Tidak Dihitung Penyusuan Kecuali yang Mengenyangkan Perut

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, bahwa Rasulullah saw. menemuinya sementara di sisinya ada seorang laki-laki. Sepertinya rona wajah Rasulullah saw. berubah dan kelihatannya beliau membencinya. Aisyah berkata, “Sesungguhnya ia adalah saudaraku.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Coba periksa saudara-saudara kalian sepersusuan, sesungguhnya yang terhitung penyusuan itu adalah penyusuan yang menghilangkan rasa lapar,” (HR Bukhari [5102] dan Muslim [1455]).

Masih dari Aisyah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah menyebabkan hubungan mahram karena menyusu sekali atau dua kali isapan saja,” (HR Muslim [1450]).

Diriwayatkan dari Ummu Fadhl r.a, ia berkata, “Seorang Arab badui datang menemui Rasulullah saw. saat itu beliau berada dalam rumahku. Arab badui itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku mempunyai seorang isteri lalu aku menikah lagi dengan wanita lain. Isteriku yang pertama mengklaim bahwa ia telah menyusukan isteriku yang baru sekali atau dua kali isapan.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah menyebabkan hubungan mahram karena menyusu sekali atau dua kali isapan “ (HR Muslim [1451]).

Kandungan Bab:

  1. Penyusuan yang menyebabkan hubungan mahram dan membolehkan berkhalwat dengannya adalah:
    1. Yang disusui adalah anak kecil, yang mana air susu itulah yang mengganjal perutnya, menumbuhkan tulang dan dagingnya. 
    2. Penyusuan dilakukan dengan lima kali isapan yang dimaklumi. Tidaklah menyebabkan hubungan mahram hanya karena dua atau tiga kali isapan. Karena berdasarkan hadits yang shahih, yaitu hadits Aisyah disebutkan lima kali isapan. 
  2. Para ulama berselisih pendapat tentang penyusuan setelah dua tahun. Menurut pendapat tentang penyusuan setelah dua tahun. Menurut pendapat yang benar adalah tidak menyebabkan mahram, bahkan hal itu terlarang karena penyusuan telah sempurna berdasarkan firman Allah SWT, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan,” (Al-Baqarah: 233).

    Adapun segelintir orang yang berdalil dengan hadits selain Maula Abu Hudzaifah, maka hal itu berlaku khusus untuk Salim dan untuk orang-orang yang sama kondisinya dengan beliau dan tidak dibolehkan untuk selain mereka, wallahua’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/63-65.