Apakah Melakukan Pencegahan dan Persiapan Dapat Menghilangkan Tawakal?

Apakah melakukan pencegahan dan persiapan dapat menghilangkan tawakal? Sebagian manusia pada waktu perang, melakukan persiapan dan pencegahan, namun sebagaian mereka tidak melakukannya.Ada yang berkata bahwa melakukan  persiapan seperti itu termasuk bertawakal kepada Allah?
Jawaban:

Yang harus dilakukan orang-orang mukmin adalah menyandarkan hatinya kepada Allah dan benar-benar bersandar kepada-Nya untukmendapatkan manfaat dan menolak bahaya, karena hanya Allalah yang memiliki kekuasaan langit  dan bumi dan hanya kepada-Nyalah segala urusan dikembalikan, seperti yang difirmankannya, "dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (Hud: 123).

Berkata Musa,"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, Maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."

Lalu mereka berkata: "Kepada Allahlah Kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan Kami sasaran fitnah bagi kaum yang'zalim, Dan selamatkanlah Kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir." (Yunus: 84-86).

Juga firman Allah, "Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal." (Ali Imran: 160).

Serta firman Allah, "Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq:3).

Serta orang mukmin harus bersandar kepada Tuhannya, yaitu Tuhan langit dan bumi, serta berprasangka baik kepada-Nya. Tetapi dia juga harus melakukan faktor-faktor baik yang bersifat syari'at maupun tindakan fisik yang diperintahkan Allah, karena melakukan faktor-faktor yang dapat mengantarkan kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan termasuk keimanan kepada Allah dan kebijaksanaan-Nya serta tidak bertentangan dengan tawakal. Misalnya saja Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam sendiri adalah pemimpin orang-orang yang bertawakal, tetapi beliau juga melakukan faktor-faktor syari'at dan usaha-usaha tertentu. Beliau melindungi dirinya tatkala tidur dengan surat Al-Ikhlas dan dua surat pelindung (Al-Falaq dan An-Nas), memakai baju  besi pada waktu perang, membuat parit di Madinah untuk menjaga diri ketika sekutu-sekutu  orang-orang musyrik mengepungnya. Allah telah menjadikan sesuatu yang dapat menjaga seseorang dari kejahatan perang termasuk salah satu nikmat-Nya yang perlu disyukuri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Nabi Dawud, "Dan telah Kami ajarkan ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)." (Al-Anbiya':80).

Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh Dawud agar membaguskan kualitas pembuatan baju besinya dan menjadikannya sebagai pelindung bagi seluruh badan, karena hal itu lebih aman dalam menjaga tubuh.

Maka dari itu, penduduk negeri yang dekat dari tempat peperangan yang ditakutkan akan menimpanya karena pengaruh perang itu, maka tidak berdosa jika dia berjaga-jaga dengan memakai baju besi yang dapat melindunginya dari peluru yang nyasar ke tubuh mereka atau membuat alat pengaman lainnya yang dapat mencegah bahaya dari rumahnya, karena hal itu termasuk faktor-faktor yang dapat mencegah dari kejahatan dan menjaga dari keterpurukan. Tidak berdosa pula jika dia menyimpan makanan dan lain-lain karena takut mereka akan membutuhkannya lalu tidak menemukan. Jika rasa takut hal dalam hal ini semakin kuat maka diperlukan kehati-hatian yang lebih  besar pula. Tetapi mereka harus tetap bertawakal kepada Allah, lalu memakai sebab-sebab itu selama tidak bertentangan dengan syariat dan kebijaksanaan Allah, serta diizinkan oleh Allah, bukan hanya sekedar  mempertimbangkan bahwa tindakan itu akan mendapat kebaikan dan menolak bahaya saja. Di samping itu hendaklah mereka bersyukur kepada Allah yang telah memudahkan mereka mencapai sebab-sebab semacam ini dan mengizinkan mereka memakainya.

Kami memohon kepada Allah semoga menjaga kita semua dari sebab-sebab fitnah dan kehancuran, memberikan kepada kita dan kepada saudara-saudara kita kekuatan iman dan bertawakal kepada-Nya, serta mengambil sebab-sebab yang diizinkan oleh Allah dan diridhoi-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabat semuanya.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 58 – 60.