Larangan Memepercayai Terjadinya Gerhana Matahari dan Bulan Karena Kematian Atau Kelahiran Seseorang

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan tidaklah gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihatnya, maka kerjakanlah shalat (gerhana),” (HR Bukhari [1042 dan 3201] dan Muslim [914]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari banyak sekali tanda-tanda kebesaran Allah, tidaklah keduanya gerhana karena kematian dan kelahiran seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka berdzikirlah mengingat Allah’,” (HR Bukhari [1052] dan Muslim [907]).

Dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. berkhutbah di hadapan manusia dan berkata dalam khutbah beliau tentang gerhana matahari dan gerhana bulan, “Sesungguhnya keduanya merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidaklah gerhana itu terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka segeralah mengerjakan shalat (yakni shalat gerhana),” (HR Bukhari [3203] dan Muslim [901]).

Dari Abu Mas’ud r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Gerhana matahari dan bulan tidaklah karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya merupakan dua dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Jika kalian melihatnya, maka shalatlah,” (HR Bukhari [3203] dan Muslim [911]).

Dari Abu Musa r.a, ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah saw, beliau bergegas bangkit karena khawatir terjadi hari Kiamat. Beliau mendatangi masjid dan mengerjakan shalat dengan memanjangkan sepanjang-panjangnya qiyam, ruku’ dan sujud. Belum pernah aku melihat beliau melakukan shalat seperti itu sebelumnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tanda-tanda kebesaran Allah yang Dia perlihatkan itu tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Akan tetapi Allah memperlihatkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Jika kalian melihat sesuatu daripadanya, maka bersegeralah mengingat-Nya dan berdo’a serta meminta ampun kepada-Nya’,” (HR Muslim [912]).

Dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a, ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw. bertepatan pada hari wafatnya Ibrahim putera Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda ke-besaran Allah. Tidaklah gerhana terjadi karena kematian dan kelahiran seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdo’alah kepada Allah dan shalatlah hingga gerhana itu selesai’,” (HR Bukhari [1043] dan Muslim [915]).

Dari Abu Bakrah r.a, ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah, beliau bergegas keluar sembari menyeret selendangnya hingga sampai di masjid. Orang-orang berdatangan mengikuti beliau lalu beliau shalat mengimami mereka dua rakaat hingga gerhana selesai. Kemudian beliau berkata, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidaklah gerhana karena kematian seseorang. Jika terjadi gerhana, maka kerjakanlah shalat dan berdo’alah hingga gerhana selesai.’ Hal itu beliau ucapkan karena putera beliau bernama Ibrahim baru saja wafat. Orang-orang mengatakan gerhana terjadi karena kematiannya,” (HR Bukhari [1063]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Jika keduanya mengalami gerhana, maka bersegeralah mengingat Allah,” (Shahih, HR Abu Dawud [1194], Ibnu Khuzaimah [1389, 1392 dan 1393], Ahmad [II/159], al-Hakim [I/329], Ibnu Hibban [2838]).

Dari Jabir r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya tidaklah gerhana karena kematian seseorang. Jika kalian melihat sesuatu darinya, maka laksanakanlah shalat (yakni shalat sunnat gerhana) sampai gerhana ituselesai’,” (HR Muslim [904]).

Kandungan Bab:

  1. Dahulu orang-orang Arab Jahiliyyah meyakini bahwasanya gerhana matahari atau gerhana bulan atau jatuhnya bintang dari gugusannya itu terjadi karena kematian seorang pembesar di muka bumi. Ini merupakan dusta dan kebohongan terhadap Allah SWT.

    Bertepatan terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw. dengan wafatnya putera beliau bernama Ibrahim. Orang-orang menyangka bahwa gerhana itu terjadi karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw. bangkit men-jelaskan aqidah yang benar berkaitan dengan fenomena alam ini.

    Bahwasanya matahari adalah salah satu tanda dari banyak sekali tanda-tanda kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada para hamba supaya mereka takut. Bahwasanya gerhana itu tidaklah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. 

  2. Jika orang-orang melihat sesuatu dari fenomena alam tersebut (yakni gerhana matahari atau gerhana bulan), maka mereka harus bersegera ke masjid untuk mengerjakan shalat Gerhana, berdzikir mengingat Allah, beristighfar, mengerjakan amal shalih seperti membebaskan budak, bershadaqah dan lain-lainnya hingga gerhana selesai.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/537-540.