Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Bukan dari golongan kami siapa yang tidak memerdukan suara ketika membaca al-Qur’an’,” (HR Bukhari [7527]).
Kandungan Bab:
- Membaguskan dan memerdukan suara ketika membaca al-Qur’an adalah disyari’atkan bahkan diperintahkan, seperti yang disebutkan dalam hadits al-Bara’ bin ‘Adzib r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Hiasilah al-Qur’an dengan suara kamu’,” (Shahih, HR Abu Dawud [1468], an-Nasa’i [II/179-180], Ibnu Majah [1342] dan Ahmad [IV/285, 296 dan 304]).
Jika suaranya tidak bagus, maka hendaklah ia membaguskannya menurut kesanggupannya. Sebab perkataan yang baik akan menjadi lebih bagus dan indah dengan suara yang merdu.
- Sufyan bin ‘Uyainah -seperti yang disebutkan oleh Bukhari [5024] menafsirkan kata “yataghanna” dengan “istighnaa” sehingga artinya menjadi, barangsiapa tidak merasa cukup dengan al-Qur’an dan memperbanyak materi dunia, maka ia bukan dari golongan kami, tidak berada di atas jalan kami. Namun, Imam asy-Syafi’i membantahnya, beliau berkata, “Kalaulah kata “yataghanna” bermakna “istighnaa” tentu redaksinya bukan “yataghanna,” akan tetapi “yataghaana.”
Al-Baghawi menukilnya dalam kitab Syarhus Sunnah (IV/487).
Penjelasan Imam asy-Syafi’i di atas itulah yang didukung oleh dalil-dalil. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a. ketika Rasulullah menyimak bacaan Abu Musa al-Asy’ari r.a, beliau bersabda, “Sesungguhnya ia (Abu Musa) telah dianugerahi suara merdu seperti suara merdu milik keluarga Nabi Dawud.”
Rasulullah saw. menyamakan kebagusan suaranya dan keindahan bacaannya dengan suara merdu yang telah diberikan kepada Nabi Dawud r.a, yaitu suara yang merdu.
- Jumhur ahli ilmu mengharamkan bacaan al-Qur’an dengan irama atau nada musik karena dapat menyebabkan rusaknya mekhraj huruf. Sehingga bisa menambah-nambah satu huruf atau menyembunyikannya.
Termasuk membaguskan al-Qur’an dengan suara merdu adalah memperhatikan hukum-hukum tajwid dan makhraj huruf. Karena suara yang merdu akan menjadi lebih indah dengan mengikuti kaidah-kaidah tajwid. Dan kadang kala suara yang kurang merdu akan menjadi indah karena mengikuti kaidah-kaidahnya, wallaahu a’lam
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/597-598.