Ayat 92, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain . Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (an-Nahl: 92)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Hafs, katanya, “Sa’idah al-Asadiyyah adalah wanita gila, mengumpulkan rambut dan serat tanaman. Maka turunlah ayat ini, “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat…'” (275)
Ayat 103, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam , sedang Al Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (an-Nahl: 103)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah dahulu mengenal seorang biduan (penyanyi pria) di Mekah bernama Bal’aam, seorang yang berbasa asing. Orang-orang musyrik melihat Rasulullah masuk dan keluar rumahnya, maka mereka berkata, “Dia diajari oleh Bal’aam.” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata,…” (276)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Hashin dari Abdullah bin Muslim al-Hadhrami, katanya, “Dahulu kami punya dua budak, salah satunya bernama Yasar, yang kedua bernama Jabr. Keduanya dari Sisilia. Keduanya membaca kitab mereka dan mengajarkan isinya. Rasulullah kadang lewat di dekat mereka dan mendengar bacaan mereka. Maka orang-orang kafir berkata, ‘Sebenarnya dia belajar dari kedua budak itu!’ Maka turunlah ayat ini.'” (277)
Ayat 106, yaitu firman Allah ta’ala,
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (an-Nahl: 106)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi saw. hendak berhijrah ke Madinah, orang-orang musyrik menangkap Bilal, Khabbab, dan ‘Ammar bin Yasir… ‘Ammar akhirnya terpaksa mengucapkan kalimat yang menyenangkan mereka demi menjaga nyawanya. Ketika kembali kepada Rasulullah, ia menceritakan hal itu kepada beliau. Beliau bertanya, “Bagaimana hatimu ketika kamu mengucapkan perkataan itu? Apakah hatimu setuju dengan apa yang kau ucapkan?” Ia menjawab “Tidak.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “…padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),…”” (an-Nahl: 106)
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Mujahid, katanya, “Ayat ini turun tentang beberapa orang penduduk Mekah yang telah beriman, lalu sejumlah sahabat di Madinah menulis surat kepada mereka agar mereka berhijrah. Mereka pun pergi menuju Madinah, tapi di tengah jalan mereka disusul oleh Quraisy dan dipaksa keluar dari Islam sehingga mereka menjadi kafir dalam keadaan terpaksa. Ayat ini turun mengenai mereka.” (279)
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dalam Thabaqaat dari Umar ibnul-Hakam, katanya, “Ammar bin Yasir ketika itu disiksa hingga tidak menyadari lagi apa yang ia ucapkan. Shuhaib juga disiksa higga tidak sadar akan apa yang ia ucapkan. Abu Fakihah juga disiksa hingga tidak sadar akan apa yang ia katakan. Demikian pula halnya dengan Bilal, ‘Amir bin Fuhairah, dan sejumlah kaum muslimin yang lain. Tentang merekalah ayat ini turun, “Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan,…” (an-Nahl” 110)
Ayat 126, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu . Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (an-Nahl: 126)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Hakim, al-Baihaqi dalam ad-Dalaa’il, dan al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berdiri di dekat Hamzah yang telah syahid dengan tubuh yang dicabik-cabik musuh. Beliau berkata, “Sungguh aku akan mencabik-cabik tujuh puluh orang dari mereka sebagai pembalasanmu!” Maka jibril turun –sementara Nabi saw. masih berdiri di tempat– membawa bagian akhir surah an-Nahl, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama,…” hingga akhir surah. Maka Rasulullah tidak jadi melaksanakan niatnya. (281)
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab dan dinyatakan hasan oleh al-Hakim, kata Ubai, “Pada waktu Perang Uhud, 64 orang Anshar dan 6 oarng Muhajirin gugur di antaranya terdapat Hamzah bin Abdul Muththalib. Jenazah mereka dicabik-cabik musuh. Maka orang-orang Anshar berkata, ‘Kalau lain kali kita mendapat ksempatan seperti sekarang, kita akan tunjukkan kepada mereka bahwa kita pun dapat mencabik-cabik mayat mereka.’ Lalu pada hari penaklukan Mekah Allah menurunkan ayat, ‘Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama,…'” (282)
Zhahir riwayat ini menunjukkan ayat ini baru turun pada waktu penaklukan Mekah. Sedangkan dalam hadits sebelumnya ayat ini turun di Uhud. Ibnul Hashshar mengompromikan kedua riwayat ini bahwa pertama-tama ayat ini turun di Mekah, lalu turun kedua kalinya di Uhud, dan turun lagi untuk ketiga kalinya pada waktu penaklukan Mekah, sebagai peringatan dari Allah buat hamba-hamba-Nya. (283)
275. Kata al-Qurthubi (5/3897), “Dahulu ada seorang wanita dungu di Mekah yang bernama Riithah binti ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah. Wanita ini melakukan hal itu, maka perumpamaan itu sama dengan dirinya, seperti orang yang bersumpah dan berjanji lalu melanggarnya.”
Riwayat ini disebutkan juga oleh Ibnu Katsir (2/760) tapi ia tidak menyebutkan nama wanita itu. Dan, ia menisbatkan riwayat ini kepada Abdullah bin Katsir dan as-Suddi. Ibnu Katsir berkata (2/763), “Az-Zuhri menuturkan dari Sa’id ibnul-Musayyab bahwa orang musyrik yang mengatakan demikian adalah seorang laki-laki yang pernah bertugas menuliskan wahyu untuk Rasulullah lalu dia murtad dan mengarang cerita ini. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah salman al-Farisi.”
276. Disebutkan oleh Ibnu Jarir (14/120) dalam tafsirnya.
277. Lihat Ibnu Katsir di atas, juga Ibnu Jarir di tempat yang sama. Al-Qurthubi telah mengumpulkan nama-nama mereka semua. Katanya (5/3905), “Dahulu seorang budak Bani Mughirah bernama Ya’isy, dan dua orang budak Nasrani milik Ibnul Hadhrami yang salah satunya bernama Yasar dan yang kedua bernama Jabr. Kata ats-Tsa’labi, ‘Salah satunya bernama Nabt dan berjuluk Abu Fakihah sedang yang kedua bernama Jabr. Keduanya berasal dari Sisilia, mengerjakan pembuatan pedang. Keduanya membaca Taurat dan Injil.’
Ada yang mengatakan, ‘Addas, budak ‘Utbah bin Rabi’ah. ‘Ada yang mengatakan, ‘Abis (budak Huwaithib bin Abdul ‘Uzza) dan Yasar Abu Fakihah bekas budak Ibnul-Hadhrami; keduanya telah masuk Islam… ‘Semua ini punya kemungkinan. Dan pendapat-pendapat ini tidak saling kontradiktif sebab bisa jadi mereka menunjuk kepada semua orang ini dan mereka mengklaim bahwa orang-orang inilah yang mengajari Rasulullah.” Ibnu Jarir menyebutkan khabar ini (14/147) dari al-‘Aufi, dan dia lemah.
278. Disebutkan oleh al-Qurthubi secara panjang lebar (5/3907-3908), “Adapun orang yang kafir setelah beriman dan dimurkai Allah, kata al-Kalby, mereka adalah Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh, Maqis bin Shababah, Abdullah bin Khathal, dan Qais ibnul-Walid ibnul-Mughiirah. Mereka ini kafir lagi setelah beriman.”
279. Disebutkan oleh as-Suyuthi (4/147) dalam ad-Durrul Mantsuur.
280. Shahih. Lihat Ibnu Sa’ad (3/1/178). Ibnu Katsir menambahkan bahwa Rasulullah bersabda kepada ‘Ammar, “Kalau mereka mengulangi siksaannya, ucapkan lagi seperti tadi.” Tafsir Ibnu Katsir (2/764).
281. Dha’iif jiddan (lemah sekali). Disebutkan oleh al-Hakim (3/218), di dalam sanadnya terdapat Yahya al-Hammani, seorang yang lemah. Juga disebutkan dalam ad-Durrul Mantsuur (4/150).
282. Dinyatakan oleh at-Tirmidzi (2139) dalam at-Tafsiir.
283. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abul ‘Aliyah dari Ubai bin Ka’ab, katanya, “Pada waktu Perang Uhud, yang terbunuh dari kaum Anshar berjumlah 60 orang, sedang dari kaum Muhajirin 6 orang. Maka para sahabat Rasulullah berkata, “‘Kalau kita kelak mendapat kemenangan atas kaum musyrikin seperti sekarang, kita akan tunjukkan kepada mereka.!”
Yakni kita lakukan lebih banyak dari pembunuhan yang mereka lakukan. Lalu pada waktu penaklukan Mekah, seseorang berkata, ‘Quraisy tidak dikenal lagi namanya setelah hari ini.’ Tiba-tiba seseorang berseru, ‘Rasulullah telah memberi keamanan kepada semua orang, kecuali Fulan dan Fulan (beberapa orang yang ia sabutkan namanya)…’ Lalu Allah ta’ala menurunkan firman-Nya, [an-Nahl: 126] hingga akhir surah. Maka Rasulullah bersabda, ‘Kita bersabar, dan tidak membalas.” Ibnu Katsir (2/770). Komentar saya, ia riwayat yang amat lemah. Lihat Zawaa’iduz Zuhd (5/135) dan al-Hakim (2/197).
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 333 – 337.