Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Mumtahanah: 1)
Sebab Turunnya Ayat
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ali yang berkata, “Suatu ketika, Rasulullah mengutus saya, Zubair, dan Miqdad al-Aswad seraya berkata, ‘Pergilah ke kebun buah itu. Di sana kalian akan menemukan seorang wanita yang padanya ada sepucuk surat. Ambilah surat tersebut darinya dan bawa kemari!’ Kami lantas berangkat ke kebun itu. Di sana kami lalu menemukan seorang wanita. Kami lalu menjawab, ‘Saya tidak membawa surat apa pun.’ Kami berkata lagi kepadanya, ‘Jika engkau tidak menyerahkan surat yang engkau bawa itu, maka kami benar-benar akan melucuti pakaianmu!’
Akhirnya, wanita itu pun mengeluarkan secarik kertas dari balik pengikat rambutnya. Kami lantas membawa surat itu kepada Rasulullah. Setelah dibuka ternyata surat itu ditulis oleh Hathib bin Abi Balta’ah dan ditujukan kepada orang-orang musyrik di Mekah. Di dalamnya, Hathib membocorkan beberapa hal rahasia yang berkenaan dengan Rasulullah.
Rasulullah lantas berkata kepada Hathib, ‘Apa yang engkau lakukan ini?!’ Hathib menjawab, ‘Wahai Rasulullah, jangan tergesa-gesa menuduh yang bukan-bukan kepada saya. Sesungguhnya saya hanyalah seorang pendatang di suku Quraisy, bukan merupakan penduduk asli di sana. Sebaliknya, orang-orang Muhajirin yang ada (di Madinah) sekarang ini, mereka semua memiliki kerabat yang akan menjaga keluarga dan harta benda mereka yang berada di Mekah. Karena ketiadaan hubungan secara nasab itulah, saya ingin menanam jasa kepada mereka (orang-orang kafir Quraisy) agar dengan itu mereka tidak mengganggu keluarga saya (yang ada di Mekah). Saya melakukan tindakan ini sama sekali bukan karena ingin kafir kembali atau murtad dari Islam atau karena saya ridha dengan kekafiran.’ Mendengar penjelasan Hathib tersebut, Nabi saw. lalu berkata, ‘Ia berkata benar.’ Berkenaan dengan Hathiblah Allah menurunkan surah ini.” (505)
Ayat 8, yaitu firman Allah ta’ala,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah: 8)
Sebab Turunnya Ayat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata, “Suatu hari ibu saya mengunjungi saya. Ketika itu, ia terlihat dalam kondisi cenderung (kepada Islam). Saya lalu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah saya boleh menyambung silaturrahmi dengannya? Nabi saw. lalu menjawab, ‘Ya, boleh.’ Berkenaan dengan kejadian inilah, Allah lalu menurunkan ayat ini.” (506)
Imam Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan suatu riwayat, demikian juga dengan al-Hakim yang menilainya shahih, dari Abdullah ibnuz-Zubair yang berkata, “Suatu ketika, Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah menalak wanita itu pada masa jahiliah. Qatilah datang sambil membawa berbagai hadiah. Akan tetapi, Asma menolak untuk menerimanya dan bahkan tidak membolehkannya masuk ke rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah pun lalu memberitahukannya kepada Rasulullah. Beliau lantaas menyuruh Asma untuk menerima pemberian ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk ke dalam rumahnya. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.'”
Ayat 10, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha-bijaksana.” (al-Mumtahanah: 10)
Sebab Turunnya Ayat
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Masur dan Marwan bin Hakam bahwa ketika Rasulullah membuat kesepakatan damai dengan orang-orang kafir Quraisy di Hudaibiyyah, datanglah beberapa wanita mukminah kepada beliau. Allah lalu menurunkan ayat ini. (507)
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abdullah bin Abi Ahmad yang berkata, “Pada masa berlangsungnya perjanjian damai (antara kaum muslimin dengan kaum kafir Mekah), Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’ith melakukan hijrah ke Madinah. Dua orang saudara laki-laki Ummu Kultsum, yaitu Umarah dan Walid, lantas datang menemui Rasulullah dan meminta beliau untuk mengembalikan Ummu Kultsum kepada mereka. Akan tetapi, Allah kemudian membatalkan perjanjian antara Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik tersebut, khususnya dalam masalah wanita mukminah di mana Allah melarang beliau untuk mengembalikan mereka kepada orang-orang musyrik. Ketika itu, Allah menurunkan ayat ini.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa yang ia dengar adalah ayat ini turun berkenaan dengan Umaimah binti Basyar, istri Abu Hassan ad-Dahdahah.
Dari Muqatil diriwayatkan bahwa ada seorang wanita bernama Sa’idah yang merupakan istri dari Shaifi bin Rahib, seorang laki-laki musyrik di Mekah. Wanita itu datang ke Madinah di saat berlangsungnya kesepakatan damai. Orang-orang musyrik lantas berkata, “Kembalikan ia kepada kami!” Sebagai responsnya, turunlah ayat ini.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari az-Zuhri bahwa ayat ini turun pada saat Rasulullah tengah berada di kawasan Hudaibiyah, yaitu ketika beliau menyepakati bahwa jika ada di antara penduduk Mekah yang datang kepadanya maka beliau akan mengembalikannya kepada mereka. Akan tetapi, tatkala yang datang ternyata adalah wanita maka turunlah ayat ini.
Ibnu Mani’ meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ketika Umar Ibnul-Khaththab masuk Islam, istrinya masih berada di barisan orang-orang musyrik. Allah lantas menurunkan ayat, ‘….Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir;…'”
Ayat 11, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar . Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman.” (al-Mumtahanah: 11)
Sebab Turunnya Ayat
Tentang sebab turunnya ayat ini, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa al-Hasan berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Ummu Hakam binti Abu Sufyan yang murtad dari Islam kemudian menikah dengan seorang laki-laki dari Tsaqif. Selain Ummu Hakam ini tidak seorang pun dari kalangan wanita Quraisy yang murtad.”
Ayat 13, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (al-Mumtahanah: 13)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq dari Muhammad dari Ikrimah dan Abu Said dari Ibnu Abbas yang berkata, “Abdullah bin Umar dan Zaid bin Harits memiliki beberapa kawan dekat dari orang Yahudi. Allah lalu menurunkan ayat ini.”
505. Shahih Bukhari, kitab al-Jihaad, hadits nomor 3007; Shahih Muslim, kitab Fadhaa’il ash-Shahaabah, hadits nomor 2464.
506. Shahih Bukhari, kitab al-Adaab, hadits nomor 5979.
507. Shahih Bukhari, kitab asy-Syuruuth, hadits nomor 2734.
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 562 – 569.