

Di antara keistimewaan Al-Qur’an adalah;

1. Al-Qur’an adalah mukjizat.

2. Kebenarannya mutlak.

3. Membacanya dianggap ibadah.

4. Wajib disampaikan dengan lafazhnya. Sedang hadits qudsi tidak demikian, sekalipun ada yang berpendapat lafazhnya juga diturunkan.

Cara Penurunan Wahyu kepada Rasul.

Allah menurunkan wahyu kepada para rasul-Nya dengan dua cara; Ada yang melalui perantara dan ada yang tidak melalui perantaraan.

Yang pertama; melalui Jibril, malaikat pembawa wahyu.

Yang kedua; Tanpa melalui perantaraan. Di antaranya ialah, mimpi yang benar dalam tidur.

a. Mimpi yang benar dalam tidur. Aisyah berkata, “Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari.”

Mimpi yang benar itu tidak hanya khusus bagi para rasul saja. Mimpi yang semacam itu juga bisa terjadi pada kaum Mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin.” (Muttafaq Alaih)

b. Kalam Ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Seperti yang terjadi pada Musa Alaihissalam, dalam surat Al’A’raf ayat 143.

Sumber: Diringkas oleh tim redaksi alislamu.com dari Manna’ Al-Qaththan, Mabaahits fie ‘Uluumil Qur’aan, atau Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 31 – 42.