Larangan Berselisih Tentang Al-Qur’an

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a, bahwa ia mendengar seorang laki-laki membaca satu ayat yang berbeda dengan bacaan Nabi saw. Maka beliau membawanya ke hadapan Rasulullah saw. dan melaporkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Kalian berdua benar! Bacalah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian berselisih tentang Kitabullah sehingga membuat mereka binasa,” (HR Bukhari [5062]).

Dari Abu ‘Imran al-Jauni bahwa ‘Abdullah bin Rabah al-Anshari menulis surat kepadaku bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr r.a. berkata, “Pada suatu hari aku datang pagi-pagi buta ke kediaman Rasulullah. Beliau mendengar suara dua orang laki-laki sedang bertengkar tentang suatu ayat. Rasulullah saw. keluar menemui kami dengan kemarahan yang tampak pada rona wajah beliau, lalu berkata, ‘Sesungguhnya telah binasa ummat sebelum kalian karena perselisihan mereka tentang al-Kitab’,” (HR Muslim [2666]).

Dari Abu Juhaim al-Anshar r.a, ia bercerita, “Dua orang sahabat Nabi bertengkar tentang satu ayat di dalam al-Qur’an. Masing-masing pihak mengklaim bahwa ia mengambil bacaan tersebut dari Rasulullah saw. Keduanya sepakat mengadukannya kepada Rasulullah, mereka pun menemui beliau. Keduanya mengaku telah mendengarnya dari Rasulullah saw. Disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dengan tujuh bacaan, janganlah kalian bertengkar tentang al-Qur’an, karena pertengkaran tentangnya adalah kekufuran’,” (Shahih, HR Ahmad [IV/169-170]).

Kandungan Bab:

  1. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (IX/102-103), “Hadits ini dan hadits sebelumnya merupakan anjuran menjaga keutuhan jama’ah dan persatuan serta menjauhi perpecahan dan perselisihan, berikut larangan bertengkar al-Qur’an tanpa hak. Di antara keburukannya adalah apabila telah nyata maksud satu ayat namun ternyata bertentangan dengan pendapat akalnya sehingga hal itu memaksanya untuk menakwil dan mencocokkan ayat tersebut dengan pendapat akalnya. Sehingga terjadilah keributan dan pertengkaran karenanya.” 
  2. Al-Baghawi menjelaskan dalam Syarhus Sunnah (IV/506) bahwa perbedaan qira’at tidak termasuk perselisihan yang dilarang, beliau mengatakan, “Perselisihan dalam masalah ini tidak termasuk dalam firman Allah SWT, ‘Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya,’ (An-Nisaa’: 82).

    Sebab maksudnya bukanlah setiap orang sesuka hatinya memilih bacaan yang sesuai dengan bahasanya tanpa aturan. Namun, bacaan-bacaan tersebut telah ditetapkan aturannya. Semuanya adalah kalamullah yang dibawa oleh Ruhul Amin (Malaikat Jibril) kepada Rasulullah saw. Dalilnya adalah sabda Nabi, ‘Sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh qira’at.’

    Jadi, qira’at tersebut juga termasuk yang diturunkan. Rasulullah saw memperdengarkan ayat-ayat yang telah beliau hafal kepada Jibril setiap bulan Ramadhan. Allah berbicara di dalamnya menurut yang dikehendaki-Nya dan menghapus apa-apa yang ada di dalamnya menurut kehendak-Nya pula. Rasulullah saw. membacakan berbagai jenis bacaan yang dibolehkan oleh Allah kepada Malaikat Jibril. Dan Rasulullah boleh membaca atau membacakan seluruh jenis qiraat tersebut atas perintah dari Allah. Semuanya bersesuaian maknanya meskipun huruf-hurufnya berbeda.” 

  3. Jika terjadi perselisihan tentang al-Qur’an, maka hendaklah dihentikan dan tidak diteruskan, karena dapat menjurus kepada keburukan, berdasarkan sabda Nabi dalam hadits Jundab bin ‘Abdillah r.a, “Bacalah al-Qur’an selama hati kalian menyatu. Apabila kalian berselisih, maka hentikanlah,” (HR Bukhari [5060] dan Muslim [2667]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/598-600.