Ayat 128, yaitu firman Allah ta’ala,
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 128)
Sebab Turunnya Ayat
Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa pada Perang Uhud, gigi Nabi saw. patah, wajah beliau terluka hingga darah mengalir di wajah beliau. Lalu beliau bersabda,
“Bagaimana suatu kaum akan beruntung jika mereka melakukan hal ini terhadap nabi mereka yang mengajak mereka kepada Tuhan mereka?”
Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
“Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)…” (Ali Imran: 128) (58)
Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah berdoa, ‘Ya Allah laknatlah si Fulan. Ya Allah laknatlah al-Harits bin Hisyam. Ya Allah laknatlah Suhail bin Umar. Ya Allah laknatlah Shafwan bin Umayyah.’ Lalu turunlah firman Allah,
“Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)…” (Ali Imran: 128)
Lalu mereka semua diampuni.” (59)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah hadits yang semisal dengan di atas. (60)
Al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Cara menggabungkan kedua hadits di atas adalah ketika shalat, Rasulullah mendoakan keburukan atas orang-orang yang disebutkan tersebut setelah apa yang menimpa beliau pada Perang Uhud. Lalu turunlah firman Allah pada dua hal tersebut secara bersamaan, tentang apa yang menimpa beliau dan doa beliau karena hal itu.”
Selanjutnya al-Hafizh Ibnu Hajjar berkata, “Akan tetapi sebuah riwayat di dalam Shahih Muslim membuat penggabungan tersebut menjadi rancu. Yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah di waktu fajar ketika shalat berdoa,
‘Ya Allah laknatlah Ra’al, Dzikwan dan Ashiyyah.‘
Hingga Allah menurunkan firman-Nya, “Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)…” (Ali Imran: 128)
Bentuk kerancuan yang ditimbulkannya adalah ayat di atas turun pada kisah Perang Uhud, sedangkan kisah Ra’al dan Dzikwan terjadi setelahnya. Kemudian saya melihat ada ‘illah (cacat) pada hadits ini, yaitu terjadi idraj (kata-kata perawi yang masuk ke dalam hadits) di dalamnya. Karena kata-kata, ‘Hingga Allah menurunkan,’ adalah munqathi’ dari riwayat az-Zuhri dari orang yang menyampaikannya kepada az-Zuhri. Hal itu dijelaskan Muslim. Model balaagh (yaitu kata-kata seorang perawi, ‘Telah sampai kepada saya’) seperti ini tidak bisa diterima dari orang yang saya sebutkan itu.”
Al-Hafizh Ibnu Hajjar juga berkata, “Kemungkinan juga bisa dikatakan bahwa kisah Ra’al dan Dzikwan terjadi setelah Perang Uhud dan ayat di atas turun agak belakangan dari sebab turunnya. Kemudian ayat di atas turun pada semua peristiwa itu.”
Saya katakan, “Terdapat riwayat tentang sebab turun ayat di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam tarikhnya dan oleh Ibnu Ishaq dari Salim bin Abdillah bin Umar, dia berkata, ‘Seorang lelaki dari Quraisy mendatangi Rasulullah lalu berkata, ‘Sesungguhnya engkau melarang kami untuk mencaci.’ Kemudian dia membalikkan badannya dan membelakangi Rasulullah lalu membuka pakaiannya sehingga patatnya kelihatan. Maka Rasulullah melaknatnya dan mendoakan keburukan atasnya. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)…” (Ali Imran: 128) (58)
Kemudian lelaki itu masuk Islam dan dia pun berislam dengan baik.”
Hadits ini mursal gharib.
Ayat 130, yaitu firman Allah ta’ala
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali Imran: 130)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Dulu orang-orang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran namun si pembeli belum juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambah tenggang waktunya. Lalu turunlah firman Allah,
‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda…””
Al-Faryabi juga meriwayatkan dari Atha’, dia berkata, “Pada masa jahiliah, Tsaqif memberi utang kepada Bani Nadhir. Ketika tiba waktu pembayaran, mereka berkata, ‘Kami akan mengambil riba darinya dan kalian undur pelunasannya.’
Maka turunlah firman Allah, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda…'”
Ayat 140, yaitu firman Allah ta’ala
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’ . Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 140)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Ketika berita tentang hasil Peperangan Uhud tidak kunjung tiba kepada para wanita, mereka pun keluar untuk mencari informasi. Ketika di jalan mereka berpapasan dengan dua orang lelaki yang sedang menunggu unta, lalu salah seorang wanita tersebut bertanya kepada keduanya, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah?’
Keduanya menjawab, ‘Beliau masih hidup.’
Wanita tadi berkata, ‘Jika demikian, saya tidak peduli jika Allah menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai syuhada’. Dan turun firman Allah seperti kata-kata wanita tadi,
‘…dan agar sebagian kamu jadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada…”‘
Ayat 143, yaitu firman Allah ta’ala,
“Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya.” (Ali Imran: 143)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dawri jalur al-Aufi dari Ibnu Abbas bahwa beberapa orang sahabat berkata, “Andainya kita terbunuh sebagaimana mereka yang terbunuh di Perang Badar.” Atau mereka berkata, “Seandaianya ada peperangan lagi seperti Peperangan Badar yang bisa kita ikuti, kita akan memerangi orang-orang musyrik dan kita mendapat kemenangan. Atau kita mencari syahaadah dan surga, atau bertahan hidup dan mendapat rezeki (ghanimah).”
Lalu saat Perang Uhud pun tiba, dan Allah menakdirkan mereka masih hidup, yang ikut berperang ternyata hanya orang-orang yang dikehendaki Allah saja. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
“Dan kamu benar-benar mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya;”…”
58. HR. Muslim dalam Kitabus Siyar wal Jihaad, No. 1791 dan Ahmad dalam al Musnad, No. 11518
59. HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir, No. 3762 dan Ahmad dalam al-Musnad, No. 5406.
60. HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir, No. 4194.
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 133 – 137.