Larangan Berlebih-lebihan Menyanjung Para Nabi

Dari ‘Umar bin al-Khaththab r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah kalian sanjung aku seperti orang-orang Nashrani menyanjung Nabi Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah. seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya’,” (HR Bukhari [3445]).

Dari Anas bin Malik r.a. bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, “Wahai orang yang terbaik dari kami dan anak orang yang terbaik dari kami. Wahai tuan kami dan anak dari tuan kami.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Wahai sekalian manusia, katakanlah sebagaimana adanya, janganlah sampai kalian digelincirkan oleh syaitan. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah dan seorang Rasul-Nya,” (Shahih, HR Ahmad [111/153, 241 dan 249], an-Nasa’i dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah [248 dan 249] dan Ibnu Hibban [6240]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya memberikan pujian berlebih-lebihan, karena orang-orang Nashrani berlebih-lebihan memuji dan menyanjung Nabi Isa dengan kebathilan. Mereka angkat beliau menjadi tuhan dan anak tuhan. Maka Rasulullah saw. melarang ummatnya meniru perbuatan orang-orang Nashrani agar mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan apapun tentangnya.” 
  2. Zhahir hadits pertama menunjukkan haramnya berlebih-lebihan dalam memberikan pujian, namun bukan itu maksudnya. Maksudnya adalah –wallaahu a’lam-, “Janganlah kalian memujiku dengan pujian apapun.” Dalilnya adalah hadits yang kedua.

    Hadits tersebut menunjukkan bahwa mutlak pujian sudah termasuk al-ithraa’. Maka larangan tersebut bertujuan menutup pintu kepada syirik. Sebab membuka pintu pujian akan menyeret pelakunya kepada pelanggaran syari’at, bisa jadi karena kejahilannya atau karena sikap berlebih-lebihan dan melewati batas. Itulah realita yang kita saksikan. Sebagaimana yang kami dengar dalam nasyid-nasyid yang berjudul nasyid diniyah. Di dalamnya terdapat perkara-perkara syirik yang nyata. Barangkali salah satu contoh yang paling tepat dalam masalah ini adalah kitab al-Burdah karangan al-Bushairi dan kitab Nahjul Burdah karangan asy-Syauqi. Di dalamnya termuat kebohongan yang dibumbui dengan kebathilan serta pujian-pujian berlebihan. Di antaranya adalah perkataan al-Bushairi, Sanjunglah seperti sanjungan orang-orang Nashrani kepada Nabi mereka, puja pujilah dia sesukamu dan jangan ragu. Kemudian sampailah ia pada puncaknya, ia berkata, Di antara karuniamu (yakni Muhammad saw) adalah dunia dan segala kenikmatannya dan di antara ilmumu adalah ilmu lauhul mahfuzh dan ilmu qalam (pena penulis takdir).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/549-551.